Suasana cafe milik Ilham, sahabat geng Aster itu kian petang semakin kian ramai pengunjung. Asep dan teman-temannya pun begitu takjub dengan apa yang terjadi, hampir semua meja terisi penuh dengan para anak remaja dan sepasang kekasih yang sedang asik menikmati hidangan di cafe ini maupun asik berfoto di spot-spot yang instagramabel banget.
"Wah Ham, bener-bener nih lo jiwa pengusahanya emang ada," takjub Leo dengan mengacungkan kedua jempolnya.
Ilham pun mengibaskan rambut sebahunya dengan begitu so kerennya. "Harus dong, orang kaya itu terlahir dari orang miskin tersakiti" jawab Ilham dengan kedua tangannya bersedekap dada.
"Sombong amat!" seru Asep dan Marteen bersamaan. Cengiran kuda Ilham berikan mereka sebagai jawaban dari ucapannya barusan.
Sedikit bercerita tentang Ilham, sahabat mereka yang dulu pernah bergabung di geng Aster sewaktu SMA namun Ilham yang terlahir dari keluarga tak mampu mengharuskannya bekerja keras setiap hari untuk memenuhi keb
"Hoam ..." Ayana terbangun dari tidurnya saat udara dingin ia rasakan kali ini.Matanya mengerjap-ngerjap melihat jam dinding yang baru saja menunjukkan pukul setengah empat pagi."Belum pagi, tidur lagi aja deh" gumam Ayana kembali menggulung selimut tebalnya pada tubuh mungilnya.Udara yang teramat dingin begitu terasa mendukungnya untuk terus berlama-lama bergelung di selimut tersebut.Baru saja matanya terpejam, rasa mulas yang tak tertahankan di perutnya membuat ia terpaksa untuk kembali membuka mata. Lantas ia terbangun dan segera berlari menuju kamar mandi.Sepuluh menit berlalu, Ayana pun kini baru saja keluar dari kamar mandi. Langkah kakinya sengaja ia perlambat saat untuk kesekian kalinya Ayana kembali mendengar suara merdu Candra yang tengah melantunkan ayat suci Al-qur'annya.Diam-diam ia berdiri di ambang pintu kamar Candra yang terbuka. Melihat Candra yang begitu fokus membaca ayat demi ayat dengan begitu lancar membuat diriny
Perdebatan kecil menemani langkah Ayana dan Candra saat ini, kala keduanya berjalan menyusuri lorong rumah sakit.Setiap orang yang berpapasan dengan mereka hanya tersenyum geli, sedangkan Ayana kini nampak begitu cemberut."Tau gini, gue tadi jalan kaki aja sekalian atau minta si Guntur buat jemput!" Ayana terus saja menggerutu kesal saat mengingat ucapan Haris tadi yang mengatakan bahwa motor Candra sedang dalam perbaikan di bengkel."Udahlah gak usah marah-marah gitu, Mas kan bisa antar kamu" kekeh Candra dengan begitu sabarnya menghadapi kemarahan Ayana."Mas,Mas! Lo bukan Mas gue!" bentak Ayana yang seketika semua pasang mata beralih menatap mereka.Dengan menahan malu, Candra mendekap mulut Ayana sembari berbisik. "Jangan bentak-bentak, ini di depan umum. Kamu mau status kita terbongkar?""Ya enggalah!" jawab Ayana melepas paksa dekapan tangan Candra dimulutnya.Candra tersenyum, lalu ia menyeret Ayana agar segera ikut dengannya
Panggilan kesayangan itu wajib ada dalam setiap hubungan agar kita bisa saling menghargai satu sama lain👟👟👟Diam terpaku, memperhatikan wanita yang dicintainya dari kejauhan itulah yang saat ini Bisma lakukan.Melihatnya tersenyum bahagia sembari fokus membaca buku dengan tubuh bersandar pada rak-rak buku membuat ulu hatinya terasa begitu nyeri. Jika bisa memilih, ia ingin ada disampingnya. Menemaninya membaca, tapi sayang pilihan itu tidak bisa ia pilih. Ah, Inikah rasanya cinta bertepuk sebelah tangan?Tapi tunggu, ia tidak akan menyerah begitu saja saat cintanya tak terbalas. Ia akan berusaha sekuat tenaga berusaha mendapatkan hatinya.Perlahan langkah kakinya menuju wanita yang ia cintai. Hembusan napasnya tak beraturan, ia merasa gugup tak seperti biasanya."Aya?" panggilnya sembari berusaha menetralkan degup jantung yang tak karuan.Wanita itu menoleh, kedua alisnya saling bertaut seakan ia bertanya 'Kenapa?'
