"Tumben lo Ya gak bawa motor? Disita bokap ya?" sindir Guntur saat mereka baru saja keluar dari kampus setelah asik nongkrong di kantin sebelah.
"Gue jual," jujurnya dengan menjitak kepala Guntur.
"Lah, kenapa dijual?" kaget Marteen.
Ayana menggeleng,sebagai jawaban. Tidak mungkinkan jika harus memveverkan alasannya.
Asep yang mendengar hal itu nampak tenang mendekat kearah Ayana. "Lo lagi butuh duit? Kenapa gak bilang sama kita?" tanya Asep lembut.
"Enggak kok, gue bosan aja sama tuh motor" jawab Ayana cepat.
Marteen tersenyum jail, sebelah matanya mengerling. "Kode nih, udah bosan bawa motor sendiri" sindir Marteen.
"Oh neng Aya pengen ya di bonceng sama Aa Guntur" sela Guntur dengan tersenyum puas.
"Sial! Enggak-enggak," ucap Ayana cepat.
"Aduh, gak usah malu. Bilang aja, Aa Aya pengen diboncengin gitu" goda Guntur membuat tawa mereka pecah.
"Apaan lo Tur, gue gak selebay itu!" protes Ayana dengan tangan mengep
Malam kian melarut, kulihat Ayana begitu gelisah dalam tidurnya. Bahkan berkali-kali kurasakan jika ia bolak-balik ke kamar mandi, ada apa dengannya? Apa hanya gara-gara tidak menonton sepak bola, ia tidak bisa tidur?"Bisa gak sih, kamu diam" ucapku merangkulnya erat."Buset, awas gak lo? Berat ini," ucapnya menepis tanganku yang kini merangkulnya erat."Terus kenapa belum tidur? Apa ucapan saya tadi menyinggung perasaanmu?" tanya Candra yang masih kepikiran dengan ucapannya tadi sore.Ayana menggeleng cepat, lalu ia berusaha bangkit dari tidurnya."Mau kemana?" tanya Candra mencegahnya pergi."Boleh gak gue nonton bola, sebentar saja" mohonnya dengan kedua tangan yang ia tangkupkan di dada.Candra berpikir sejenak, lalu ikut bangkit dari pembaringan."Nonton bola dimana? Dirumah Guntur?" tanyanya. Kedua mata Ayana berbinar menatap Candra, detik kemudian ia mengangguk pelan."Ini sudah malam, tidurlah. Saya tidak akan i
"Tik, lo tau gak. Kucing kalau turun, yang duluan apanya?" tanya Leo memberikan tebak-tebakan pada Tika yang tengah asik menyantap cemilan bersama geng Aster.Mulut Tika berhenti mengunyah, matanya menyipit sembari berpikir keras."Alah gampang itu, gue juga tau" seru Marteen."Ya kalau tau diam aja, inikan pertanyaan buat si Tika" ujar Leo cepat membungkam mulut Marteen."Emang apa?" tanya Tika polos."Jawab aja, siapa tau lo dapat hadiah dari Leo" celetuk Asep yang masih saja fokus menatap layar laptop."Oh ya, Leo yakin mau ngasih hadiah sama Tika kalau Tika menjawabnya dengan benar?" tanya Tika kegirangan. Leo tersnyum, ia duduk diseblah Tika dengan memperhatikan wajah cantik nan polos itu sebagai daya tariknya saat ini."Apapun yang Tika inginkan, pasti Leo turuti" ucapnya dengan tak lepas memandang Tika.Dengan semangatnya Tika menghadap kearah Leo menjadikan dua wajah itu nyaris beradu."Beneran?" tanya Tika mengu
Senyum menyeringai tercipta pada wajah Tika saat melihat Ayana begitu akrab dengan dosen yang bernama Candra, yang Ayana sebut dengan musuh.Ia begitu mulai penasaran akan hubungan keduanya saat netranya tak sengaja melihat tangan Candra menggenggam tangan Ayana dengan mesra."Ck, wanita murahan" cacinya.Ya, saat ini Tika tengah berdiri tak jauh dari keberadaan Ayana dan Candra. Niat hati ingin melihat bagaimana Ayana memperlakukan Bisma hingga memvuat Bisma terjatuh dalam pesonanya. Ia malah dikagetkan dengan suguhan pemandangan tak biasa, Ayana begitu akur dengan Candra bahkan keduanya seperti saling melemparkan candaan.Terbukti dengan tawa ringan yang menyelimuti kebersamaan keduanya."Lo, lihat aja bagaimana gue akan membongkar kebusukan lo pada geng Aster" gumamnya dengan senyum sinis.Tika pun berlalu pergi begitu saja, membiarkan kemesraan yang ia lihat hanya untuk hari ini saja. Sementara hari selanjutnya ia akan berusaha men
Ada tiga jenis nafkah yang wajib bagi suami memberikannya pada istri. Yakni nafkah keluarga, nafkah barang pribadi istri serta nafkah batin.Candra sadar tiga jenis nafkah tersebut belum ia penuhi seutuhnya, bahkan uang yang seharusnya Candra berikan untuk kebutuhan Ayana pun malah ia simpan sendiri dikarenakan Ayana yang selalu menolaknya mentah-mentah.Prihal nafkah batin? Candra pun belum sepenuhnya memberikan, bukan apa. Tapi setiap ingin memberikan tawa bahagia, ia selalu saja ingat pada perempuannya dimasalalu. Tapi malam ini, Candra akan menguatkan diri untuk bisa belajar mencintai Ayana sepenuhnya."Ya harus," gumam Candra dengan mengepalkan jari-jari tangannya.Ia pun kini tengah terduduk dimeja kerjanya sembari fokus memainkan keyboard laptopnya agar pekerjaannya cepat selesai.Kret ...Ekor matanya sebilah cahaya masuk kedalam ruangan bersamaan dengan decitan pintu yang terbuka. Ia mendongak, menatap kedepan, gadis yang
