Share

bab 34

Author: Mariahlia
last update Last Updated: 2025-01-29 07:41:16
Doni akhirnya terpaksa menerima konsekuensinya, dirinya harus mencicil biaya pengobatan pak Danto, karena pria itu terluka parah.

Beruntung dirinya masih di berikan keringanan untuk mencicilnya, kalau saja tidak, entah darimana Doni uang, mungkin dirinya saat ini sudah masuk penjara.

Hari demi hari di lewati oleh mereka seperti beban yang menumpuk di pundak mereka. Bahkan tidak ada kebahagiaan lagi yang hadir di hidup mereka. Hanya sebuah penderitaan yang datang silih berganti terus memutari kehidupan mereka.

Kemuning menangis saat mendengar penolakan yang kesekian kalinya dari Joko . Pria itu bahkan dengan enteng nya mengatakan jika akan menikab dengan orang lain, jauh lebih cantik bahkan kaya raya . Tidak seperti Kemuning yang hanya gadis miskin saja .

"Enggak usah nangis , mending sana kamu pulang , urusin itu ibuk kamu yang cacat . " Celetuk Joko mengusir Kemuning .

Ya saat ini Kemuning datang ke rumah Joko, dan meminta pertanggung jawaban lagi pada laki-laki itu . Tap
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 57

    Suara dentuman sepatu hak Ayudia di lantai marmer terdengar cepat, menggema di ruang tamu yang terlalu luas untuk hanya diisi oleh dua orang. Dadanya naik turun, napasnya memburu. Ia berdiri di hadapan Darma Wijaya seperti seorang jaksa di ruang sidang, menuntut kebenaran yang selama ini disembunyikan. Pria itu terdiam sejenak. Wajahnya yang selalu tenang kini sedikit berubah, terlihat ada retakan di balik topeng wibawanya. “Ayudia… kamu kenapa bicara seperti ini?” tanyanya pelan, mencoba mengontrol situasi. “Kenapa?!” Ayudia hampir berteriak, suaranya bergetar. “Karena aku baru tahu Papi ternyata mengancam Arthayasa. Papi sengaja menjauhkan dia dariku, kan?!” Darma mengerutkan kening. Senyum kecil yang tadi tersisa di wajahnya kini benar-benar hilang. “Dia… cerita apa ke kamu?” Ayudia melangkah maju, menunjuk papinya dengan jari yang gemetar. “Jadi benar? Papi paksa dia buat jauhin aku? Papi pikir aku nggak punya hak untuk tahu? Papi pikir aku nggak cukup dewasa untuk ngert

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 56

    Suara jangkrik mendominasi malam itu. Ayudia berdiri kaku di balik semak di depan gudang kecil itu, menahan dinginnya udara desa yang menusuk kulit. Nafasnya berat, bukan hanya karena udara dingin, tapi karena hatinya berdegup seperti gendang perang. "Janjiku sama dia… kalau aku melanggar… maka aku dan kedua orang tuaku akan habis." Kalimat itu menancap di telinganya seperti paku. Janji? Dengan siapa? Ayudia menatap lebih lama. Sorot mata Arthayasa yang biasanya tegas kini terlihat begitu rapuh. Bahunya yang bidang tampak jatuh, seperti menahan beban yang tidak bisa dibagi ke siapa pun. Ayudia ingin masuk, ingin bertanya, ingin menuntut penjelasan. Tapi kakinya seolah menolak bergerak. Apa maksudnya? Apa yang sebenarnya terjadi? Tangannya mengepal. Ia sudah cukup lama menahan rasa penasaran ini. Malam ini, ia tidak akan mundur. “Tok… tok… tok.” Arthayasa terlonjak kaget ketika mendengar pintu gudangnya diketuk. Suaranya pelan, tapi di keheningan malam terdengar jelas.

