“... Na! Kirana!” panggil Akbar. Berhubung Kirana terlalu larut berkutat dengan hape barunya, Akbar tidak punya pilihan selain menepuk bahunya.
“Aposeh?” tanya Kirana agak sebal, arah matanya tidak bergeser dari layar hape.
“Malam ini film yang kamu tunggu-tunggu udah rilis, loh.” Akbar duduk di hadapan Kirana lalu menopang dagu di atas meja, memasang tampang manis sebagai isyarat untuk mengajak nonton.
“Film apaan ya, yang lagi gue tunggu-tunggu?” Kirana mengingat-ingat, alangkah banyak daftar film yang ingin dia tonton bulan ini. “Oh!” Dia berseru setelah menangkap satu judul. “Dua Garis Polisi! Yang itu, kan? Gue emang nungguin banget tuh film, udah rilis beneran?” Hape dia buka kembali untuk mengecek jadwal tayang bioskop di laman mbah gugel.
“Bener, kan? Gimana kalo kita ajak Mila sama Adam? Kita kencan ganda?” usul Akbar yang langsung bikin Kir
Komputer di meja kerja Kirana masih memutar salah satu video dariyoutuberfavoritnya, Otto Gledek. Meski video itu seharusnya membuat penonton tertawa minimal mesem-mesem, Kirana malah bengong, matanya kosong. Welas yang baru kembali dari toilet mencuil pipi Kirana gemas. "Oi, kenapa lu? Kayak orang patah hati aja. Habis diputusin pacar lu yang punya kafe itu?" Dia menyelidik sambil menggoda."Hah! Kampret lu, Las," senggak Kirana, "lagi bingung nih gue. Udah seminggu gue dianggurin, cuma gara-gara gue ngajak mantan buat nonton bareng," bebernya curhat.Welas duduk anteng di kursinya, ingin tahu lebih lanjut, jarang-jarang Kirana mau cerita soal masalah pribadi. "Trus? Trus? Lu dicuekin pacar lu itu?" Sesekali Welas menyedot kopi dinginnya, menyiapkan diri untuk mendengar drama."Iya! Gue juga dicuekin sama mantan gue, itu yang paling bikin gue stres. Masa seminggu inichatgue kagak dibaca, padahal cuma hal sepele doang."
Mulut Kirana mengakak lebar menertawakan humor yang dilempar Welas sejak keluar dari lift tadi, gara-gara curhat kemarin sekarang mereka jadi mendadak bestfriend. Makan bareng, ngopi bareng, ke toilet bareng, pulang juga bareng seperti saat ini. Baru saja kaki Welas keluar dari pintu, tangannya lekas menyikut Kirana, lalu menunjuk sesuatu dengan bibirnya. Kirana mengikuti arah pandang Welas.Rupanya Akbar. Pria itu melipat tangan di depan dada, menunggu Kirana tidak jauh dari pintu keluar gedung tempat Kirana kerja. “Lu pulang duluan, ya. Biar gue selesaikan masalah gue,” kata Kirana sudah siap amunisi.“Good luckya, Na.See ya!” Welas beranjak, menyetop taksi.Kirana mendekati Akbar yang sedang memandangi jalan dengan muka gelisah. “E-hem! Lagi nunggu gue?” tanya Kirana dingin. Akbar menoleh cepat, wajah kagetnya berubah semringah setelah melihat sosok Kirana.“Iya! Kamu belum juga ba
Kekhawatiran Panji bukan tanpa alasan. Baru sehari pindah, Kirana sudah berulah. Seisi rumah Panji dia isi macam-macam perabot warna-warni. Kirana bohong waktu bilang dia hanya membawa sedikit barang. Nyatanya, dia bahkan rela menghabiskan separuh uang tabungan untuk membeli perabot-perabot modern dari IKEA. Diam-diam dia sudah merancang rumah impian di otak dan rumah Panji jadi korban pertama. Alasannya cukup masuk akal sih, biar suasana rumah terasa lebih berpenghuni, tapi mata Panji sakit, rata-rata Kirana memilih warna yang terlalu cerah, seperti merah muda dan ungu.Sofa tua dia singkirkan, kasur Panji yang sepreinya sudah buluk pun dia ganti dengan seprei baru bermotif bunga mawar. Peralatan masak, makan, semua satu set berwarna pastel. Dinding tak luput diberi sentuhan, jam dinding konyol berbentuk kandang burung, serta hiasan-hiasan dinding norak bertuliskan kutipan motivas(h)i(t) menjadi pilihan Kirana.“Tadah ...!&rdquo
Rencana busuk Kirana mesti dia tunda dulu. Pertengkaran soal interior rumah dengan Panji membuat mereka berada dalam situasi saling diam. Panji tidur di sofa beberapa malam, Kirana membiarkan pintu kamar terbuka supaya dirinya tidak dibayangi-bayangi hantu penghuni rumah, mau mengajak Panji tidur bareng juga dia gengsi. Terpaksalah hampir seminggu mereka mogok bicara. Tapi Kirana tetap melaksanakan tugas sesuai janjinya. Dia bersih-bersih, mulai dari menyedot debu, mengepel lantai, menyapu halaman. Setiap pagi dia juga menyiapkan sarapan, roti tawar selai cokelat kacang kesukaan Panji, dia letakkan begitu saja di atas meja bersama segelas susu hangat sebagai pendorong. Bahkan pakaian di keranjang kotor pun selalu dia cuci setiap dua kali sehari. Badannya lumayan gempor, sebab saat tinggal sendiri dia lebih cuek dan pemalas. Tampaknya semua pekerjaan itu dia lakukan hanya demi merebut perhatian Panji, cuma ingin membuatnya terkesan.Usaha Kirana tidak sia-sia. Ke
