Berbeda dengan Ayana dan Candra yang menikmati tidurnya dengan penuh bahagia, Tika justru tidak bisa terlelap dari tidurnya. Ia semakin dirundung kegelisahan saat mengingat perkataan Marten yang telah mengantarnya pulang tadi.
"Gue benci sama lo Tik, tapi gue gak bisa nyakitin lo"
Tika gak paham dengan kebencian Marten padanya akhir-akhir ini, bahkan sebelum dirinya terlibat perang dingin dengan Ayana, Marten bahkan lebih dulu membencinya.
"Ten, gue mohon lu jangan hadir lagi di otak gue. Gue pengen tidur ..." sebal Tika dengan menggigit kuat bantal guling kesayangannya.
Kini matanya menatap dinding kamar dengan kekosongan, perkataan Marten yang terus terngiang membuat ia berpikir keras.
"Sayang ..."Ayana tak menggubris panggilan lembut suaminya itu, ia tetap fokus dengan materi yang akan ia presentasikan nanti siang.Candra mendengus, ia beranjak dari meja makan dan duduk disamping Ayana dengan kepo."Fokus banget sih," sindir Candra menyenggol bahu Ayana.Hening, Ayana tak menggubris sindiran Candra."Yang, ih" dengan manjanya Candra merengek, merebut laptop yang tengah Ayana pakai.Ayana tersentak saat laptop tersebut Candra matikan, dan ditaruhnya laptop itu dibawah meja."Eh buset, lu tuh ngapain ganggu gue?" Protes Ayana. Candra membekap mulut Ayana dengan tangannya, kepalanya mulai ia rebahkan dipangkuan Ayana.Ayana terdiam, membiarkan Candra untuk tertidur dipangkuannya sejenak.Kedua manik matanya saling beradu pandang, membuat lengkungan senyum tercetak indah dibibir Candra."Apaan sih kamu, manja!"Candra menyemburkan tawa, ditariknya hidung Ayana dengan gemas."Ish, sakit
Tika berjalan cepat keluar dari cafe, sesekali ia menghembuskan nafas kasar, menahan air mata serta sesak didada. Niat hati ingin melegakan pikiran malah menambah beban pesakitan.Sungguh kesedihan yang Tika rasakan selalu saja tak berkesudahan, seakan alam mengutuknya untuk menjadi tokoh paling menyedihkan didunia ini.Leo yang baru saja hendak berjalan memasuki cafe begitu terkaget melihat Tika yang keluar dengan raut wajah yang tidak baik-baik saja.Segera ia berlari menghampiri dengan khawatir, "Tik, lo kenapa?" tanya Leo cemas.Tika mendongak, ditatapnya Leo dengan mata sendu. Kemudian ia menggeleng sebagai jawaban."Apa ini ulah Marten?" tanya Leo dengan
Malam ini setelah aktivitas Ayana dan Candra selesai, keduanya memutuskan untuk pergi kerumah Candra. Menjenguk sang ibu yang katanya begitu rindu dengan anak mantunya. Jadi mau gak mau Ayana dan Candra harus menyempatkan waktu mengunjunginya."Nanti kalau ibu tanya tentang kita, kamu diam aja biar aku yang jawab" pesan Candra saat Ayana memasuki mobil.Ayana mengangguk, memakaikan seat beltnya sebelum mobil yang ditumpangi segera berjalan."Terus kalau ibu tanya masalah cucu, kamu jawab kita masih usaha aja. Jangan buat dia kecewa," Candra kembali lagi berpesan dengan menyalakan mesin mobilnya bersiap untuk berangkat menuju rumahnya."Kenapa, kok diam dari tadi?" Candra menoleh pada Ayana sebentar ketika semua pesa
Benar dugaan Candra, mood Ayana rusak sedari supermarket tadi. Lebih tepatnya ketika obrolan dimobil tadi. Sejak kedatangannya kerumah orang tua Candra sampai mereka memutuskan untuk bermalam disana. Ayana tak sedikit pun mengeluarkan suara saat dengannya berbeda dengan ayah dan ibunya tadi, Ayana begitu akrab dengan mereka."Oh shit! Dia mungkin cemburu dengan masalalu ku," ucap Candra sendu dari balik pintu kamar."Terus aku harus gimana? Masalah hatikan tidak bisa dipaksakan," gumamnya tanpa sadar memukul tembok dengan keras.Kini Candra berpikir keras, bagaimana ia bisa mengembalikan mood baik Ayana. Tiba-tiba saja ia teringat sesuatu, ibunya! Ya, hanya dia yang bisa membantunya saat ini.Candra bergegas mencari
