Share

6. Pengajian

MOBILE LEGEND.

Jari jemari mungil Rara terus bergerak pada layar ponselnya. Pandangan matanya terus fokus pada game online yang dimainkannya.

"RARA!"

Aish..pagi-pagi begini umi sudah teriak saja. Entah apa yg diinginkan umi.

"Iya, bentar!" teriak Rara menyahuti.

"RARA CEPETAN!"

SHUTDOWN.

"Yah, kan. Mati kan jadinya!" kesal Rara. 

Rara memanyunkan bibirnya. Gara-gara umi meneriakinya dia jadi kehilangan kefokusannya. Dengan melangkah malas, Rara menghampiri umi yang berada di dapur.

"Iya Umi, ada apa?"

"Tuh, cuci piring!" perintah umi.

Rara melirik piring kotor yang berada di dalam ember. "Sebanyak itu?" tanya Rara tak percaya.

"Makanya, kalo gak mau nyuci banyak itu lepas makan piringnya langsung dicuci, bukan malah dibiarkan saja." omel umi.

"Ya, kan itu Rara lagi mager," sahut Rara.

"Jadi perempuan, kok' pemalas. Pokoknya kamu cuci piring itu sampai bersih. Dan jangan lupa dibilas," ucap umi seraya berlalu pergi dari hadapan Rara.

Ya, Rara harus mau mencuci piring kotor yang bau. Rara menggosok piring dengan cepat, supaya cepat selesai.

30 menit kemudian Rara telah selesai mencuci piring. Kini ia sedang terduduk lesu di kursi.

"Umi..liat nih! Abah bawa apa?" teriak abah pada umi seraya menenteng kantong plastik.

"Abah, dari mana?" tanya umi.

Abah menaruh kantong plastiknya di atas meja. "Abah tadi pergi acara haulan. Nah, ketika Abah mau pulang,  Abah dikasih sama orang yang bikin acara," terang abah.

Umi membuka kantong plastiknya, "Wah! Ceker ayam," ucap umi senang.

"Rara, tolong ambilkan mangkuk!" pinta Abah.

Rara mengiyakan dan mengambil 2 buah mangkuk dan menaruhnya di atas meja.

Rara memangku dagunya di ats meja dengan kedua tangannya, seraya menatap orang tuanya yang tengah tersenyum sumringah. Berbeda dengan Rara, dia hanya menatap datar sup ceker ayam yang ada di dalam mangkuk.

"Ceker ayam ini makanan yang paling kakak kamu sukai, lho," ucap abah pada Rara.

Rara mengangguk mengiyakan. Ya, Dani kakak laki-lakinya. Saudara yang tak pernah Rara lihat wajahnya secara langsung. Saudara yang sudah lama telah meninggal dunia. Kata umi, kakak meninggal saat Rara masih bayi. Rara hanya bisa melihat fotonya saja, itu pun fotonya kak Dani memakai baju SD.

"Dulu, Abah banyak memelihara ayam kampung. Dani suka membantu Abah mengurus ayam-ayam. Setelah diberi makan, Dani minta Abah untuk memotong ayam untuk dijadikan sup. Dani juga rela membersihkan kandang ayam setiap hari asalkan imbalannya sup ayam," ucap umi seraya terkekeh menceritakan betapa bahagianya Dani dulu.

"Bahkan, ayam-ayam Abah habis bukan karena dijual. Tapi, karena setiap hari selalu dipotong sama Dani," sambung abah. Umi dan abah tertawa bersama saat mengingat kehidupan anak laki-laki mereka.

Rara yang menatap orang tuanya merasa bingung sendiri. Begitulah Rara, dia tak tau apa-apa tentang kak Dani.

•••••

"Umi mau belanja apa, sih?"

Rara menenteng keranjang belanjaan yang kosong. Sudah lumayan lama umi menyelusuri rak-rak minimarket, namun tak ada satu pun benda yang masuk ke keranjang.

"Umi mau belanja makanan. Kan sore nanti Umi mau pergi pengajian." 

"Terus, kenapa raknya cuma diliatin?" tanya Rara dengan kesal.

"Umi bingung. Banyak banget makanannya ini."

Rara memilih untuk diam saja dan tetap mengekori umi dari belakang.

Umi meraih roti kemasan. "Kamu tau gak? Kak Dani itu paling suka sama roti ini," ucap umi memperlihatkan pada Rara.

"Katanya, roti keju itu manis dan cepat bikin kenyang," sambung umi.

"Hmm."

"Dia juga suka ini. Yang ini juga, ini juga Dani suka," ucap umi seraya meraih makanan yang diyakini kesukaan kak Dani.

Rara mengiyakan saja apa yang umi katakan. Rara tak ingin mengganggu umi yang sedang senang berbelanja.

Setelah selesai memilih belanjaan, Rara menuju kasir dan membayarnya. Tak ingin berlama-lama berada di luar rumah, umi segera masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi depan bersama pak sopir. Sedangkan Rara, dia duduk di kursi belakang.

Rara memandangi kantong plastik yang ada di bagasi. Melihat belanjaan umi semua kesukaan kak Dani. Pastinya dulu saat semua dimakan kak Dani, dia seketika menjadi gemuk.

Saat tiba di rumah, Rara langsung menyambar pada kasurnya yang empuk. Matanya mulai terpejam merasakan kenyamanannya.

"Hei, Rara. Ayo bangun!"

