'Seperti berharap pada hembusan angin kosong yang harus siap menelan pahitnya kekecewaan'
🍃🍃🍃
Canda tawa yang mengiringi langkah Ayana dan Bisma sungguh membuat hati Tika muak. Ia sudah tak bisa lagi menahan sabar kala dihadapkan dengan suasana yang seperti ini."Lama banget lo di toilet, ngapain?" keberadaan Leo yang bersandar di tembok dekat toilet perempuan, membuat Tika sontak mundur teratur saking terkejutnya.
"Ya ampun Le, ngagetin aja. Untung Tika gak jantungan!" suara Tika yang begitu memekikan telinga, membuat Leo dengan sigap menutup kedua telinganya.
"Ya emang untung, tapi Tik bisa gak kalau volume suara lo itu diturunin sedikit? Pengang nih kuping, masih untung kalau suara lo bagus kaya Ayana. Lah, ini? Cempreng!"
Lagi, lagi Ayana yang ia puji dihadapan Tika. Mau sampai kapan mereka mengagung-agungkan Ayana pada siapa pun? Sungguh, moodnya sekarang begitu sangat buruk.
"Terserah lo aja Le, gue pusing!"
Ujian itu akan terus ada selama kamu hidup sebab percaya atau tidak sejatinya manusia itu ada untuk di uji🎉🎉🎉"Sudahlah Tik, lo gak usah nangis pilu kaya gini. Cowok mah banyak, bukan si Bisma doang" Leo menghela napas berkali-kali saat mendengar isakan tangis Tika yang tak kunjung berhenti. Di usapnya punggung Tika dengan lembut, beharap isak tangis itu segera mereda."Lo gampang banget Le kalau ngomong, ini masalah hati mana mungkin bisa secepat itu menghapuskan" ucap Tika lirih setelah berhasil menguasai tangisnya."Iya gak akan mungkin cepat, tapi lo harus cepat sadar Tik. Dia tidak mencintai lo," Leo mengingatkan Tika begitu lembut."Tapi gue mencintainya Le, dan betapa sialnya. Kenapa harus Ayana dan Ayana lagi yang dicintai oleh setiap laki-laki yang gue inginkan, kenapa harus dia? Kenapa gak gue aja!" nada Tika berubah menjadi tegas. Matanya yang bengkak bahkan mencerminkan kegetiran hatinya.Leo hanya terdiam, mencoba berusaha unt
Decakan serta geraman berkali-kali Adinda lakukan saat panggilannya di tutup sepihak."Sial, kenapa dia susah sekali di dapatkan!" kembali Adinda menggeram kesal. Bahkan kini tangannya telah meremas kuat ponsel yang ia genggam."Loh dok, kenapa?" tanya salah seorang suster yang tak sengaja melewatinya dan melihat tingkah Adinda yang menakutkan."Gak!" jawab Adinda ketus."Oh," ucap suster tersebut kembali berjalan melewatinya.Adinda pun menggeleng, segera pergi menuju ruangan Haris. Berharap ia mendapatkan informasi lebih jauh dari Haris sang sahabat pria yang dicintainya.Tangan Adinda menggantung di udara kala ia ingin mengetuk pintu ruangan Haris."Ketuk gak ya?" gumam Adinda bertanya pada dirinya sendiri.Clek ...Baru saja tangan adinda hendak mengetuk, tiba-tiba saja pintu sudah terbuka menampakan sosok Haris yang menatapnya dengan kening mengerut bingung."Eh pak," ujar Dinda kikuk. Tangannya segera ia turun
\Memaafkan itu memang hal mulia, tetapi jauh lebih mulia jika kamu melakukan keduanya. Memaafkan serta meminta maaf duluan pada dia yang menganggapmu salah meski yang terjadi sebenarnya dialah yang salah itu jauh lebih baik!🍃🍃🍃Duduk terdiam dibawah guyuran sower sepagi ini bukanlah inginnya, namun keadaan yang memaksa ia duduk berlama-lama di kamar mandi.Rasa kesal yang menjalar tiada bisa ia bendung, bahkan isak tangis ini tak kunjung mereda malah semakin terisak kuat."Bodoh kamu Ayana, mengapa bisa tidur bersamanya" rintih Ayana. Kedua tangannya menyibakkan rambut yang sudah teramat basah itu kebelakang."Arghh, kenapa ini bisa terjadi? Sial!" umpat Ayana begitu kesal. Setelah dirasa tubuhnya menggigil ia memutuskan untuk mematikan kran sower tersebut.Sementara di balik pintu kamar mandi, Candra nampak begitu cemas.Beberapa kali ia berjalan mondar-mandir di depan pintu tersebut."Ya saya bisa jelasin, kamu salah paham!
