Share

PANJI ISTIMEWAH! TELURNYA DUA!

Mari selisik sebentar, apa yang istimewa dari Panji? Sampai bikin Kirana cinta mati kewer-kewer padanya. Semua bermula di kelas 12 yang sebelumnya sudah dibahas. Tapi lebih tepatnya di akhir semester pertama. Hari jadwal piket Kirana jatuh di hari selasa. Memang sial, hari selasa diisi orang-orang malas. Bayu dan Raka duo tukang onar, sebelum bel pulang berbunyi, batang hidung keduanya sudah lenyap.

Rasman cuma membersihkan papan tulis, setetes keringat saja tidak keluar dari pori-pori tapi dia sebut itu termasuk piket. Sisanya tinggal Ayudia dan Laksmi, Ayudia beralasan ada les piano yang mendadak, dan teramat sayang kalau dilewatkan. Nah, kalau Laksmi sedang absen. tersisalah Kirana satu-satunya hari itu untuk menyapu sekaligus mengepel seluruh kelas dan teras.

Kirana yang sejatinya memang super lambat selambat keong bisa butuh waktu berjam-jam untuk menyelesaikan semua pekerjaan. Alhasil dia pulang sendirian lewat pukul 3, hanya tersisa beberapa adik kelas yang sedang belajar bersama di lapangan sore sewaktu dia pulang. Kirana menyeret tubuh lelahnya keluar dari pagar. Gedung sekolah tidak berada langsung di dekat jalan besar lantaran mencegah terjadinya kemacetan di jalan saat jam masuk maupun pulang. Untuk sampai ke jalan besar, Kirana mesti melewati sebuah area hijau tempat didirikan sebuah taman dan berisi pohon-pohon besar.

Sepi.

Senyap.

Kirana remaja berjalan sendirian melewati jalan di samping taman yang panjangnya sekitar seratus meter. Karena cahaya matahari dihalangi rimbunnya daun pohon, udara menjadi lebih dingin, juga lebih gelap dan hawa agak-agak mencekam. Ada rumor beredar kalau dulunya taman di depan sekolah ini adalah lahan bekas kuburan, ada banyak hantu populer yang bersemayam di sana, termasuk hantu Nona Kucing, diberi nama seperti itu karena dia dibunuh bersama belasan kucing liar kesayangannya. Mitos itu diperkuat adanya banyak kucing liar yang terus berdatangan ke taman, tak sedikit menjadi penghuni tetap di sana.

Memikirkan soal Nona Kucing, Kirana jadi bergidik ngeri sendiri, dia percepat langkahnya, dan enggan menoleh ke belakang.

"Miauw...." Terdengar suara kucing mengeong. Kirana makin ketakutan. Suara kucing tak kalah tambah banyak, seperti saling sahut menyahut dari balik semak berbunga.

"... Pelan-pelan makannya, sayang!"

Kaki Kirana otomatis berhenti seketika mendengar suara lembut itu mengudara. Dia langsung berbalik badan dan celingak-celinguk, tak ada orang. Keringat mengucur jatuh di belakang punggung sampai ke pinggang. "Keluar lu! Gue gak takut sama lu! Aing macan!!!!" teriak Kirana merasa ditantang hantu. "Jangan lagi-lagi lu coba ganggu gue, ya! Gue rukiah panas-dingin badan lu!"

"WOI BERISIK!!!"

Kepala Kirana langsung menoleh ke sisi kanan, seorang cowok muncul dari balik semak berbunga. Cowok tinggi berkulit gelap itu adalah Panji. Kirana mengucek matanya, memastikan dia tidak salah lihat. "Lu bukan hantu Nona Kucing?" tanyanya polos.

"Emangnya suara gue kedengeran kayak nona-nona?! Ini gue Panji! Temen sekelas lu!" teriak Panji.

Kirana memutuskan mendekat, wajah Panji semakin jelas. "Oh iya, hehe. lu yang duduk di depan meja gue, kan ya?" Kirana mengekeh salah tingkah. Dalam hati dia berharap aksi tololnya tadi belum sempat dilihat Panji. "Kok lu belum pulang? Ada kegiatan apa di sekolah?" Dia b**a-basi supaya yang tadi dia perbuat tidak diungkit.

