Share

New life

~~~***~~~

"Dimakan basonya, jangan bengong. Itu baso mahal! Emang gak laper muter-muter mal dua jam cuman buat nyari baju doang?" Sindir Kirana sinis. Ayu mencibir sinis tapi ia menurut juga memakan basonya dengan lahap.

Yeah, malamnya Kirana memang mengajak Ayu shopping baju-baju untuk Ayu kerja nanti di mal GI, sekaligus perawatan full body di salon. Dua jam kemudian, mereka selesai. Ayu terperangah saat melihat wajahnya dicermin. Ia seperti terlahir menjadi Ayu yang baru. Tak ada lagi Ayu yang kusam, kuyu dan kampungan. Ia seperti orang kota kebanyakan, yang muda, segar, cantik dan mempesona. Pantas saja Kirana selalu cantik, ternyata ini rahasianya.

Kirana berjalan lebih dulu menggiring Ayu ke kedai mie paling enak di mal ini. Ia tahu Ayu menyukai semua makanan dari mie, karena itu daripada mengajaknya makan steak, ia bawa saja Ayu makan bakso king. Sembari menunggu pesanan, mereka kembali mengobrol.

“Lo suka gak, perubahan wajah lo ini?” Kirana bertanya. Dalam hati ia bangga sudah membuat perubahan sedrastis ini untuk Ayu. Karena dipoles sedikit saja, Ayu yang memang dasarnya sudah ayu, berubah secantik artis korea idolanya, Song Hye Kyu. Dalam hati dia penasaran, kenapa Ayu tidak pernah merias dirinya. Apa dia sayang uang untuk membeli kosmetiknya atau bagaimana?

Ayu mengangguk senang.”Suka lah, Ayu ngerasa lebih cantik. Makasih ya udah ngajak Ayu ke salon. Dulu mana pernah mikirin ke salon. Mending uangnya buat ditabung. Ternyata nyalon enak juga ya.”

“Kalau mau cantik ya emang mesti keluar modal. Karena cantik itu dibentuk, bukan datang sendiri.” Sindir Kirana.

“Iye, Ndorooo …” Ayu mencibir yang dibalas Kirana dengan tertawa puas.

Ayu mengeluarkan struk belanjaan dari dompetnya. Kirana tertawa dalam hati. Ia sudah menebak apa yang akan terjadi selanjutanya. Wajah sumringah Ayu mendadak lesu saat melihat nominal di struk itu. Bisa bisanya ia membelanjakan uangnya seperti orang kalap begini.

"Gila, kalau kamu yang ngajak belanja. Dananya ngelebihin batas gini. Ayu gak mau lagi ah belanja sama kamu. Bisa cepet miskin dompetku nanti."

Tuh kan, Ayu masih sama seperti dulu. Perhitungan bingit. Hahaha…

"Belanja gak nyampe 1 juta aja riweh pisan. Nanti kalau udah kerja juga keisi lagi dompetnya. Udah cepetan makan basonya. Kalau habis gue yang bayar deh."

Wajah Ayu yang lesu mendadak sumringah kembali. Lanjutnya," bener ya dibayarin. Awas kalau bohong!"

Kirana gemas, pengen getok kepala perempuan berambut sebahu, yang ada didepannya itu." Iya lah. Aneh, uwak kan juragan kambing. Tanahnya aja hektaran. Tapi kenapa anaknya bilang gak ada duit mulu. Bohong lu ya, bilang gak ada duit?"

"Kan hemat pangkal kaya." Ayu mesem-mesem sendiri.

Kirana geleng-geleng kepala menghadapi sikap Ayu yang tak jua berubah sejak dulu. Meski disatu sisi ia iri karena Ayu pintar memanage keuangannya sendiri. Hasil didikan uwak perempuannya nih pasti.

Orangtua Ayu sendiri menyusul ke Jakarta kemarin sore. Namun kini mereka sudah pulang kembali ke kampung halaman tercinta. Mereka menitipkan Ayu pada keluarga Kirana. Bahkan mereka sampai bawa dua kambing segala untuk bekal Ayu makan selama tinggal bersama Kirana. Mentang-mentang juragan kambing. Siapa coba yang mau memotong kambingnya nanti?

