Share

5. Kecelakaan

last update Last Updated: 2023-02-11 18:45:26

Keputusan sang nenek untuk menempatkan Vana di rumah Alatas itu tak terbantahkan. Tidak ada yang bisa mengubah keputusan wanita yang telah menjadi ratu di rumah itu bahkan Fandra sekalipun. Pria itu kini pergi entah kemana membuat Vana kebingungan di sana.

“Jangan khawatir, dia memang seperti itu, menyebalkan,” bisik Fiona, adik Fandra itu yang sejak tadi duduk tepat di samping Vana menonton sang kakak yang marah.

Vana hanya meliriknya sekilas, paham dengan apa yang Fiona katakan. Dia kemudian mengedarkan pandangannya ke ruang yang cukup besar itu.

“Seperti istana,” gumamnya pelan.

Fiona yang mendengarnya dan terkekeh. Dia merasa Vana itu lucu, bukan merendahkannya atau maksud buruk lainnya. Entah mengapa, begitu dia melihat Vana kemarin, gadis remaja itu ikut menyambut hangat seperti sang nenek.

“Mau jalan- jalan?” tawar Fiona. Dia menatap Vana.

“Jalan?”

“Ya. Ayo! Aku akan menjadi guidemu, Kak Vana,” ujar Fiona semangat. Dia bahkan mengulurkan tangannya ala prince.

Meskipun kebingungan, tapi Vana menerima uluran tangan Fiona sambil terkekeh. Mansion itu cukup luas, mustahil tidak ada yang menarik bagi orang yang baru pertama kali menginjakan kakinya di tempat itu seperti Vana.

Sepanjang keliling mansion yang dimulai dari lantai atas itu Fiona berceloteh banyak hal, mengenalkan ruang demi ruang yang mereka  temui, salah satunya adalah kamar Vana yang ternyata berhadapan dengan kamar Fandra.

“Itu adalah kamar … kakakmu?” tanya Vana shock. Seketika otaknya membayangkan bagaimana dia bertemu pria pemarah itu setiap hari? Ah, sungguh sial sekali baginya.

“Ya. Kenapa?” Fiona bertanya. Tapi Vana menggelengkan kepalanya.

Melanjutkan acara jalan dan mengenalkan ruang di lantai atas. Usai dua kamar itu, ada dua kamar lain tak jauh dari sana. Fiona mengatakan kalau kamar miliknya sendiri ada di bawah, tepat di belakang yang menghadap taman. Dia mengaku kalau begitu suka dengan warna hijau dan kesejukan dan itu tepat di bawah kamar Vana.

Tak hanya terdapat kamar, lantai dua juga terdapat ruang santai dengan sofa dan meja berbahan kayu jati. Serta pernak pernik lain, furniture yang berkelas senada dengan dinding mansion yang putih bersih dengan paduan warna lain yang sepadan. Usai ruang santai itu, ternyata terdapat sebuah ruang lain, pintunya ada di belakang rak televisi. Fiona mengajak Vana untuk masuk ke sana, mengenalkannya sebagai gudang buku.

“Ini khusus perbukuan, ini perpustakaan,” katanya terkekeh, merasa lucu sendiri yang awalnya mengatakan tempat itu sebagai gudang.

Pandangan Vana mengedar, tempat itu cukup besar. Ada lantai dua di dalamnya dengan tangga besi minimalis yang meliuk. Di atasnya terdapat ruang untuk membaca, di bawahnya terdapat sofa ukuran kecil yang nyaman. Kaca jendela yang besar membuat matahari menerobos masuk, menampilkan juga taman belakang mansion. Vana berdiri di depan kaca itu, terdiam cukup lama.

“Ini taman belakang,” kata Fiona ikut berdiri di samping Vana. “Itu adalah gubug kesayangan Kakek. Ketika banyak masalah, Beliau suka menyendiri di sana. Tapi sejak Kakek meninggal, tidak ada yang ke sana selain Kak Fandra,” lanjutnya dengan nada suara terdengar sedih.

“Itu berarti dia, di sana?” Vana menatap Fiona. Tapi gadis itu menggeleng.

“Tidak. Aku yakin dia tidak di sana. Dia pergi dengan mobilnya,” ungkap Fiona.