"Biasa, gue ngasih makan kucing-kucing liar di sini. Makanya sini tengok." Panji mengajak Kirana melompati rumput tinggi.

Kirana menilik sebentar ke seberang rumput sebelum dia memutuskan menaikkan roknya dan melompati rumput tanpa malu. Jelas bisa dia lihat sekarang beberapa ekor kucing kampung tengah menikmati jamuan makan sisa pemberian Panji. Rupanya karena dialah kucing-kucing itu kerap datang. "Jadi ternyata lu nona kucing yang legendaris itu, harusnya tuan kucing, dong!" Kirana mencoba berkelakar.

"Haha," tawa Panji singkat, "gak lah. Ini gara-gara ada sisa nasi bungkus tadi, kok." Panji mengamati Kirana yang terlihat kusut. "Lu sendiri kenapa pulang sore?"

"Oh, gue baru habis piket, sih." Kirana menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.

"Mau pulang bareng?"

Pipi Kirana merona tomat, untuk pertama kalinya ada cowok yang mengajak dia pulang bersama. “Lu pake motor atau mobil?” tanya Kirana malu-malu.

“Naik angkot, sih.”

Gubrak!

Yeee, malih, sungut Kirana dalam hati, ngajakin pulang bareng tapi naik angkot, imbuhnya dalam hati. Walaupun konyol, dua remaja itu berakhir pulang bersama menumpang sebuah angkot. Kebetulan juga arah rumah mereka sama. Panji turun duluan, rumahnya berada tepat di pinggir jalan raya, dari sana Kirana bisa tahu rumah Panji.

Sejak hari itu mereka terbiasa pulang bersama naik angkot. Tidak romantis, tapi Kirana tetap suka, dia menyenangi sifat terbuka Panji serta celetukan-celetukan isengnya. Awal-awal semester padahal mereka sangat jarang berkomunikasi, Kirana sempat takut melihat Panji yang ber-imej seram. Tapi sekarang keduanya perlahan menjadi teman, Panji tidak seseram yang dia kira.

Walau tidak seram, tapi Panji kuat, tubuh besarnya berfungsi dengan baik. Pernah satu hari ketika mereka berjalan bersama, seorang kuli proyek yang sedang mengaduk semen menyiul Kirana. Emosi Panji seketika membara, tanpa pikir panjang dia menghadiahi pipi kuli tersebut dengan bogem mentah. Perkelahian hebat terjadi, hampir saja Panji dikeroyok kuli yang lain, untung mandor segera melerai. Panji selamat, namun ujung bibirnya sempat pecah kena pukulan.

“Lu sih! Ngapain coba belagu nantangin kuproy! Lu kagak liat itu badan mereka segede apaan?!” bentak Kirana sambil pelan-pelan menempelkan plester di atas luka Panji.

“Ya gue juga gak terima lu dilecehin begitu! Emangnya lu seneng disiul-siulin mereka?” Panji masih kesal, mukanya cemberut.

“Ya gak lah, tapi kan bahaya buat lu!”

“Gue gak suka ngeliat perempuan direndahin, apalagi lu temen gue. Manusia kayak gitu mesti dikasih pelajaran!”

Kirana diam-diam tersipu mendapat perlakuan istimewa dari Panji. Dia bukan hanya sayang kucing terlantar, dia juga pelindung kaum perempuan, he is a pussy lover bangetlah pokoknya. Lama-lama sosok Panji makin istimewa di mata Kirana. Ibarat ketoprak, dia yang memakai dua karet, jikalau mi rebus, dia yang pakai telur dua. Istimewah!

Lambat laun cinta Kirana mulai berubah jadi cinta buta. Segala hal tentang Panji di matanya jadi lebih indah. Contoh kecilnya, saat teman-teman sekelas pergi berkaraoke bersama merayakan ulang tahun ketua kelas. Singkat kata, suara Panji bisa bikin bayi baru lahir masuk ke rahim ibunya lagi, teman-teman sekelas pada buyar sambil tutup telinga, hanya tinggal Kirana yang mendengarkan sambil senyum-senyum bak seorang afganistan, eh, afganisme mendengarkan Afgan bernyanyi.

Puncaknya, ketika Panji terlibat pertengkaran hebat dengan murid dari kelas lain, semua menyalahkan Panji, dan memang salah Panji sebetulnya. Keributan itu dipicu hal sepele, cuma karena tidak sengaja bersenggolan. Bisa ditebak, Kirana maju mati-matian membela Panji. Dia rela pasang badan menghadapi rombongan rival yang ingin melabrak Panji.