Baru saja Rara memejamkan matanya, sudah ada saja yang menggerakkan badannya.

"Hmm, baru juga 5 menit," ucap Rara dengan malas.

Umi menarik tangan Rara untuk bangun dari kasur, "5 menit katamu? Ini udah sore. Abah saja sudah selesai shalat Jumat."

Yang benar saja! Saking enaknya tidur Rara tidak menyadarinya.

"Ayo ikut Umi ke pengajian!" ajak umi.

Setiap hari Jumat umi dan ibu-ibu lainnya mengadakan pengajian. sebagai mayoritas beragama Islam di daerah ini, pengajian adalah pembacaan Yasin di setiap rumah warga secara bergantian. Pengajian sendiri dilakukan supaya menjaga rumah agar tetap terjaga kenyamanannya.

Rara memang mau diajak ke pengajian. Asal tidak sekolah atau tidak sibuk saja, Rara mau-mau saja. Kini Rara telah selesai mandi dan sudah rapi memakai baju gamis beserta hijabnya. Ya, Rara memang tak terbiasa berhijab. Tidak seperti umi, yang sudah sangat terbiasa kapan pun memakai hijab. Walau begitu, Rara juga harus menghormati ayat-ayat Alquran yang akan dibacanya nanti.

Rara dan umi melangkah pergi ke luar rumah yang sebelumnya sudah berpamitan dengan abah.

Tidak membutuhkan waktu lama, mereka telah tiba di sebuah rumah yang sudah mulai ramai ibu-ibu berdatangan.

"Eh, Bu. Rara gak sibuk hari ini?" tanya seorang wanita yang duduk di samping umi.

"Iya, sekarang kesibukan Rara mulai berkurang," jawab umi.

"Rara jarang ya, pergi pengajian. Kalau menantu saya ini dia rajin ke pengajian," ucap ibu lainnya.

Ibu-ibu yang mendengarnya menatap takjub pada si menantu ibu tersebut. Sedangkan menantunya hanya tersenyum kikuk menatap ibu-ibu yang menatapnya.

"Rara kan udah lulus sekolah ya, Bu. Apakah sudah ada yang datang ke rumah untuk melamar?" tanya si ibu menggoda Rara.

"Hehe..sepertinya anak saya masih ingin melanjutkan sekolah. Baru-baru saja Rara mendaftar di sebuah universitas," tutur umi.

"Memangnya, ibu gak mau punya cucu?" 

Ibu-ibu lainnya ikut menggoda umi seraya terkekeh kecil.

Apa? Yang benar saja ibu-ibu ini! Mereka berfikiran akan menjual anak mereka demi mendapatkan seorang cucu. Dan ini kan pengajian, kenapa membahas hal seperti itu di saat seperti ini. 

Begitulah, ketika ibu-ibu nimbrung, di situlah rumpi mendukung.

"Lalu, kapan tahun baiknya kami dengar?" lanjut si ibu bertanya.

Ah, Rara rasanya ingin terbang. Tahun nikah maksudnya? Mendengar kata 'nikah' saja Rara menjadi geli sendiri.

"Waduh! Bu, masih lama itu," jawab umi.

"Oh begitu. Target menikah umur berapa, Bu?"

"Ekhem!" Rara berdehem mencairkan suasana. Semua orang yang ada di sini tau jika hanya Rara yang belum menikah. Makanya, umi diserbu berbagai pertanyaan dari teman-temannya.

•••••

"Ini udah semua kah, Ra?" tanya seorang wanita yang sedang merapikan nasi bungkus di dalam kotak.

"Iya, Bu," jawab Rara.

"Yaudah, mari kita bagikan nasi bungkusnya," ajak si ibu.

Pada hari Jumat selain pengajian, rombongan pengurus mesjid mengadakan acara Jumat berbagi. Hari ini di depan mesjid Rara membantu untuk membagikan nasi bungkus.

Orang-orang mulai berdatangan ke mesjid dan para ibu-ibu mulai membagikannya.

"Mereka ini dari mana, Bu?" tanya Rara.

"Mereka ini orang-orang fakir miskin, anak yatim piatu, mereka yang tidak memiliki tempat tinggal, dan mereka yang pemulung," jawab si ibu menerangkan.

Rara mengucap syukur karena di beri kehidupan yang layak, makanan yang enak, pakaian yang bagus, dan kedua orang tuanya yang masih hidup. 

Rupanya, tak ada artinya selama ini Rara mengeluh kepanasan jika listrik di rumah padam. Lihatlah, Rara merasa malu pada mereka yang berusaha keras bekerja kepanasan banting tulang demi mencari sesuap nasi.

Rara memberi plastik yang berisi 5 buah nasi bungkus kepada seorang lelaki yang merangkul seorang anak kecil. Ketika lelaki bertopi itu meraih plastik yang disodorkan Rara, Rara tak langsung memberikannya. Namun, Rara terdiam menatap gelang mutiara yang melingkar di pergelangan si lelaki.

"Gelang itu, sepertinya sama dengan gelangku," batin Rara seraya menatap gelangnya dan gelang si lelaki secara bergantian.

Tiba-tiba, lelaki itu menarik keras kantong plastik yang masih dipegang Rara. Sehingga, Rara tersentak dan melepaskan kantong plastik. Kemudian lelaki bersama anak kecil yang juga seorang lelaki itu pergi dari hadapan Rara.

Rara memandangi punggung si lelaki dari kejauhan.

"kenapa sama ya?"

•••••

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status