Hampir semua mahasiswa/i sepagi ini mengerubungi mading kampus dengan syoknya. Sebuah Artikel mengejutkan lengkap dengan foto-foto tak baik terpajang disana.Ayana dan Bisma yang baru saja memasuki area kampus nampak kebingungan saat semua orang menatapnya dengan tatapan jijik."AYA," di depan sana nampak Asep berteriak, raut wajahnya menggambarkan raut kemarahan disana.Alis ayana terangkat tinggi, seolah bertanya "kenapa?""Ikut gue," tegas Asep menarik paksa Ayana untuk mengikuti langkahnya.Ayana terkesiap, tubuhnya seakan terseret oleh tenaga Asep yang begitu kuat kali ini. Tak biasanya."Apaan sih lo
"AYAH!"Teriakan Adinda mampu mengagetkan seisi rumah."AYAH!" teriaknya lagi dengan menuruni anak tangga, ponsel yang ia genggam pun bahkan di angkat ke udara seakan ada hal penting yang ingin ia tunjukan pada ayahnya.Herlan yang baru saja sampai dirumah, menautkan kedua alisnya terheran-heran melihat putri pertamanya berlari dengan raut wajah senang."Kenapa?" tanya Herlan, kedua tangannya bersedekap dada.Adinda menghampiri sang ayah dengan memberikan ponsel ditangannya."Lihat, apakah dia masih pantas disebut sebagai putri kesayanganmu?" tanya Adinda manja.
Alih-alih melihat suaminya tenngah memberi hukuman terhadap anak bungsunya, Heni justru melihat kehangatan disana. Herlan, Candra dan Ayana tengah asik mengobrol dengan sesekali melemparkan candaan. Bahkan Heni melihat bahwa suaminya sangat perhatian terhadap Ayana, buktinya ia lihat Herlan begitu sangat telaten mengobati luka dikaki Ayana."Syukurlah," gumam Heni kembali berputar balik.Bugh...Heni begitu terkejut saat tubuhnya menabrak tubuh atletis milik putra sematawayangnya.Asa terheran melihat kekagetan sang ibu. Sebelah alisnya terangkat seolah bertanya 'kenapa?'"Ayo kita pulang" ajak Heni menarik lengan putranya."Loh," Asa masih tak berkutik, ia berdiri di depan pintu rumah Ayana dengan bingung memikirkan kelakuan ibunya yang terasa aneh. Bukannya dari rumah ia ngotot untuk segera mengejar sang ayah, lalu setelah sampai mengapa ia malah terburu-buru mengajaknya pulang? Asa begitu bingung saat ini."Malah bengong, ayo antarkan ibu pulang" ajak Heni menarik lengan Asa.Asa
Selesai dengan kegiatan kampus yang cukup menyita waktu Ayana seharian ini, ia memutuskan untuk pergi ke kafe favoritnya untuk sekedar mengisi amunisi tubuhnya yang lelah ini.Ia berjalan dengan pikiran kosong, menyebrangi jalanan yang cukup padat. Hembusan napas lelahnya begitu kentara. Hanya membutuhkan waktu lima menit saja, Ayana telah sampai di kafe tersebut.Sebelum memasuki kafe, ia disambut dengan hangat oleh beberapa karyawan yang hendak mengantarkan makanan dilevery pada customernya. Wajah Ayana cukup tak asing bagi pegawai kafe, hampir semua mengenalnya dan memperlakukan Ayana bak pemilik kafe tersebut bila mengunjungi.Pandangan Ayana menyapu kesekeliling ruangan, nampak terlihat begitu banyak pengunjung yang tengah asik dengan dunia mereka. Kafe yang biasanya terkesan tenang itu, kini telah ramai dengan ditambahi iringan musik mengalun lembut di kafe yang ia kunjungi ini.Ayana mendesah kecewa saat meja favoritnya sudah diisi seseorang yang membelakanginya. Ingin ia kemba