Share

7. Teman

"Selamat pagi semuanya. Maaf mengganggu waktunya sebentar."

Pagi hari ini ada yang kedatangan beberapa cowok yang masuk ke kelas yang dihuni oleh Rara.

"Pagi, Kak," ucap semua orang serentak.

"Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri saya. Saya Ardhiansyah," ucap seorang cowok memperkenalkan dirinya.

"Saya Randi Mahesa," lanjut seorang cowok lainnya.

"Saya Reza."

"Hari ini ada pemberitahuan, bahwa dosen yang akan masuk ke kelas kalian di jam pertama tidak jadi masuk, dikarenakan sedang sakit. Jadi, di jam pertama ini kalian boleh ke luar kelas. Terimakasih." ucap Ardhi memberitahu.

Setelah selesai berbicara, ketiga cowok itu beranjak pergi dari kelas diiringi dengan banyaknya wanita yang menyorakinya. Mereka saling berdesakkan untuk mengerumuni ketiga lelaki itu, walaupun hanya sekedar berfoto atau pun meminta tanda tangan.

"Aaaaa! Omaygatt!"

Rara menutup rapat kedua telinganya. Ia tak tahan jika harus mendengar teriakan Liya yang tak berfaedah itu.

"Omaygat! Omaygat! Omaygat!" jerit Liya dengan suara lebay nya.

Rara tak menghiraukan Liya dan tetap duduk manis di kursinya. Liya mengajak Rara ke luar untuk bergabung bersama orang-orang yang beramai-ramai keluar ruangan yang mengekori ketiga cowok tersebut.

"Mereka siapa, sih?" tanya Rara pada Liya.

"Yaampun Rara, hari gini lo masih nanya. Nih ya, mereka itu senior paling favorit di kampus kita ini," ucap Liya memberitahukan. "Dan dari ketiga cowok itu, cowok yang bernama Reza itu katanya terkenal sombong dan angkuh. Tapi, cewek paling banyak klepek-klepek sama dia," sambung Liya.

"Tuh, liat! Ketampanan mereka itu gak ada lawan, ganteng banget!"

Liya membawa kertas dan pulpen dan berjalan menemui ketiga senior itu, "Hai kak. Boleh minta tanda tangannya, gak?" tanya Liya tersenyum manis seraya menyodorkan kertas dan pulpennya pada si cowok.

Mata Rara membulat sempurna, apa-apaan Liya ini! Dia mengajak Rara berdesakkan hanya untuk meminta tanda tangan. Membuat malu saja!

"Hmm, sekalian sama temennya?" tanya kak Ardhi kepada Liya seraya menatap Rara.

Sebelum Liya menjawab Rara terlebih dahulu menjawab, "Gak usah! Terimakasih." 

"Oke."

Setelah mendapatkan tanda tangan Ardhi, selanjutnya Ardhi memberikan kertas dan pulpennya pada Randi. Selanjutnya Randi memberikan kertas dan pulpenya pada Reza. Namun, bukannya menerima kertas yang diberi Randi, Reza malah berdecih memandangi kertasnya dan pergi meninggalkan kedua temannya.

Ardhi dan Randi saling memandang. Mereka tak heran jika sikap Reza seperti itu. Toh, ini juga bukan hal yang penting.

Setelah Liya mendapatkan tanda tangan dari senior, Rara segera pergi. Ia merasa mual melihat tingkah wanita yang menurutnya lebay. Menurutnya ketiga cowok itu tidaklah tampan. Tapi, hanya senior biasa saja. Sama seperti cowok lainnya.

Rara berjalan menuju kantin. Ia lebih baik mengisi perutnya yang kosong sebanyak-banyaknya. Di kantin tidak terlalu banyak orang. Sehingga, Rara bisa mendapatkan meja untuk duduk.

Rara memilih-milih makanan yang ingin ia beli. Ia melihat roti keju yang tersusun rapi di sampingnya. Dilihatnya, banyak orang-orang yang membelinya.

Rara menatap seorang lelaki bertopi disebelahnya yang meraih roti keju. Setelah membayarnya, lelaki itu pergi meninggalkan kantin.

"Kenapa banyak banget yang suka keju?" monolog Rara.

Tak ambil pusing, ia segera membeli roti cokelat kesukaannya dan segera pergi meninggalkan kantin. 

Rara berjalan santai menuju taman seraya menenteng belanjaannya. Rara memilih untuk duduk di bawah pohon seraya memakan jajanannya.

Di sela-sela makannya, Sesekali Rara memandangi setiap orang yang berlalu lalang di depannya. Dia menuliskan setiap warna dan merk baju yang orang-orang kenakan, tak lupa untuk menuliskan ukurannya. Ya, Rara akan mulai mengerjakan tugas awalnya, yaitu memperhatikan fashion apa yang paling banyak disukai orang-orang.

Setelah selesai makan, Rara merapikan alat-alatnya dan menaruhnya ke dalam tas, kemudian beranjak pergi memasuki kelas.

"Rara!"

Liya berteriak sekencang mungkin saat melihat kedatangan Rara. Liya terus tersenyum senang sedari tadi.

"Apaan sih, kaya ada gempa aja!" cetus Rara.