Gadis yang Fandra sebut kampungan itu mengangguk paham. Sedikit tidak tertarik dengan pria arogan seperti Fandra. Bibirnya bahkan berkedut, sepertinya mengatai Fandra. Fiona yang melihat itu hanya tertawa kecil.

Dari tempat mereka berdiri itu, gubuk yang dimaksud tampak terlihat kecil dari sana. Mereka harus menyebrangi taman yang luasnya menyerupai lapangan golf, dengan berbagai tanaman, pohon, dan danau kecil. Taman itu terlihat begitu indah dengan bunga di sepanjang jalan setapak yang terdapat di sana menuju gubuk.

“Ayo, aku akan mengenalkan ruang lain,” ujar Fiona mengajak Vana lagi.

Perhatian Vana yang tertuju ke gubuk itu teralihkan. Ada perasaan yang entah soal tempat kecil itu. Mungkin dia penasaran bagaimana rupanya.

Langkah kecil Vana mengikuti Fiona. Gadis remaja itu begitu anggun dan feminim dengan dress selutut tapi gaya berjalannya sungguh lucu. Vana menduga Fiona adalah tipe gadis feminim yang susah diatur. Dia juga memiliki gaya tersendiri dengan cara bicara yang khas, dan ceplos begitu saja. Vana jadi teringat akan sang adik.

Sekitar sepuluh meter dari ruang santai, tepat di belakang kamar kosong, terdapat sebuah tangga spiral yang menuju ruang bawah tanah. Sepanjang jalan itu Fiona terus bicara, mengenalkan ruangan itu.

“Di sini ada lebih banyak tempat lagi. Bisa langsung ke taman lewat jalan sini,” terangnya sambil menuruni anak tangga yang melingkar turun.

Lagi- lagi Vana terpana melihat ruang lain itu. Tempat itu sangat klasik, dengan dinding bata spiral yang indah. Ada perapian juga di sana, furniture sederhana yang memikat. Tema tempat itu klasik dan cerah mengedepankan kaca besar yang menghadap taman belakang. Sama seperti tempat lain, di sana juga terdapat sofa. Ada kamar mandi juga, kulkas, rak dan lainnya.

“Pintu ini terkunci karena menyatu dengan gudang wine, serta minuman permentasi lain,” bisik Fiona di samping Vana.

“Siapa yang tempati ini?” tanya Vana karena melihat cangkir putih di atas meja dekat sofa.

Perhatian Fiona tertuju pada cangkir mug itu.

“Hampir semua ruang yang isi adalah Kak Fandra. Katakanlah, lantai dua adalah wilayah kekuasaannya,” jelas Fiona.

Dahi Vana mengerut, itukah sebabnya Fandra tampak murka setelah tahu kalau Vana tinggal di kamar yang berhadapan dengannya? Uh, Vana mendesah berat membayangkan berada di wilayah kekuasaan sang iblis. Itu julukan baru Vana untuk Fandra.

Membuka pintu kaca, angin menyerbu masuk ke ruangan itu. Vana melangkahkan kakinya keluar dari sana setelah puas berkeliling ruang baru itu. Taman yang luas dengan rumput hijau yang terawat. Vana berinisiatif untuk melepaskan alas kakinya dan bertelanjang kaki menginjak rerumputan. Dia begitu bahagia, berlari mendekati pepohonan.

Fiona yang melihat itu takjub. Dia bagai kakak yang melihat tingkah adiknya. Vana menggerakan tangannya mengajak Fiona untuk turut serta bermain dengannya. Tentu saja dengan senang hati Fiona mengikuti, berlari di taman luas itu yang terlihat sepi.

Kedua gadis itu tampak bersenang- senang, berlarian di taman itu. Hadirnya Vana membuat Fiona merasa begitu bebas. Fiona juga membantu Vana beradaptasi dengan cepat di rumah itu. Padahal di dalam hatinya, Vana merasa bersalah telah meninggalkan sang ibu dan adiknya demi memenuhi janji yang dia buat.

Mereka bermain kerjar- kejaran dan Vana menuju kembali ke tempat semula tanpa memperhatikan depannya. Dia berlari sambil tertawa.

Duk!

