Share

5. Kesempatan Buat Rara

Tok.....tok.....

Jari jemari yang hanya bergerak pada atas meja untuk memantulkan bunyi.

"Huuuuhhh."

Helaan nafas lelah yang sudah terlalu banyak abah lakukan. Entah apa lagi yang harus dilakukan. 

"Eum..maafin Umi ya, Bah," pinta umi memohon hati-hati dari seberang meja.

"Seharusnya Abah yang minta maaf. Kalo waktu itu Abah gak ngebentak Rara, pasti sekarang gak akan begini. Abah minta maaf ya, Mi," tutur Abah.

"Dan gak seharusnya juga Umi ikutan ngambek. Umi minta maaf ya, Bah." 

Umi dan abah saling memandang dari sebrang meja, "iya, udah dimaafin," ucap umi dan abah secara bersamaan.

Merasa hal seperti itu jarang terjadi, umi dan abah menjadi terkekeh sendiri menanggapi perlakuan mereka bersamaan.

Abah melihat sekelilingnya. "Sekarang apa lagi yang ada. Isi kulkas abis, nasi gak ada, roti gak ada, jajanan gak ada. Sekarang dapur jadi sepi begini," keluh abah ketika melihat rak-rak yang tak berpenghuni lagi.

"Ya, kan udah habis semua karena Abah masukinnya semuanya." 

"Abah masukin apa yang Umi sodorkan. Umi nyodorin semua jadinya Abah masukin semuanya, lah," protes abah.

"Udah lah. Abah gak usah salah-salahin Umi." 

"Memang, Abah gak akan pernah membuat Umi salah. Karena perempuan selalu benar," sindir abah yang berhasil membuat munculnya wajah percaya diri umi.

"Lagipula, Bah. Ini cara satu-satunya supaya anak kita yang mengurung diri itu bisa makan. Kan lebih baik anak kita yang makan," jelas umi.

Abah manggut-manggut mengiyakan.

"Umi gak mau, niat baik kita akan menjadi penyakit bagi anak kita," lirih umi.

"Sama. Yang Abah inginkan adalah Rara belajar karena Allah. Buat apa kita hidup di dunia, jika bukan untuk mendapat pahala sebagai bekal ke Akhirat. Andai saja kita melakukan ini sedari dulu, sebelum Rara ke kota." 

"Dan buat apa kita hidup di dunia sebagai orang tua, jika bukan untuk membahagiakan anak-anak. Jangan sesali mala lalu, tapi lakukan yang terbaik untuk anak kita, agar kita tak menyesal nantinya," sahut umi.

Abah menghela napas. "jika memang itu yang membuat Rara bahagia, Abah akan membiarkannya. Namun tetap mengawasinya."

Abah beranjak dari kursi untuk pergi meninggalkan dapur. Tak lupa untuk meneguk segelas air putih yang ada di atas meja.

•••••

Fyuuhh..!

"kok gak ada ya suara Abah? Haaaaa...Abah mah, gitu!" rengek Rara seraya mengguling-gulingkan badannya di atas kasur.

Ya, sedari tadi Rara setia menunggu Abah. Padahal abah yang menunggunya keluar. Huh! Rara dasar payah!

Ting!

Umi❤

[Rara, Umi udah cape nih ngetok kamar kamu. Kamu keluar dong.]

Terkirim✔

Rara menatap layar ponselnya dengan sendu. Apakah aksinya tidak berhasil? Apa dia harus menyerah sekarang? Rara rasa ia takkan bisa melawan abah. Apa rara sudahi saja ini semua? Dan ini hanya akan membuat orag tuanya tambah repot. Toh Rara sekarang tak bisa apa-apa. Energinya habis terkuras. Melihat banyaknya makanan di lantai membuat Rara semakin pasrah.

Ceklek.

Dua sejoli yang tengah bergulat dengan pikiran mereka masing-masing sontak menghadap ke arah suara.

Kamar Rara terbuka. Hal itu membuat umi dan Abah tersentak bahagia dan segera masuk untuk menemui anak mereka.

Umi yang dahulu masuk terlihat terkejut dengan makanan yang berserakan. Sepertinya makanan itu jatuh begitu saja tanpa ada yang menyentuhnya.

Umi merentangkan kedua tangannya untuk memeluk Rara. "Alhamdulillah, akhirnya Allah masih memberikan Umi rezeki. Sehingga Umi dapat melihat anak Umi yang cantik ini," tutur umi. Umi menangis terharu. Tak dapat ia bayangkan ia membiarkan anaknya kelaparan.

Rara menatap umi dan abah tanpa ekspresi. "Rara baik-baik saja."

"Sekarang kamu makan ya, Nak. Makan yang banyak," pinta umi pada Rara.

"Pasti. Rara pasti makan. Rara juga pasti akan menuruti permintaan Abah," ucap Rara pasrah.

Umi diam seketika. Umi juga tak tau apa pikiran abah.

Abah berjongkok menghadap Rara yang duduk di atas ranjang. "Kamu ngapain pake acara mogok makan segala? Tingkah kamu yang ini seperti kanak-kanakkan," ucap Abah pada Rara yang berhasil membuat Rara terisak kecil.

"Kamu terlalu membesarkan masalah. Kenapa kamu gak bicara baik-baik ke Abah. Abah gak akan menghukum kamu. Kamu anak Abah. Abah sayang sama Kamu," tutur Abah.

Isak Rara semakin kuat kala ia menundukkan kepalanya. Rasa lapar yang membuat perut sakit, ditambah dengan omelan yang abah tuturkan, membuat Rara semakin merasa bersalah.