Gadis berperangai jahat itu kini tengah tertawa bahagia, menatap dua insan yang tengah bercanda ria saling berpegang tangan penuh mesra, sungguh dirasa tak percaya. Untuk kedua kalinya ia memergoki sahabatnya begitu mesra dengan laki-laki yang ia anggap sebagai musuhnya sendiri, sungguh ia tak percaya.Tapi itulah nyatanya, itulah buktinya yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Tak jarang beberapa momen romantis ia potret dengan mencuri-curi untuk ia menjadikan bukti.Beberapa iblis yang mengelabui hati dan pikirannya membuat sebuah ide buruk terbersit dalam dirinya. Pikiran picik lagi kotor kini mendominasi dirinya. Akankah ia menjadi pengkhianat demi membalas setiap rasa sakit yang ia rasakan saat ini?Usai mengambil beberapa gambar, ia berlalu pulang dengan wajah bersembunyi dibalik kupluk hodie yang ia pakai agar kedua insan yang tengah dimabuk asmara itu tak mengetahui dirinya."Tunggu pembalasanku," gumamnya dengan senyum menyeringai."
Kerutan mendalam kini tercetak jelas pada dahi Candra saat melihat Ayana yang tiba-tiba menjadi pendiam sejak kepulangannya dari kampus tadi.Luka memar diwajah istrinya pun membuat sejuta tanya dibenaknya. Apa ia sudah berkelahi? Apa jiwa premannya kembali menjadi? Dari pada memendam tanya sendiri, ia lebih baik bertanya dan menghampiri Ayana yang kini tengah duduk dengan tatapan kosong pada arah jendela."Kamu kenapa?" Tanya Candra yang tak digubris olehnya."Sakit atau ada yang menyakitimu?" Tanyanya lagi berusaha memahami perasaan Ayana.Bukannya menjawab Ayana malah mendelik kesal, bahkan tubuhnya bergeser sedikit menjauh dari Candra."Kenapa sih, yaampun. Kenapa jutek lagi, ada yang salah dalam diri Mas?" Candra kembali bertanya, ia berusaha mendekati Ayana yang kini tengah menghindar darinya."Gara-gara lo gue jadi dituduh sebagai wanita malam" to the pointnya Ayana membuat Candra semakin kebingungan.Apa yang sebenarnya terjad
Jarum jam telah menunjukkan pukul 02:00, namun Ayana masih saja terjaga. Setelah first kissnya yang membuat ia tak nyaman, ia enggan untuk tidur sekamar dengan Candra apalagi saat pernyataan Candra yang membuat ia begitu kecewa.Gadis tersebut tak henti-hentinya mengembungkan pipi lalu memanyunkan bibirnya. Ia menghela nafas kasar, menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, matanya berembun memandangi langit-langit rumah.Mau bagaimana pun, setomboy apa pun dirinya. Ia tetap perempuan normal pada umumnya yang ingin dincintai seutuhnya, bukan karena cinta percobaan seperti ini. Meski akhir-akhir ini kehidupannya mulai membaik dan hubungannya mulai menjerumus pada pernikahan yang baik, tetap saja ia merasa menjadi perempuan yang terpaksa Candra cintai gara-gara perjodohan bodoh itu.Hatinya terasa kian teriris saat mengingat bagaimana Tika hampir saja membongkar kedok kehidupannya. Bagaimana jika semuanya terbongkar, apa sahabatnya masih akan menerimanya atau bahk
HPeluh keringat begitu membasahi tubuh Ayana, jam sudah menunjukan pukul sepuluh pagi namun Ayana masih enggan untuk pulang kerumah. Rasanya begitu malas melihat wajah Candra yang begitu merasa tak bersalah padanya."Ck. Laki-laki sialan," decak Ayana saat dirinya berhenti tepat dekat sebuah warung bubur dikompleksnya.Hah ... huh ...Kembali Ayana mengatur napas, mencari bangku kosong untuk ia duduki setelah olahraga lari nya selesai."Mang, Es teh manis dululah satu. Haus ini!" teriak Ayana sembari duduk dibangku kosong."Siap, bentar ya nduk. Emang buatin dulu""Jangan lama-lama ya mang, haus banget ini" pinta Ayana yang dianggukki tukang bubur tersebut.Sembari menunggu, ia mulai memainkan ponselnya. Menyalakan musik kesukaan lalu memasang headseat di telinga kirinya. Sungguh nikmat pagi yang luar biasa baginya."Nduk, buburnya lengkapkan gak ada pengurangan toping?" tanya tukang bubur tersebut menyodorkan segelas es