Pada akhirnya menabrak seseorang dengan cukup keras. Baik Vana atau orang itu, sama- sama terkejut bukan main. Tangan kekar yang menahan pinggang Vana itu kehilangan keseimbangan dan akhirnya jatuh terbaring di rumput hijau dengan posisi Vana di bawah, sosok itu di atasnya. Untunglah dua tangannya bertopang di sisi tubuh sehigga tubuhnya tak sepenuhnya menimpa Vana yang memejamkan matanya. Namuan sialnya, kecelakaan itu menjadi kesempatan bagi dua benda kenyal untuk bertemu dan saling membentur. Memberikan kejutan tambahan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Calon Istri Tuan Muda   108. (Akhir) Kau Milikku

    Sudah hampir satu bulan sejak Fandra pergi ke Jepang untuk urusan bisnisnya ternyata masalahnya rumit sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk mengurusnya. Ayah Fandra juga turut pergi satu minggu lalu untuk membantu karena masalahnya semakin besar membuat semua jadi khawatir.Cuaca belakangan ini tidak tentu, hujan deras turun dengan guntur dan kilat padahal siang masih berlangsung tapi hujan sudah turun. Keluarga Alatas menjadi resah tapi mereka saling menguatkan satu sama lain, mendoakan yang sedang berada di luar rumah.Hari ini pagi cerah, tapi saat siang hari mendung berat, langit gelap dengan gemuruh yang terdengar keras. Angin kencang pun tak mau tertinggal menyemarakkan badai yang hendak turun.Dengan semua kabar cuaca yang buruk itu membuat Vana menjadi tak tenang. Fandra tidak bisa dihubungi dua hari ini karena sibuk sekali. Ayah sempat mengabari kalau mereka akan lembur beberapa hari agar masalah segera beres.Vana tidak tahu apapun jadi hanya bisa mendukung saja dan mend

  • Calon Istri Tuan Muda   107. Arzal Pamit

    Tiga hari sejak kejadian itu, Vana jarang sekali keluar dan lebih menghabiskan waktunya di rumah Fandra. Dia punya hobi baru sekarang, melakukan banyak hal seperti merangkai bunga, membuat kerajinan dan lain sebagainya. Fandra sibuk dengan pekerjaannya hingga jarang sekali dihubungi, karena Vana tidak ingin menganggu maka pria itulah yang menghubunginya.Vana sudah menjadi bagian dari keluarga besar itu, dan calon istri Fandra jadi dia bisa bebas ke manapun dia mau di gedung selatan itu. Namun, Fandra tidak mengizinkan Vana untuk ke rumah pondok itu.“Vana, kau sibuk?” Heda datang menghampiri.Apa yang terjadi di hotel itu hanya diketahui beberapa orang saja. Fandra membungkam wartawan yang Asheila bawa itu, dan Asheila sendiri sudah pergi lagi. Dua bodyguard yang ditugaskan Fandra pun tidak akan membicarakan masalah itu, hanya Heda dan Gavian yang mengetahuinya lagi, serta Arzal. Yang lain, terutama keluarga Alatas tidak ada yang tahu.“Tidak. Kenapa?” tanya Vana sambil berbalik meng

  • Calon Istri Tuan Muda   106. Tidak Ada Lagi Kesempatan

    Vana tampak kelehan, dan berbaring di ranjang yang berantakan.Entah berapa tempat yang mereka jamah, dan memberantakannya bahkan kamar mandi pun tak luput dari mereka.“Kau akan kesakitan saat bangunan nanti.”Vana merespon pelan.“Aku tahu. Tapi, aku tidak bisa … kenapa kau di sini?” tanya Vana lemah.“Aku tidak mungkin meninggalkanmu dengan masalah besar, bukan?”“Ya. Namun, bagaimana kau?” Vana tampak tak berdaya, dia lemah sekarang setelah energinya terkuras habis untuk bergelut dengan pria itu.“Kau akan tahu saat sadar sepenuhnya. Jadi sekarang, tidurlah. Kau pasti lelah,” katanya sambil mengusap kepala Vana dan mendaratkan kecupan di dahi gadis itu.“Kau akan pergi bukan?”“Ya, setelah ini,” jawabnya.“Cepatlah kembali. Aku akan menunggu.”“Tentu. Istirahatlah di sini. Sahabatmu akan menjemput besok. Ibu akan menjagamu sampai aku kembali. Jangan pernah keluar lagi dengan pria lain.”Vana mengangguk. Kedua matanya tampak berat untuk terbuka tapi dia masih mengenali suara itu.“