Gak tanggung-tanggung, Ayu juga dibelikan motor baru supaya dia bebas kesana kemari. Perlakuan yang wah sekali terhadap anaknya ini, bikin iri. Sungguh orangtua idaman setiap anak. Berbeda dengan Kirana yang harus selalu berbagi dengan Nando, adik bungsunya. Giliran Nando yang minta dibelikan ini itu, langsung saja dibelikan. Giliran dia minta ini itu aja jawabnya tar sok ... tar nanti, nasib! Untung bisnis clothing couple onlinenya sukses jadi dia gak selalu ngiri karena perbedaan bentuk kasih sayang itu.

Saat sedang asyik makan, seorang laki-laki berparas tampan dengan rambut belahan duanya, lewat didepan mereka dan duduk di belakang Ayu. Sesaat, Ayu dan Kirana terkesima melihat ketampanan cowok itu.

“Coba deh, lo nengok ke belakang.  Kalau dia senyumin lo, berarti dia suka sama lo.” Bisik Kirana pada Ayu saat cowok itu sedang memesan makanan.

Ayu bergidik,” kurang kerjaan amat sih. Males ah,”

“Nengok bentar aja, kalau lo gak mau, gue gak jadi nraktir nih.”

Ayu berdecak sebal. Namun ia menurut juga apa kata Kirana. Perlahan ia menoleh dan tersenyum pada cowok itu. Tak disangka, pria itu balas tersenyum manis. Ayu terkejut, lalu membalikkan kepalanya dengan cepat. Kirana tertawa cekikikan.

“Kayaknya dia suka sama lo. Udah sih, pepet aja. Lumayan loh, ganteng gitu.” Kirani mengompori.

Ayu menyentil kening Kirana kesal." Lagi males pacaran lagi. Masih sakit hati."

Tawa Kirana meledak mendengar ucapan Ayu.“ Obatnya sakit hati karena cowok ya cari cowok lagi lah. Nanti juga lupa dengan sendirinya.”

“Masalahnya, dimana-mana kalau abis putus, yang diinget pasti manisnya. Jeleknya lupa.”

“Itu sih emang lo nya aja yang gak niat lupain. Dikota itu banyak orang ganteng. Irfan mah lewat. Eh, tuh cowok masih senyum terus loh kesini. Lumayan loh, Yu. Dia ganteng, gak malu-maluin diajak kondangan.”

“Ganteng tapi nyakitin buat apa? Mending biasa tapi dia bucin ama kita.”

“Iye, trus ujung-ujungnya ditinggalin nikah. Hahaha…”

Ayu melempar Kirana dengan tisu didepannya gemas. Kirana ini senang sekali meledeknya. Sepanjang sisa waktu di mal itu, mereka habiskan sisa waktu itu dengan saling mengejek, sampai pengunjung lainnya yang mendengar banyolan mereka, ikut tersenyum ceria. Termasuk pria tampan dibelakang Ayu.

****

Berbekal alamat yang diberikan Kirana dan gps di ponselnya, jadilah Ayu sekarang berdiri di depan bangunan 2 lantai resto Meat&Meats. Restorannya mewah sekali. Dihalaman saja terparkir aneka mobil. Sepertinya milik para pelanggan. Ayu terkesima. Ia belum pernah melihat restoran sebesar dan semewah ini.

Mendadak Ayu merasa tidak percaya diri. Dipandanginya penampilannya saat ini. Rok span hitam sebatas lutut, kemeja putih yang mulai kusut karena naik motor belum lagi mukanya yang kusam akibat terkena terik sinar matahari siang plus debu jalanan. Belum rambut bobnya yang berasa mengembang. Ayu mengeluh dalam hati. Padahal ia sudah menghabiskan waktu nyaris satu jam untuk berdandan tapi penampilannya sekarang kacau lagi.

Seorang security berbadan besar menghampiri Ayu. Ayu menegakkan kembali pundaknya dan tersenyum ramah pada security bername tag Burhan itu.

“Mau cari siapa, Dek?” 

