Share

175. Melawan Dunia

Penulis: Sayap Ikarus
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-07 22:07:58

"Ini bukan karena aku membangkang kayak yang selalu Mami sebut tiap aku nggak nurut," desis Rai, menyesap ice americano yang dipesannya. Tatapannya tajam ke arah Eriska, saudara kandung satu-satunya yang tak pernah mendukung pilihannya. "Aku udah 31 tahun, seorang dokter spesialis, ketua klan, keputusan yang kuambil bukan keputusan seorang bocah umur 6 tahun yang Mami besarkan dengan darah dan air mata!"

"Ini bukan soal nurut atau nggak nurut! Menikahi pelacur bukan pilihan, Christ!" sambar Eriska, matanya tajam menatap Gendhis yang sangat dibencinya.

"Bundaku pelacur," lirih Rai singkat, luka di suaranya terasa begitu dingin dan merasuk hingga ke tulang.

"Pelacur dan pengkhianat!" sentak Eriska. "Itulah kenapa aku membenci pelacur, mereka brengsek dan bodoh!"

"Mi!" Rai ikut meninggikan suaranya. Bagaimanapun, ia harus menjaga perasaan Gendhis yang memang dibawanya untuk menemui Eriska. "Aku ke sini bukan buat ngajak Mami berdebat, kami nganter undangan. Dua hari lagi, Impeldown Pa
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Candu Cinta Dokter Muda   195. Aku Nggak Menyerah

    "Aku masak bekal, bebas udang kok, tenang aja," sambut Gendhis di hari lain, saat Rai siap berangkat kerja untuk praktik poli pagi. "Apa menu bekal pertamaku, Ane-san?" balas Rai dengan mata berbinar, antusias sekali ekspresinya."Nasi daun jeruk, capcay sayur, sama ayam kecap, nggak pa-pa segitu aja?" "Enak nih," gumam Rai penuh semangat. "Terus sarapannya apa, Istri?" tanyanya manja. "Ada nasi putih biasa, ayam karage saus barbeque, sama tumis wortel kentang," sebut Gendhis. "Aku nyontek resepnya di aplikasi, abis nggak pernah masak," katanya. "Pokoknya semua yang kamu masak pasti kumakan," ucap Rai. "Apapun asal masakanmu," ulangnya menggemaskan. "Apa sih," Gendhis tersipu. "Nggak enak masakanku tuh," ujarnya. "Enak, siapa bilang nggak enak? Aku suka kok masakanmu, serius!" "Hilih, bilang aja nggak mau kalau suruh masak, iya kan?" "Ya aku juga masak, Sayang. Tapi emang paling enak tinggal makan begini," kekeh Rai. "Mau sarapan dong," pintanya lalu duduk di kursi makan. "Kam

  • Candu Cinta Dokter Muda   194. Merajut Manis Kehidupan

    Beruntung, kuah sop yang Rai minum tidak terlalu banyak, jadi meskipun efek sesak nafas karena alerginya tetap ada, Rai masih bisa mengatasinya dan tidak terlalu parah. Justru Gendhis yang panik dan merasa begitu bersalah. Ia menangis sesenggukan, tak berdaya dan hanya bisa mematung saat Rai berusaha mengatasi rasa sakitnya sendiri. Tangan Gendhis masih gemetaran, paniknya belum teratasi meski Rai sudah terlihat mendingan. "Biar kubatalin jadwal praktikku hari ini," ujar Rai meraih ponselnya dan menghubungi pihak rumah sakit. "Aku juga nggak usah ke kantor dulu," ucap Gendhis lirih. "Itu Axel kayaknya dateng," katanya beranjak perlahan, bimbang antara harus turun ke ruang tamu atau bertahan di kamar. "Biar kusuruh Axel naik, kamu pasti masih syok," gumam Rai tersenyum, tangannya melambai, isyarat agar Gendhis mendekat. "Kamu udah nggak pa-pa?" tanya Gendhis menurut, ia mendekat dan mengamati sekujur tubuh Rai. Ada beberapa ruam merah di sekitar leher dan dada Rai, tanda bahwa rea