Keanehan sikap Kirana yang terlalu bias akhirnya diprotes oleh Mila (Oya, Mila adalah teman sebangku Kirana waktu itu).

“Sah-sah aja sih lu suka sama dia sampe level hard. Tapi, Na, sikap lu terlalu berlebihan. Kalo emang dia salah, ya salah aja, jangan dibela dong!” Mila yang waktu itu belum tahu dandan, dan masih bergaya seperti cabe-cabean generasi 2010, melancarkan ocehan secepat 60km/jam.

“Menurut lu dia salah?! Dia tuh cuma bela diri, Mil!”

Please, deh. Dia kasar duluan, Na! Lu ini lagi dimabuk efek jatuh cinta! Gue ngerti, ini semua karna lu ngeliat sosok bokap lu ada di diri dia, kan? Jadi lu merasa dilindungi.” 

Ucapan Mila barusan berhasil membuat Kirana teringat ayahnya. Sudah lima tahun mereka tidak bertemu, terakhir hanya terhubung telepon bulan lalu. Perubahan air muka Kirana membuat Mila jadi merasa bersalah.

“Maaf, Na, bukan maksud gue ngebahas soal bokap lu ...” Mila menepuk-nepuk bahu Kirana.

“Lu bener kok, Mil. Mungkin memang gue ngeliat diri ayah gue ada di diri Panji.” 

Untuk sesaat Mila bisa menarik napas lega, dia kira akhirnya Kirana sadar. Tapi ujung kalimatnya pahit, “Karena itu, gue jadi makin yakin buat nembak dia!”

Mila menepuk jidat. Bukannya menyadarkan Kirana malah dia membuat jalan asmara buta Kirana makin mulus. Dalih Kirana sih begini: “Kurang beruntung gimana hidup gue? Bisa menemukan sosok pengganti bokap di diri Panji. Dia sempurna banget buat gue yang hina ini!” 

Cenderung buru-buru, tapi Kirana dan Panji berakhir jadian. Kirana senang setengah mati cintanya disambut. Dia mulai berkhayal kisah mereka akan berakhir di pelaminan seperti pasangan-pasangan populer di sosial media yang suka membuat iri (hestek kapel gols). Padahal dia bahkan tidak tahu bagaimana perasaan balasan Panji, pokoknya yang penting mereka jadian.

Menurut hukum kimia, reaksi jatuh cinta yang disebabkan oleh dopamin, akan menurun setelah 4 bulan. Dimulailah perselisihan. Kirana bukannya tidak cinta lagi pada Panji, menurut alat ukur cinta miliknya, dia masih cinta bombardirduar pada Panji tapi setelah 4 bulan berlalu, dia mulai waras. Dia tidak lagi membenarkan semua sikap Panji. Kalau menurutnya yang dilakukan Panji adalah salah, dia mulai berani mengambil sikap dan menentang. Dimulai lah cekcok-cekcok kecil berbuntut panjang.

Kalau Panji punya ego setinggi gunung, maka Kirana punya ego setinggi awan. Pertengkaran demi pertengkaran silih berganti terjadi. Panji sulit mengendalikan amarahnya kalau sudah terlanjur menyala, berkali-kali lidahnya menyakiti Kirana. Sempat terbersit di hati Kirana untuk meminta pisah, tapi dia takut tidak bisa mendapat pelindung seperti sosok Panji lagi, dirinya sudah terlanjur membutuhkan Panji. Dia bertekad untuk mengubah Panji menjadi pribadi yang lebih tenang (padahal sendirinya jauh dari kata tenang), demi cinta yang diharapkan bisa berakhir sampai pernikahan seperti di film-film.

Namun sebelum keinginannya terwujud, Panji menghilang. Tanpa jejak. Begitulah bagaimana kisah mereka berakhir. Panji yang datang dengan cara istimewa itu pergi dengan cara istimewa pula. Mungkin karena tak ada kata pisah, Kirana jadi merasa hubungan mereka belum selesai. Gantung dan ketidak-pastian Panji itulah yang membuat Kirana terjebak dalam rasa penasaran berujung penantian.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status