"Saya mau bertemu dengan Pak Zaki. Saya ada janji mau interview."

Burhan menelisik Ayu dari atas sampai bawah. Ayu gugup, ada yang salah ya dengan penampilannya?

“Nama adek siapa?”

“Ayu,”

Security itu menggunakan walkie talkienya. Sesaat ia berbicara entah dengan siapa. Ayu memilih melihat pemandangan disekitarnya yang asri sambil menunggu security itu selesai menelpon.

"Ayo saya antar." Akhirnya Burhan selesai juga menelpon. Ayu mendesah lega.

Burhan melangkah melalui pintu samping menuju lantai 2. Ayu mengikuti dibelakangnya, sambil melirik ke kanan kirinya. Sepanjang perjalanan ke lantai 2 itu, Ayu melihat di lantai bawah banyak waitress sibuk melayani customer yang rata-rata ber jas dan berpakaian modis. Hampir setiap kursi itu terisi membuat suasana terlihat ramai sekali padahal baru jam 11 siang. Tapi bukan keramaian ini yang membuatnya terperangah, tetapi karena yang makan tampak cantik dan tampan, seperti artis sinetron yang ia lihat di televisi. Ayu girang sekali. Kalau begini caranya, ia yakin bisa cepat move on. 

Lantai atas lebih seperti ruang VVIP karena terdapat beberapa ruangan tertutup meski pintunya terbuat dari kaca bening. Bunga-bunga hidup mengisi setiap sudut ruangan. Lampu lampu gantung yang artistik dengan pencahayaanya yang temaram, membuat suasana terasa romantis. Belum lagi ruang terbuka di balkon yang menghadap ke jalan langsung dengan aneka bunga yang menghiasi setiap mejanya. Indah sekali dan sangat artistik.

"Itu ruangannya. Udah ditungguin sama pak Zaki! Masuk aja."

Suara Burhan mengagetkan Ayu yang sedang asyik mengamati keadaan disekitarnya. ia tak sadar sudah sampai diruangan owner restoran ini. Ayu mengucapkan terima kasih. Sejurus kemudian, Burhan kembali turun ke lantai bawah. Meninggalkan Ayu dengan segala keguugpannya yang luar biasa. Dengan jantung berdebar, Ayu mengetuk pintu.

Tok tok tok ...

"Masuk !" baritone suara berat dan maskulin menyahuti ketukan pintu. Ayu terkesima, nada suaranya berkharisma sekali. Apa ia juga seganteng yang Kirana katakan.

Ayu membuka pintu itu perlahan. Yang pertama dilihatnya adalah sofa-sofa kulit coklat kemerahan dengan meja kaca panjang, lalu lemari, sebuah pintu yang tertutup mungkin kamar mandi dan ada glekk ... laki-laki muda dengan sorot mata tajam, alis hitam seperti ulat bulu dan rahang yang tegas. Ayu terkikik dalam hati. Kirana benar, bosnya ganteng banget. Lebih ganteng dari Irfan.

Zaki balas memandang Ayu tak berkedip. Kalau tidak melihat tatapannya yang tajam, mungkin Ayu masih senyam-senyum sendiri karena terpesona. Senyum Ayu perlahan surut melihat tatapan itu. Apa dia marah karena Ayu lancang memelototi ruangannya? Atau karena ia senyum-senyum terus? Aduh, gimana ini? Deg deg deg ...

"Permisi, Pak! Tadi Bapak menyuruh saya masuk !"

"Tentu saja. Masuklah. Kamu Ayu yang ingin melamar kerja itu kan? Temannya Sandy, pacar Kirana?" Tanya Zaki dengan nada dingin.

Ayu mengangguk cepat. Duh lututnya terasa lemas, hanya karena mendengar suaranya yang dingin namun berwibawa itu. Apa dia bakal ditolak ya? Zaki mengulurkan tangannya meminta Ayu menyerahkan amplop lamaran kerja yang dibawanya. Gugup, Ayu maju dan menyerahkan berkas tersebut.

"Duduklah, jangan tegang gitu!"

Ayu pun duduk dikursi di depan meja Zaki. Zaki membuka amplop besar itu dan membaca berkas berisikan informasi tentang Ayu itu beberapa lama.

