Share

Menyapanya

Saat kejadian itu, Simon suka sekali memperhatikan perempuan itu. Namun, perempuan itu tidak pernah tahu bahwa dirinya telah diperhatikan oleh seorang lelaki sudah mulai dari tiga bulan lalu. Saat ini, Simon menimang-nimang dalam hatinya untuk memberanikan diri menyapa perempuan itu. Dia merasa sudah cukup menjadi pengagum rahasia perempuan itu. Dia sudah menyusun rencana. Biasanya saat hendak pulang, pasti perempuan itu memesan coklat panas untuk dibawa pulang beserta cake yang dipesan juga untuk dibungkus dan dibawa pulang.

Simon sama sekali tidak tahu untuk apa cake dan coklat panas itu. Mungkin saja untuk ia makan malam hari nanti atau sekedar cemilan dia saja. Biasanya perempuan itu yang akan mengambil sendiri dari meja bar minuman yang ia pesan beserta cake itu. Dan selalu saja Simon yang memberikannya. Sengaja Simon meminta hal tersebut kepada pelayan perempuan itu yang tak lain adalah teman kerjanya sendiri. Dan temannya itu sudah hafal sekali trik Simon. Hal itu semata-mata dilakukannya hanya untuk bisa melihat senyum perempuan yang ia taksir saat hendak pergi dari cafe itu sambil mengucapkan terima kasih. Biasanya Simon akan membalas dengan senyum lebar dan menatap dalam mata perempuan itu. Sayangnya perempuan itu selalu mengalihkan pandangannya dengan cepat.

Benar dugaan Simon, saat perempuan itu hendak pulang dan sudah memesan pesanannya untuk dibawa pulang dan sudah disiapkan pelayan, lalu pelayan itu memberikan kepadanya seperti biasa. Setelah membayar bill pesanan tadi, perempuan itu beralih kemeja bar tempat biasa dia mengambil pesanannya disiapkan. Simon melihatnya berjalan menghampiri meja bar. Hatinya bergetar. Dia tersenyum hingga ujung matanya membentuk lengkungan, menandakan bahwa dia benar-benar tersenyum dengan tulus. Tidak dibuat-buat.  Perempuan itu berjalan dengan santai. Rambutnya yang sebahu terlihat sangat berkilau dan lurus. Kakinya yang jenjang membuat dia terlihat bak model. 

"Ini pesanan kamu seperti biasa," ucap Simon sambil memberikan pesanan perempuan itu.

"Makasih, ya." Perempuan itu tersenyum dan menundukkan kepalanya sedikit.

"Iya, hati-hati. Semoga kamu sehat selalu dan sering-sering datang ke cafe ini, ya." Simon kembali memberikan senyum ramah.

"Itu udah pasti. Cafe ini jadi tempat yang setiap sore bakalan aku datangi. Coklat panas di sini tiada duanya. Orang yang biasanya aku bawakan coklat panas dari cafe ini juga bilang begitu. Katanya coklat panas kalian beda." Perempuan itu menjelaskan dengan antusias.

"Oh ya? Syukurlah kalian suka. Jadi selama ini coklat panas yang kamu bawa pulang itu bukan untuk kamu minum malam harinya, ya?" tanya Simon dengan wajah penasaran.

"Bukan! Coklat panas dan cake itu aku berikan untuk papaku yang kebetulan sedang sakit dan hanya bisa dirumah saja. Aku hanya minum coklat panas dihari Sabtu saja. Papaku rumahnya tidak jauh dari sini, jadi sebelum aku balik keapartemenku, aku mampir dirumah papaku dulu." ucap perempuan itu dengan wajah serius.

"Oh gitu. Udah lama kamu jadi langganan cafe ini, tapi baru sekarang bisa nyapa dan ngobrol sama kamu. Semoga kamu tetap suka ya sama pelayanan Cafe Senandika." ucap Simon sambil memperhatikan wajah perempuan itu.

"Iya, aku suka, kok." kata perempuan itu dengan anggukan kecil.

"Oh iya, kenalin nama aku Simon. Aku barista di cafe ini." Simon mengulurkan tangannya kepada perempuan itu untuk melancarkan aksinya berkenalan.

"Wah, nama kamu bagus. Aku jarang dengar nama itu. Nama aku Niki. Salam kenal, ya." Perempuan itu menyambut uluran tangan Simon dengan hangat. Mereka saling bersalaman.

Simon mengangguk dan tersenyum. Perempuan bernama Niki itu pun pergi dari sana. Sepeninggal Niki, Simon lompat kegirangan. Pelayan perempuan itu pun menghampirinya dan geleng-geleng kepala.

"Gila ya kamu, udah kayak dapat undian aja." kata pelayan itu dengan nada yang mengejek.

"Ini lebih dari undian, Ris. Akhirnya aku bisa nyapa dia. Sumpah seneng banget." Simon kegirangan. Senyuman tak henti menghiasi bibirnya.

"Semangat, Mon. Kamu pasti bisa deketin dia. Asal kamu berani memulai aja, enggak kelamaan, nanti keburu dipepet orang, hahaha." Pelayan itu tertawa sambil menutup mulutnya agar suara yang ia keluarkan tidak terdengar oleh orang-orang yang ada di sana.

"Dasar kamu, Ris. Suka banget buat aku takut. Oh ya, karena aku udah berhasil kenalan sama dia, nanti kita pulang bareng, ya. Aku kasih kamu tumpangan, deh." kata Simon memainkan alis matanya naik turun. Gaya khas Simon.

"Aku enggak nolak Simon, hahaha." Pelayan itu kembali tertawa dan pergi menjauhi Simon.

Lalu mereka kembali sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Riska dan Simon adalah teman satu kerja di cafe itu. Mereka tinggal di apartemen, bersebelahan. Itu sebabnya Simon sering memberikan tumpangan saat hendak pergi ataupun pulang kerja kepada Riska. Mereka pertama kali kenal saat bekerja di cafe itu. Mereka sama-sama orang baru dan menjadi teman akrab. Dan kebetulan saat Simon mencari sebuah apartemen untuk ditempati, apartemen disebelah Riska kosong, jadi Riska memberikan informasi itu kepada Simon dan diterima oleh Simon, sehingga mereka bersebelahan apartemennya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status