Share

[1] 5 - Perasaan aneh

"Kau bertahan pada temanmu sejak awal."

Aku menyipitkan mata, menatapnya curiga.

"Dari mana kau tahu?"

"Cindy. Dia membicarakan segala hal padaku, termasuk kau dan Lith."

"Karena mereka selalu menarikku bersama mereka," ungkapku.

Aku akhirnya berhasil menenangkan diri, otakku kembali bekerja dengan normal dan kemampuan observasiku juga kembali seperti biasanya.

"Tau-tau, itu menjadi kebiasaan."

Aku mengamati sekitar.

Rumah-rumah dengan cahaya, jalanan yang gelap. Aku hafal daerah ini.

Sebentar lagi kami akan sampai.

Paling-paling ibuku sudah tidur, mungkin hanya adikku yang masih bangun dan bermain ponselnya.

"Jadi intinya, harus ada yang mendobrak masuk."

Aku menoleh, mengernyit karena kata-katanya yang terdengar samar.

Sepertinya dia membicarakan sesuatu namun aku tidak begitu mendengarnya.

Mobilnya berhenti.

Dia menoleh padaku, kami saling pandang.

"Aku ingin mencoba mendobrak masuk, walau sepertinya tidak perlu membuang tenaga sekarang."

"Maksud kau?" tanyaku kebingungan.

Kami sudah sampai di depan rumahku tapi perkataan Nanda menahanku keluar mobil.

"Aku tau kau menyukaiku."

Dia tersenyum sambil mengatakannya.

Agak gelap, tapi aku tahu dia tersenyum. Dan wajahku memerah lagi.

"Sepertinya aku juga menyukaimu."

Kami masih saling tatap.

Mulutku terbuka hendak menjawabnya namun seperti kehilangan kekuatan untuk mengeluarkan suara—tidak, seperti ada yang menahanku untuk tidak mengatakan apapun itu yang hendak kuucapkan.

Jadi aku menutup mulutku lagi.

Ingatan manis ketika kami bercakap-cakap di kafe kembali muncul di kepalaku.

Seperti kotak musik yang menenangkan.

Sebelumnya aku tidak terlalu yakin apa aku memang menyukai Nanda, sekarang aku yakin.

"Masuklah. Aku—"

"Tidak bisa," potongku tiba-tiba.

Selain ingatan bersama Nanda, ingatan lainnya juga bermunculan.

Seolah mengingatkanku untuk berhati-hati.

Mengingatkanku untuk tidak salah mengambil langkah.

Wajahku kembali normal, lebih tepatnya kaku.

Biasanya aku tidak seperti ini.

Entah kenapa, perasaan aneh yang sudah lama tidak muncul itu muncul sekarang.

Mengontrolku penuh.

Aku akan menyesal. Jika aku bersama orang ini, aku benar-benar akan menyesal.

Itu membuatku menatap Nanda dingin, meredupkan binar di mataku.

Terakhir kali aku merasakan perasaan aneh ini dan mengabaikannya sekuat tenaga, aku menjadi tidak bisa ingat dengan jelas kehidupan SMP-ku.

Setelah itu, perasaan aneh ini tidak pernah muncul lagi.

Sampai sekarang.

Aku kembali bicara ketika melihat pertanyaan di wajahnya.

"Kau harus berhenti menyukaiku. Terima kasih sudah mengantarku."

Lalu aku keluar dari mobil begitu saja, memasuki pekarangan rumah dan menggeledah tasku mencari kunci pintu.

Perasaan aneh ini memudar.

Hanya saja, aku masih bisa merasakan keberadaannya seolah perasaan aneh ini tahu aku akan mengacau.

Maksudku, ayolah, perasaan aneh ini selalu menuduhku yang tidak-tidak.

Aku memasuki kamarku dan merebahkan tubuhku ke kasur.

Semuanya sudah tidur, termasuk adikku yang sekarang kamarnya sudah gelap.

Yang Nanda ucapkan barusan, aku tidak menyangka dia juga sama blak-blakannya.

Mungkin saja dia mengatakannya hanya karena yakin aku memang menyukainya.

Aku yakin Cindy mengatakan semuanya.

Aku benar-benar ingin menerimanya.

Kita saling suka, apa salahnya jika kita bersama—tapi perasaan aneh terkutuk ini mencegahku.

Maksudku, ini tubuhku.

Jangan seenaknya diambil alih seolah ini tubuh bersama.

Sebenarnya aku bahkan tak tahu kenapa aku akan menyesal nantinya.

Perasaan aneh ini tidak punya mulut—seperti dia mau memberitahu aku saja, yang aku yakin dia tak sudi melakukannya sekali pun dia punya mulut.

Dia sangat menyebalkan, padahal aku saja yang menyebalkan itu sudah bikin pusing.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status