  • Calon Istri Tuan Muda   105. Yang Direncanakan

    “Fandra?” Vana memanggil sambil mencari pria itu.Fandra muncul tak lama kemudian.“Ya?” Fandra menyahut. “Ada apa?”“Tidak. Aku pikir kau ke mana. Bukannya kau ingin mengatakan sesuatu padaku, apa itu?” tanya Vana kemudian sambil menatap pria itu yang justru menghindar.“Kau mau melihat sekitar?” tanya Fandra, mengalihkan.“Nanti,” jawab Vana sadar kalau Fandra menghindarinya. “Katakanlah, selagi aku bisa mendengarkannya dengan baik,” kata gadis itu mendesak Fandra.Meskipun ragu, pria itu akhirnya menatap Vana.“Aku akan pergi dinas,” ungkap Fandra akhirnya.Vana tak merespon, membiarkan Fandra kembali menyampaikan sisanya.“Ke Jepang, selama dua minggu,” lanjutnya dan masih menatap Vana, mengawasi ekspresi gadis itu.“Itu saja?” tanya Vana tampak tenang.Kedua alis Fandra terangkat, sedikit heran dengan tanggapan yang gadis itu berikan. Fandra berpikir Vana mungkin akan marah, sedih, atau hal lainnya lagi. Namun ternyata, gadis itu cukup tenang untuk merespon.“Ya,” jawab Fandra si

  • Calon Istri Tuan Muda   104. Rumah Pondok Itu

    Setelah hari pertunangan itu Asheila menemui Arzal di tempat pria itu sering berada. Asheila mencari tahu lebih dulu tentang pria itu sebelumnya, dan kini duduk anggun di salah satu kursi café milik Arzal.Dengan senyum puas menghiasi bibir, dan rencana yang telah disusun. Asheila yakin semua akan berhasil sesuai dengan prediksinya bila bekerjasama dengan Arzal. Ashelia pikir bisa mengendalikan pria itu, dan membawa ke sisinya lalu menggunakannya untuk merebut Vana dari Fandra, maka dengan begitu Fandra akan kembali padanya.“Maaf membuatmu menunggu,” suara Arzal membuat Asheila menolehkan kepala.“Tidak apa-apa. Aku sudah menunggumu, duduklah,” ujar Asheila.Sesaat Arzal diam, firasatnya tak enak, menatap wanita di depannya beberapa saat. Tentu saja, Arzal sedikit mengenali Asheila yang ditemuinya di acara Vana dan Fandra tapi Arzal tidak tahu hubungan antara wanita itu dan Fandra.Masih tetap membentuk senyuman di bibir, Asleila menunggu respon dari Arzal dengan perasaan tak sabar.

  • Calon Istri Tuan Muda   103. Resmi Menjadi Sepasang Kekasih

    Setelah serangkaian sambutan, mereka akhirnya bertukar cincin. Fandra memasangkannya di jari manis Vana, memperhatikannya beberapa saat. Gema tepuk tangan memenuhi ruangan. Giliran Vana memasangkan cincinnya di jari manis tangan kiri Fandra. Para hadirin bersorak, menyampaikan bahagianya dan mengucapkan selamat atas pertunangan itu, mereka kini resmi menjadi sepasang kekasih yang membuat iri banyak pihak.Vana memeluk ibunya begitu sesi tukar cincin berakhir dan para tamu undangan bergantian memberinya selamat. Fandra ditarik menjauh oleh Arvan dan bergabung dengan Gavian sedangkan Vana bersama keluarganya, ibu serta nenek mengelilinginya. Ada nenek dan kakek Gavian juga di sana menyampaikan bahagia dan harunya pada Vana serta mendoakannya yang terbaik.“Aku senang akhirnya kamu menjadi bagian dari keluarga ini dan membuat Xu Mei tenang,” kata nenek Gavian sembari mengusap lengan Vana.“Terima kasih atas hadirnya, Nenek, dan mendoakan yang terbaik untukku. Semoga doa baik kembali pada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status