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 55

    Ting Ting Ting Suara notifikasi pesan masuk, membuat Arthayasa yang sedang tiduran di ranjangnya menoleh. Pria tampan itu melirik sekilas, lalu mendesah kasar. Tangannya terkepal sempurna. Ia tau siapa yang mengiriminya pesan beruntun itu. Ia memejamkan kedua bola matanya, lalu menghela nafasnya kasar. Tangannya mengambil ponselnya, lalu membuka pesan itu. Darma Wijaya..|Kamu bahkan tidak lupa dengan janji yang kita buat||Jangan melewati batas kamu, Arthayasa! Kamu bahkan tau siapa saya!||Ingat! Tetap jauhi putri saya!|Arthayasa mendesah, matanya meredup. "Maafkan aku, Ayudia..." * Senja di desa selalu datang lebih cepat dibandingkan di kota. Saat warna jingga mulai menguasai langit, suasana berubah tenang, bahkan terlalu tenang. Ayudia menatap keluar dari jendela kamarnya, mencoba merangkai semua puzzle di kepalanya tentang Arthayasa. Arthayasa… Nama itu terus berputar-putar di kepalanya, menolak pergi. Sejak pertama kali pria itu masuk ke kantor ayahnya di kota, ia

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 54

    Senja turun perlahan, membawa aroma khas desa—paduan wangi jerami basah dan asap dapur kayu bakar. Burung-burung kecil mulai pulang ke sarang, dan suara jangkrik sudah terdengar di sela-sela rumput. Dari teras rumah nenek, Ayudia menatap ke arah sawah yang mulai sepi. Siluet Arthayasa masih ada di sana, berdiri sendirian di pematang, menatap langit jingga dengan raut yang sulit ditebak. Ia menggigit bibir. Ada dorongan aneh dalam dirinya—ingin tahu apa yang dipikirkan pria itu. Ingin tahu mengapa wajahnya selalu terlihat begitu… berat. “Kenapa kamu kayak bawa beban dunia, sih, Thaya?” gumamnya lirih. “Ayu.” Suara nenek mengejutkannya. Ayudia menoleh cepat, mendapati nenek berdiri di ambang pintu sambil membawa secangkir teh. “Jangan sering-sering ke sawah kalau cuma buat liatin anak itu.” “Aduh, Nek… aku nggak liatin dia kok,” Ayudia buru-buru menepis, meski pipinya memanas. Nenek menghela napas, duduk di sebelahnya. “Desa ini kecil, Nak. Kalau kamu sama Arthayasa sering keliha

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 53

    Pagi di desa itu kembali menyapa dengan cahayanya yang keemasan. Embun masih menggantung di ujung daun padi, menambah keindahan hamparan hijau yang kini mulai menguning. Ayudia berdiri di teras rumah nenek, menggigit bibir sambil menatap ke arah sawah yang kemarin sempat membuatnya jatuh. Celana panjang putihnya yang masih bernoda lumpur sudah dicuci bersih, tapi rasa malu kemarin masih terasa menempel di pipinya."Gosip bodoh… orang-orang itu memang nggak ada kerjaan selain ngomongin orang," gerutunya dalam hati.Namun sebenarnya, ada sesuatu yang membuatnya tidak tenang—wajah Arthayasa. Dingin, datar, tapi diam-diam selalu ada di kepalanya. Ia ingat betapa hangatnya tangan pria itu saat menolongnya kemarin, meski hanya sebentar."Ah, Ayu… kenapa sih mikirin orang kayak dia?!" Ia menepuk-nepuk pipinya sendiri, mencoba mengusir bayangan itu.Tapi seperti biasa, rasa penasarannya menang. Ia ingin ke sawah lagi. Ingin belajar lebih banyak. Dan—meski tidak mau mengakuinya—ingin bertemu A

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 52

    Pagi berikutnya, ayam jago nenek berkokok lebih keras dari biasanya, seolah sengaja mengganggu tidur Ayudia. Gadis itu menggeliat malas di ranjang, menarik selimut sampai ke kepala. “Aduh… ini kenapa jam segini udah ribut banget…” gumamnya sambil menutup telinga.Namun nenek tak memberi kesempatan ia bermalas-malasan. “Ayu! Bangun! Kalau mau ikut ke sawah, sekarang waktunya. Nanti kesiangan.”Ayudia mendesah. “Ke sawah? Nek, panas lho…”“Belajar itu jangan setengah-setengah. Kamu kan kemarin sudah mulai belajar metik daun singkong, sekarang coba ikut nenek ke sawah. Lihat padi yang mau dipanen.”"Sudahlah nek, biarkan saja dia. Dia itu memang pemalas! Jangan suruh-suruh dia. Biar saja dia tidur. Atau tidak nenek suruh pulang saja dia ke kota!" Teriak Arthayasa, suaranya menggelegar di penjuru rumah itu. Nenek geleng-geleng kepala, ia tau cucunya tidak benar-benar ingin mengatakannya. Ayudia mengerucutkan bibir. Ia tidak terbiasa dengan pekerjaan desa, tapi rasa penasaran membuatnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status