Kini perasaan tegang menyelimuti pasangan suami istri saat Ratih, ibu dari Candra belum juga pulang dari rumah mereka padahal langit malam kini telah menyapa dengan dinginnya.Ratih yang tak menyadari ketegangan diantara anak menantunya masih saja berjalan-jalan melihat kondisi rumah yang tak pernah berubah sedari dulu. Rapi dan bersih percis seperti kepribadiaan putranya."Masih gak ada yang berubah ya, tetap sama" ucap Ratih, jari telunjuknya mengetuk-ngetuk dagunnya seraya menatap sisi yang kosong di sudut ruang tamu."Ya enggaklah bu, Candra nyaman kaya begini" ucap Candra."Nyaman buat kamu belum tentu nyaman buat istri kamu," ucap Ratih. Candra dan Ayana pun terkesiap saling menatap, dengan malasnya Ayana menyikut pelan tangan Candra sebagai kode jika Ayana tidak nyaman berlama-lama dalam situasi yang menegangkan ini."Ibu belum makan, makan dulu ya. Kebetulan kami pesan banyak makanan," ucap Candra mengalihkan pembicaraan."Lah kok pe
Malam semakin melarut namun keduanya masih saja terjaga dengan pemikirannya masing-masing. Ranjang empuk di sisi mereka seakan tiada guna, keduanya malah duduk lesehan sembari menonton acara televisi yang tak begitu seru."Hoam ..." berkali-kali Ayana menguap, namun masih saja berusaha agar tetap terjaga malam ini. Ia begitu cukup ketakutan saat untuk pertama kalinya ia bermalam dikamar Candra yang bahkan sejak kedatangannya kerumah ini ia belum pernah memasuki kamar Candra sekali pun."Mau dibawah apa diatas?" tanya Candra yang berhasil membuat mata Ayana melotot sempurna.Ditatap begitu membuat Candra mendelik, tangannya hendak meraih sesuatu tepat dibelakang tubuh Ayana sehingga wajah Ayana dan dirinya begitu berdekatan. Ayana tersentak, ia pun memundurkan sedikit wajahnya dengan jantung berdebar-debar."Lo ... ma ... u ngapain?" tanya Ayana gugup.Kedua alis Candra terangkat tinggi, tangannya yang tak kesampaian meraih sesuatu yang ia tuj
Aroma maskulin dari tubuh Candra membuat Ayana sontak terbangun,bukannya terkejut atau bahkan marah Ayana malah tersenyum bahagia saat menyadari jika kini dirinya tengah memeluk Candra dalam tidurnya."Kenapa sih lo, tidur aja harus wangi gini?" gumam Ayana menatap lekat wajah tampan suaminya itu.Candra yang merasa terganggu dalam tidurnya pun kini mulai terbangun, senyuman hangatnya ia lontarkan kala melihat Ayana yang sudah terjaga memperhatikan dirinya."Iya saya ganteng," goda Candra. Sontak Ayana memejamkan matanya dan berbalik membelakangi Candra."Gak usah so jual mahal, saya suka kamu seperti ini" bisik Candra lembut dengan memeluk erat tubuh Ayana.Diperlakukan seperti itu membuat Ayana memejamkan matanya sekuat mungkin sembari berusaha menahan debaran jantung yang teramat keras.Candra tersenyum geli saat menyadari jika kini Ayana tengah menegang dalam posisinya."Ini sudah jam tiga pagi, bangun yuk. Kita shalat tahaj
Ayana mulai membuka mata perlahan, menangkap semburat cahaya matahari yang masuk pada celah-celah ventilasi. Sial, hari ini ia bangun kesiangan setelah tadi subuh ia memutuskan untuk tidur kembali tak peduli akan omelan Candra yang menyuruhnya untuk belajar memasak bersamanya sebelum sang ibu mertua bangun."Astaga!" pekik Ayana saat mengingat ibu mertua. Ia lupa jika saat ini ibunya Candra masih tinggal bersama mereka."Argh, kenapa gue bisa lupa sih" geram Ayana mengacak rambut kasar. Segera ia menyibak selimbut yang menutupi separuh tubuhnya dan beranjak pergi membersihkan tubuhnya yang terasa lengket.Seusai membersihkan tubuhnya, lagi-lagi ia menggeram saat tak mendapati pakaian yang selalu ia pakai dilemari Candra.Ia lupa, jika saat ini hampir semua pakaiannya masih berada dikamar tamu. Kamar yang sudah lama ia tempati.Kamar yang sekarang dihuni ibu mertuanya."Terus gue pake baju mana" gerutunya menatap malas dua stel pakaian miliknya yang
Mentari mulai bersinar begitu terang seolah memberikan pesan bahwa kehidupan masih akan berlanjut sampai ia meredup digantikan dengan sang puranama yang terang redup seolah memberikan pesan jika kehidupan dunia butuh di istirahatkan.Kali ini, seterik apa pun cahaya matahari tak menyulutkan semangat Candra untuk pergi ke kampus demi memberikan sebuah ilmu yang ia dapat pada anak didiknya.Bibir tipisnya tak pernah lepas melengkungkan senyuman hangat pada siapa pun yang berpapasan dengan dirinya membuat semua orang terheran-heran. Dosen yang terkenal dengan wajah dinginnya kini berbeda, begitu hangat seolah cahaya matahari telah menghangatkan hatinya."Selamat siang," sapa Candra saat memasuki kelas yang akan ia ajari."Siang pak ..." serempak mereka menjawab dengan hangat seakan kehangatan yang Candra berikan telah menular pada mahasiswa/i nya.Netranya memicing saat melihat salah satu siswinya tak menjawab sapaan darinya bahkan terkesan menghindar