"Iya, gempanya itu ada di jantung gue ini," ucap Liya seraya menyentuh dadanya.

Liya menaruhkan tangan Rara ke dadanya, "Tuh! Gempa nya kencang banget! Dag dig dug dug dug!" ucap Liya seraya memajukan kepalanya berulang kali.

Rara menarik kembali tangannya, "Dih! Gempanya di badan lo, tapi guncangannya sampe ke gue!" kesal Rara seraya berjalan menuju kursinya.

"Yaiyalah. Lo harus tau gue deg-degan gini karena, gue dapet nomor w******p nya Kak Ardhi," ucap Liya seraya tersenyum girang.

"Yaelah, gitu doang."

"Gitu doang? Lo gak tau, sih, sesusah apa gue dapet nomor whatsappnya."

"Lo tuh! Udah punya pacar masih aja ngejar cowok lain!" omel Rara.

"Apaan, sih! Siapa juga yang ngejar, gue cuma minta nomor whatsappnya buat nambah kontak. Bukan apa-apa, kok'," sahut Liya.

"Terserah."

•••••

Liya melambaykan tangannya saat menaiki motornya, "Dadaahh.."

Rara tersenyum dan membalas lambayan tangan Liya, dibarengi dengan roda motor yang dikendarainya berputar berjalan meninggalkan kampus.

Jam kuliah telah habis, kini saatnya pulang ke rumah. Namun, Rara berencana akan ke toko buku sekedar membaca walaupun gak beli, hehe..

Sembari menunggu jemputan datang, ia berjalan menyelusuri pinggir jalan. Tak jauh dari kampus, Rara melihat toko buku yang sedang buka, segeralah Rara berjalan ke arah toko.

Di dalam toko ada seorang lelaki, sepertinya dialah pemiliknya. Namun, si penjual terlihat sedang memainkan kameranya, sepertinya dia sedang merekam suasana di tokonya. Terlihat kamera yang terus berada pada wajahnya.

Rara sudah berada di depan toko. Ia sengaja menunggu si pemilik toko selesai dengan aktivitasnya.

Si pemilik toko tersentak kaget dengan adanya sosok wanita yang terlihat di kameranya. Ia terlihat gelalapan saat menyingkirkan kamera dari wajahnya, tak lupa untuk menekan tombol of pada kamera seraya terkekeh.

"Sepertinya anda sedang sibuk, Pak," terka Rara.

"Eh, saya tidak terlalu sibuk, anyway saya masih muda. Memang, saya sudah bekerja tapi, umur saya baru 19 tahun."

"Oh, begitu."

Rara meraih buku yang berada di rak depannya, dia membuka lembaran demi lembaran buku yang dipegangnya.

"Iya, begitu. Saya pernah terpikirkan untuk kuliah, tapi ada sesuatu yang memang mengharuskan saya bekerja," ucap si pemilik toko.

"Ya, aku tau."

Si pemilik toko tampak berfikir, "Kamu tau dari, mana?" tanyanya.

Rara mengacungkan buku yang dipegangnya, "Di sini ada biodata penulisnya."

"Oh, benar juga. Silahkan dilihat dulu mana yang bagus," tawar si pemilik toko.

"Wah! Kamu ramah sekali kepada pembeli, ya. Biasanya penjual itu sensitif, dagangannya dipegang dikit aja dibilang lecet lah, kotor lah, ntar sobek lah, apalah," ucap Rara mendumel.

"Ya, harus gitu dong. Mana tau ada buku yang sobek atau kotor sekalipun, saya bisa ganti dengan yang lebih bagus. Karena, pembeli adalah raja."

Rara mengerutkan dahinya, "Raja? Sepertinya bukan. Pembeli adalah teman."

"Teman? Oke, kita berteman." 

Rara terkekeh diiringi dengan si pemilik toko. Entah mengapa, pembicaraan mereka berlanjut menyenangkan.

Rara memandangi satu per satu buku-buku yang tersusun rapi, "Jo, Jo, Jo, semua penulis bukunya sama." 

"Jo?" 

Rara menganggukkan kepalanya pada pemilik toko, "Ya, kenapa?" tanya Rara.

"Baru pertama kali mendengar seseorang menyebut namaku seperti itu," jawabnya.

"Oh, ya?" tanya Rara penasaran.

"Iya. Saat kamu menyebutnya, entah mengapa aku merasa senang," ucapnya seraya tersenyum.

"Masa, sih? Padahal aku hanya menyebutkan dua huruf pertamanya saja," ucap Rara merasa heran.

"Iya. Aku juga gak tau. Mungkin, itu hal baru yang bagus."

Rara mangut-mangut mengerti. Dia juga merasa senang jika ada seseorang yang senang karenanya.

Jo memperhatikan kartu nama yang tergelantung di leher Rara, "Mutiara. Sepertinya akan lebih indah jika disempurnakan."

Rara terdiam sejenak, entah mengapa ucapan Jo membuat jantung Rara berdegup kencang. Selama ini tak ada yang pernah memanggilnya 'Mutiara' pada dirinya, apa lagi seorang lelaki.

Rara tersenyum kikuk kepada Jo, seraya menundukkan kepalanya.

"Makasih."

•••••

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status