Seperti biasa suasana kantin kampus begitu ramai, dengan tergesa Ayana menghampiri para sahabatnya yang tengah asik menyantap sarapan paginya.Ya, begitulah aktivitas para sahabatnya sedari dulu. Jika tidak ada kelas pagi, mereka akan menyempatkan untuk kumpul di kantin yang dimana salah satu warungnya milik orang tua Asep."Gimana tugas lo?" tanya Asep ketika menyadari jika Ayana baru saja sampai dan tengah berdiri setengah menunduk disampingnya. Napasnya terdengar tak beraturan, bak seperti habis berlarian.Ayana mendongak, berusaha mengatur napasnya. "A plus" bangganya dengan menunjukan deretan gigi rapinya.Prok ... Prok ...Semua sahabatnya bertepuk tangan dengan bangga, tak terkecuali Tika. Ia nampak begitu cemberut sejak kedatangan Ayana."Keren, pertama kalinya dalam sejarah. Seorang Ayana putri kencana sari diningrat mampu mendapatkan nilai sempurna tanpa bantuan kita" puji Guntur dengan segala kelebaiannya.Riuh tawa membaha
Isakan tangis terdengar begitu nyaring saat Candra baru memasuki rumah malam ini, kedua bola matanya menelisik kesana-kemari mencari sumber suara.Candra menggeleng, mendapati pintu kamar Ayana yang setengah terbuka dengan suara tangisan yang begitu nyaring.Tas kerjanya mulai ia letakan di kursi ruang tamu, dirinya kini tengah terduduk sembari menatap foto pernikahannya yang sengaja ia pajang di dinding ruang tamu untuk jaga-jaga kalau seandainya keluarga mereka ada yang berkunjung.Pandangan netranya kini telah mengabur, bayangan-bayangan penderitaan yang Ayana rasakan kini semakin menghantui pikirannya. Sejak Ayana ia nikahi, ia sering kali mendengar bahkan melihatnya menangis sesenggukan seperti malam ini seakan sisi lain dari seorang preman kampus itu telah ia temukan.Dibalik kesangarannya, ternyata Ayana begitu menyimpan banyak kerapuhan dalam hidupnya."Apa keputusanku menikahinya adalah hal yang salah?" tanya Candra dalam hati pada d
"Aaaaaa!" teriak Tika sekencang mungkin, melepaskan semua kesakitan yang dirasa saat ini mengingat pengakuan Bisma selalu saja berputar-putar dalam otaknya.Riuhnya angin malam begitu menambah suasana menjadi kian lirih. Kini ia benar-benar sendirian, tak ada lagi yang peduli padanya. Pria yang selama ini ia cintai dan kagumi bahkan malah memberi kejujuran yang teramat pahit.Tak peduli dengan dinginnya angin malam, Tika terus-terusan berjalan menuju bibir pantai untuk sekedar menumpahkan segala kekesalannya malam ini."Tuhan kenapa kau beri hidup yang tak adil?" tanyanya lirih. Celana selututnya bahkan kini telah basah kuyup, kuku jari jempolnya bahkan telah melukai beberapa lengannya.Bak seorang psycopat, Tika melukai dirinya sendiri dengan benda-benda tajam seadanya kala ia merasakan kekesalan pada seseorang yang teramat."Aaaaaa! Gue membencinya!" teriak Tika. Air matanya kini kian mengalir deras di pipinya. Perlahan-la
Nyatanya bahagia tak melulu harus kaya!***"Papah ini kenapa sih gak bisa ngertiin mamah?!""Hah, Papah? Yang ada tuh mamah yang gak bisa ngertiin papah!""Apa? Mamah ini kerja juga buat bantu keluarga""Papah juga masih mampu mah!""Iya memang mampu, mampu buat cari istri baru""MAH!""Aku Minta Cerai!"Prankkkk ...Terdengar suara keributan serta barang pecah dari dalam rumah ketika Marteen hendak membuka pintu utama, isakan tangis pun terdengar begitu tersedu sedu."Mereka berantem lagi," gumam Marteen dengan menghela napas berat.Setiap malam Marteen selalu saja mendengar pertengkaran kedua orangtuanya yang baru saja pulang kerja, ada aja hal yang di ributkan. Entah itu tentang harta,keluarga, bahkan kecurigaan satu sama lain. Itulah yang membuat Marteen tak betah tinggal dirumah.Kedua orang tuanya selalu saja pulang larut malam demi menyelesaikan pekerjaan bisnisnya masing-masing padahal ke
GJam dinding sudah menunjukan pukul setengah sebelas malam, kaki jenjang milik Ayana pun kini berjalan dengan sangat hati-hati berharap tak mengganggu istirahatnya Candra malam ini.Dengan sangat hati-hatinya ia membuka pintu untuk keluar malam ini, meski terlambat ia harap perayaan syukuran ulang tahun Marteen masih berlangsung.Buru-burulah ia keluar rumah, mendorong sepeda motor dengan pelan-pelan hingga keluar gerbang.Senyum penuh kemenangan pun kini terpancar dari raut wajahnya ketika dirinya telah menjauh dari rumah yang sederhana itu.Ada rasa bangga tersendiri dalam dirinya kala ia berhasil keluar malam dari rumah Candra, pasalnya semenjak ia tinggal disana ia tidak pernah lagi ikut tongkrongan malam bersama para sahabatnya. Aturan yang Candra buat, mau tidak mau harus ia turuti jika tidak? Hukumannya akan lebih berat dari yang ayahnya kasih. Ya, sesuai surat perjanjian yang mereka tulis masing-masing dulu.Hembusan napas lega pun