Bolak-balik Kirana mengecek jam dinding. Panji pergi sejam yang lalu untuk menjemput Ladia, belum pulang juga. Apa jangan-jangan mereka nongkrong dulu? Atau mereka nostalgia ke rumah lama Panji? Prasangka-prasangka aneh merasuki otak Kirana. Satu hal yang pasti paling mengusik ketenteraman Kirana adalah: Ladia bukan lagi bocah, dia sudah dewasa sekarang, sudah 18 tahun. Bagaimanapun juga, Panji dan Ladia tidak punya hubungan darah, sah-sah saja kalau mereka saling suka. Kirana insyekur, takut kecemasannya jadi kenyataan, takut posisinya digeser daun muda, bunga yang baru merekah.Ketika Kirana sedang gundah gulana sembari menggigiti bibir, sepeda motor tua Panji masuk ke dalam halaman. Bergegas Kirana lari ke luar untuk menyambut pangerannya. Bibir Kirana langsung monyong beberapa senti, Ladia sungguh mekar sempurna. Cewek puber itu sekarang tinggi proporsional, lebih tinggi dari Kirana. Kulitnya kuning langsat, dua bola mata sayu menghias wajah tirusnya, dileng
Viagra bermanfaat untuk mengatasi disfungsi ereksi atau impotensi pada pria dewasa. Oleh karena itu, Viagra atau juga dikenal dengan pil biru sering dianggap sebagai “obat kuat”.Kirana buru-buru menutup laman web yang baru dia baca, selekas orang yang ketahuan kencing di pinggir jalan, malu dan panik. Dia menjerit dalam hati, rupanya Fitri memberi dia obat kuat! Walau tempo hari saat Fitri memberikan obat itu dia sudah memberi kisi-kisi, tetap saja Kirana belum paham sepenuhnya, sekarang dia baru ngeh, tidak dia sangka Fitri memiliki benda seperti itu. Kirana menoleh pada tas sandangnya di atas meja lampu tidur, di situlah tersimpan kunci kesuksesan, sebuah harta karun yang bisa bikin Panji klepek-klepek.Samar-samar suara tawa Panji dan Ladia masuk ke dalam kamar, Kirana bangkit dari ranjang lalu menengok ke luar, tampak Panji dan Ladia sedang membuat vas bunga bersama di halaman belakang. Kirana mengumpat beribu-ribu kal
Kilat menyambar-nyambar di atas kepala Kirana tatkala dia saksikan dengan kedua bola mata hitamnya, Panji sedang duduk berdua bersama seorang perempuan muda yang tak dia kenal. Bajingan betul si Panji, barupergi sebentar menemani Ladia ke Mol, eh dia di rumah sendiri malah asyik-asyik dengan perempuan lain! Kirana meracau dalam hati. Tangan sudah dilipat Kirana di dada, menyiapkan diri untuk aksi cekcok telenovela jilid ke sekian. Tapi perempuan itu malah berdiri dan tersenyum sok ramah pada Kirana.“Ran, ini Raras, temenku dari Malang.” Panji memperkenalkan cewek berambut keriting kriwil itu.Raras?! Itu kan nama mantan yang disebut Ladia tadi! Pekik Kirana dalam hati. Level toleransinya makin berkurang. “Temen?! Atau mantan?!” sambar Kirana.Mata Panji terbelalak. “Kok kamu ...” Kalimatnya menggantung, dia sudah langsung tahu, pasti Ladia yang telah memberi tahu. “L
Gantian sekarang malah Panji yang ngambek. Kirana mencoba mengajaknya bicara baik-baik tapi Panji tak menggubris. "Kamu udah makan?" Kirana terus berusaha membuka topik tapi Panji masih diam. Duh! Nih orang udah kayak cewek ABG lagi mens aja! Kirana menggerutu dalam hati. "Nji~ Dia itu tadi cuma teman kerjaku aja. Bener, kok!" Kirana menjelaskan meski Panji tak bertanya."Kamu bilang tadi ngantuk, ya udah sana tidur, aku masih mau bikin vas bunga pesanan Raras!" Kijang menyahut meski masih dongkol. Nampaknya juga dia sengaja menyebut nama Raras supaya Kirana balik cemburu.Kirana berbalik hendak masuk ke kamar, saat itulah terbit sebuah ide brilian. Obat dari Fitri belum juga dia pakai! Kirana memicingkan matanya penuh arti. Mereka tinggal berdua tanpa gangguan, sedang ngambek-ngambekan, oh! Inilah waktu yang paling tepat untuk melancarkan jurus pil biru! Kirana menelan sukar salivanya. Deg-degan, apa iya dia harus memakai cara nekat begitu?