  • Candu Cinta Dokter Muda   193. Sedang Menikmati Hidup

    Menjelang siang, Gendhis tampak sibuk memasak sesuatu di dapur sementara Rai melanjutkan waktu istirahatnya yang terhutang. Meski ini adalah kegiatan yang paling Gendhis benci karena memasak sama sekali bukan passionnya, ia memaksakan diri. "Sayang, masak?" tanya Rai yang baru saja bangun, ia menatap takjub pada istrinya yang tengah menghadapi alat tempurnya."He.em, liat resep di aplikasi, kebetulan bahannya ada," jawab Gendhis ceria. "Masak apa emang?" gumam Rai mendekat, ia hirup aroma masakan istrinya yang cukup menggugah selera itu. "Sop ayam?" "Iya, aku kasih sedikit tetelan daging juga sih. Sayurnya cuma kentang, wortel sama brokoli dikit. Di sini nggak ada tukang sayur muter sih ya," tandas Gendhis, sedikit mengeluhkan betapa elitnya komplek pemukiman yang Rai tinggali."Tukang sayur males ngider di sini, siapa yang mau beli," balas Rai. "Nanti belanja aja sekalian kalau kamu dari kantor. Berangkat jam berapa?" "Nggak tau. Nunggu Axel dateng. Di sana udah ada Benji sama Ba

  • Candu Cinta Dokter Muda   192. Serangan Dimulai

    "Rai," Gendhis terbangun keesokan paginya setelah tak sadar tertidur di sofa saking cemasnya menunggu sang suami.Saat Gendhis membuka mata, ia sudah tidur nyaman di ranjang, bukan lagi di sofa seperti semalam. Ia itarkan pandangan, cahaya matahari di celah tirai jendela belum terlalu menusuk pandangan, pertanda hari masih belum terlalu siang. Tak ada sosok Rai yang Gendhis temukan di dalam kamar. Buru-buru Gendhis turun dari ranjang, ia cari di sekitar lantai dua, biasanya Rai senang merokok sambil menikmati kopi di balkon. Namun, Rai juga tak Gendhis temukan ada di tempat favoritnya. Tergesa menuruni tangga dari lantai dua, Gendhis menuju kandang para hewan di belakang, nafasnya tersengal, tapi perasaannya lega karena Rai ia temukan tengah sibuk bermain bersama bayi harimau siberia jantannya yang diberi nama Rock."Kupikir kamu pergi," ujar Gendhis masih dengan nafas yang tak teratur. "Udah bangun?" sapa Rai mengembangkan senyumnya. Digendongnya Rock dan dibawanya mendekat pada Gen

  • Candu Cinta Dokter Muda   191. Rangkaian Tanpa Tuntas

    Untuk beberapa saat, Gendhis yang tadinya siap mengajak Rai untuk beranjak ke kamar, akhirnya memilih duduk termangu tanpa suara. Ia menatap ke garis-garis lantai marmer yang ia pijak, sedangkan Rai pun tampak galau, ia isap rokoknya berkali-kali, tanda pikirannya sedang tidak tenang. "Aku udah duga, dia pasti bakalan berani datengin kamu, Rai," tandas Gendhis setelah menarik napas dalam-dalam. "Dia segila itu," urainya. "Nggak pa-pa, aku masih bisa ngatasin sendiri," balas Rai. "Aku cerita karena aku nggak mau ngerahasiain semuanya. Tadinya kupikir aku bisa mendam semuanya tanpa ngasih tau kamu, ternyata akan lebih tenang rasanya setelah kukasih tau ke kamu," ungkapnya. "Makasih udah ngasih tau aku, meski sebenernya aku pun nggak bisa kasih solusi," ucap Gendhis. "Dia ngancam apa?" tanyanya. "Ya biasa, kayak yang sering dia lakuin ke kamu. Ngancam soal reputasinya. Tapi dia lupa kalau reputasinya jauh lebih penting.""Aku harus gimana Rai? Apa kutemuin dia aja ya?"Rai seketika m

  • Candu Cinta Dokter Muda   190. Tempat Mengadu Rasa

    "Hai!" Gendhis segera menyambut kedatangan suaminya yang sedikit terlambat itu. "Rada malem pulangnya Rai?" tanyanya. "Iya, tadi ada partus dan retensio placenta, jadi aku harus bantu keluarin," cerita Rai terlihat lelah sekali. "Mau kubikinin teh hangat?" tawar Gendhis. "Nanti dulu, ke sini dulu, Ane-san," pinta Rai. "Aku pengin meluk kamu bentar," tukasnya. Gendhis yang sudah siap melangkah menuju dapur akhirnya berbalik dan menyusup masuk ke dalam lengan Rai yang terbuka. Suami tampannya ini memeluknya erat, hangat, seolah tak rela melepasnya lagi. "Kenapa? Pasti capek banget ya? Kamu sampe sebegini lemesnya," gumam Gendhis sengaja menangkup kedua pipi Rai dengan telapak tangannya. "Kasus partus tadi, kalau sampai telat bisa bahaya dan mengancam nyawa," dusta Rai. "Tapi udah bisa Dokter Rai atasi kan? Kamu emang seterampil itu, aku nggak pernah ragu," puji Gendhis. "Tadi jadi jenguk Ann kan? Gimana?" "Kayak yang Ben bilang pas ngabarin, Ann udah siuman, udah bisa balas ob

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status