"Apa kamu pernah kerja sebelumnya?" Zaki meletakkan berkasnya ke atas meja, seraya menyenderkan punggungnya ke kursi. Sorot matanya yang hitam menatap Ayu lekat-lekat. 

"Saya bekerja membantu ibu saya jaga toko kelontong di pasar, selain itu belum pernah!"

"Sudah seumur kamu tapi belum pernah bekerja dimana-mana? Belum pengalaman sama sekali?"

Ayu mengangguk pasrah. Ditolak deh ini mah, gara-gara tidak pengalaman kerja. Tahu begini, dari keluar sekolah dia kerja dulu di pabrik atau dimana gitu.

"Tapi berarti kamu terbiasa hitung menghitung cepat kan?"

.Ayu mengangguk cepat." Iya, Pak,"

Ayu merasa ada harapan. Apalagi suara Zaki tidak sedingin sebelumnya. Sorot matanya pun lebih bersahabat. Fyuuh leganya ...

Zaki tampak manggut-manggut." Baiklah kamu saya terima untuk bagian kasir. Nanti Samuel akan mengajarimu cara menggunakan mesin tellernya."

Ayu cengok, udah segitu aja wawancaranya dan dia langsung diterima? Yee, Ayu berteriak dalam hati. Ia girang sekali. Akhirnya ia bisa mendapatkan pekerjaan.

Zaki menekan tombol intercom, memanggil salah satu karyawannya.

"Samuel ke ruangan saya!"

"Iya, Pak !" 

Zaki menatap Ayu kembali. Menelisik penampilannya dari atas sampai kaki, membuat Ayu salah tingkah.

 "Ke ... kenapa Bapak ngeliatin saya begitu?" Ayu gugup sampai pipinya memerah.

Untuk sesaat pria hedon ini terkesima melihat rona merah di pipi Ayu. Namun ia kembali merubah ekpresinya menjadi dingin.

"Kenapa? Ada masalah? Wajar kan kalau saya mengamati calon karyawan saya. Kalau ternyata ada kekurangan biar diperbaiki."

Ayu tersenyum malu. Ia menunduk menyembunyikan rona merah di pipinya. Tanpa Ayu sadari, Zaki tersenyum samar.

"Omong-omong untuk karyawan yang baru keterima kerja, kamu berani juga ya protes !"

"Maaf, Pak. Ayu gak bermaksud ngelawan Bapak,"

"It's ok. Kamu memang harus berani mengatakan apa yang kamu pikirin. Jangan selalu dipendam, nanti sakit paru."

Ayu terperangah, bosnya bijak sekali. Ayu tersentuh, sungguh!

"Kamu bisa masak ?" Suara Zaki mengembalikan kewarasan Ayu kembali.

"Bisa. Kata emak saya sih enak." Kata a Ifan apalagi. Enak pake banget deeh. Hadeeh, Irfan lagi. move on, Neng!

"Kalau gitu, kapan-kapan saya tes masak ya?"

"Siap, Pak !"

Bersamaan dengan itu terdengar pintu diketuk. Zaki berdehem mempersilahkan masuk. Seorang laki-laki berusia akhir 20 an, berambut tegak berdiri seperti di shagy masuk ke ruangan Zaki. Ia melirik Ayu sekilas, memperlihatkan seulas senyum yang manis dibibirnya.

"Samuel, kamu ajarin dia cara menggunakan mesin di kasir. Dia akan menggantikan Susanna yang mau cuti hamil,"

"Iya, Pak !"

Samuel memberi isyarat supaya Ayu mengikutinya. Ayu berdiri dari duduknya, mengangguk sopan pada Zaki lalu keluar mengikuti langkah Samuel. Zaki memandangi kepergian Ayu sembari tersenyum tipis. Bola matanya tak berkedip memandangi perempuan bertubuh sintal itu sampai akhirnya sosoknya menghilang dibalik pintu. Ia menyeringai.

Manis juga!

~~~*~~~

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Marrygoldie
kak kenapa Ayu gak sama Pak Zaki ja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status