Abah menyentuh dagu Rara untuk menatap abah. Abah tersenyum melihat pipi Rara yang basah. "kamu jangan marah sama Abah."

Rara menggelengkan kepalanya kuat dengan air mata yang terus bercucuran.

Abah mengusap air mata Rara. "Abah akan kasih kamu kesempatan." 

Rara sontak berhenti berisak. Perkataan abah seakan-akan mengubah takdir Rara. Rara memandangi wajah abah guna mencari kebohongan dari raut wajah abah. Namun tak ada. Apa abah serius?

"Ya. Abah akan memberi kamu kesempatan untuk kamu kuliah," jelas abah.

Apakah ini nyata? Atau Rara sedang bermimpi untuk menghayalkannya. Oh tidak! Jantungnya masih berdetak sangat kuat. Ya ini nyata.

Rara langsung berhambur ke pelukan Abah dengan senyum bahagia. Isakannya kembali terdengar kala ia memeluk abah. 

"Abah, Rara minta maaf. Rara janji gak bakal ngulangin ini lagi. Rara janji Bah." ucap Rara disela tangisnya.

Abah mengecup puncuk kepala Rara yang berada dalam dekapannya. "Abah sayang Rara."

Umi yang melihat adegan yang terjadi dihadapannya, ikut menangis haru. 

"Tapi, ada syaratnya." 

Rara sontak melepaskan pelukannya dan menatap abah.

"Syarat? Syaratnya apa?" tanya Rara penasaran. 

Abah menghela napas. " Syaratnya adalah. Abah akan membiarkan kamu kuliah, membiarkan kamu belajar di Kampus, mengejar cita-citamu. Namun apabila nantinya kamu merasa kesulitan kuliah, kamu capek, atau kamu ada masalah ketika di Kampus, kamu gagal, kamu akan Abah kirim ke Pesantren. Dan kamu tidak akan melawan dan setuju," jelas abah.

Rara berfikir ini tidak terlalu sulit baginya. Rara sungguh ingin kuliah. Tiada kata main baginya. Yang harus Rara lakukan hanyalah fokus.

"Deal." 

•••••

(Welcome to General Technical University)

Sebuah gedung besar bertingkat, area yang luas, fasilitas yang lengkap. Hmm..sangat menggiurkan.

Rara memandangi ke segala arah. Ini Kampus yang besar. Sejauh Rara memandang hingga berputar-putar pun bangunan ini sangat luas.

Rara melihat seorang wanita berkacamata sedang berjalan ke arahnya. Dengan jiwanya yang percaya diri, Rara mulai berjalan mendekatinya.

Banyaknya manusia yang berlalu lalang tak membuat Rara kehilngan kefokusanya menatap si wanita.

Ketika jarak mereka tinggal selangkah lagi, mereka berputar Badan untuk mengibaskan rambut mereka yang indah secara bersamaan. Kemudian diakhiri dengan menyatukan kedua tangan mereka secara bersamaan.

Toss..

"Hahahhahaha..." 

Tawa mereka pecah kala saling memandangi. Liya yang sok' gaya itu kemudian merangkul bahu Rara untuk berjalan bersama. Yaps. Rara akan mulai masuk ke Kampus impiannya mulai hari ini. Pastinya sudah terlebih dahulu mengisi formulir secara online. 

"Selamat siang dan selamat datang di Universitas Teknik Umum," ucap seorang lelaki yang sudah mulai tua.

Semua orang bertepuk tangan menyoraki kebahagiaan mereka. 

"Ini adalah tempat pendidikan teknik umum bagi segala kalangan teknik. Di sini kami memberikan wadah untuk kalian semua berkembang dengan bakat dan kemampuan kalian semua," lanjutnya.

Semua orang yang berkumpul kembali bersorak ria.

"Marilah kita bersatu untuk menciptakan makhluk yang berpendidikan."

Semua orang yang berada di tempat diminta untuk berpegangan tangan untuk mendobrak tali pita yang telah terikat sepanjang panjangnya secara bersamaan. Untuk segera memasuki bangunan yang masih terhalang pagar.

"Dengan ini saya mengucapkan gerbang resmi dibuka."

Akhirnya tali terputus dan gerbang terbuka lebar, membiarkan para manusia itu berlarian untuk masuk.

Ahh..ini baru permulaan. Akan sangat banyak hal yang menyenangkan nantinya.

Kini Rara dan Liya sedang berjalan menelusuri sudut demi sudut. Senyuman manis terus terpancarkan dari wajahnya. 

Berselfie menjadikan ide terbaik saat ini. Taman yang indah, pepohonan yang rindang. Suasananya sejuk dan nyaman.

Rara dan Liya memilih membeli minuman dan beberapa cemilan, dan memilih untuk duduk di kursi yang berada di bawah pohon.

Menikmati minuman segar pas sekali dengan cuaca yang sedang panas.

Tiba-tiba seseorang menghampiri mereka. Dan menyodorkan sesuatu pada Rara.

Rara yang mengetahui kedatangan Seseorang segera mendongakkan wajahnya untuk menelusuri manusia yang ada di hadapannya, dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Seorang lelaki yang tak dikenalinya, separuh wajahnya tertutupi dengan topi yang dipakainya, bertubuh tinggi, tengah menyodorkan sesuatu padanya.

"Hah! Inikan punyaku. Kenapa ada di anda?" tanya Rara seraya meraih cepat gelang tangannya yang berada di tangan si cowok.

Setelah menyerahkannya pada Rara, tanpa sepatah kata lelaki itu segera berbalik badan untuk pergi, namun Rara mencegahnya.

"Tunggu!" teriak Rara.

Lelaki itu menghentikan langkahnya.

"Anda siapa?"

•••••

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status