Share

Part 1 : Ingin tahu

Jangan beri tanda titik di tempat koma berada. Artinya, jangan pernah berhenti ketika memulai sesuatu.

-Anonim-

New york, 11:15

Terdapat sebuah Mansion mewah yang berada jauh dari pusat kota. Mansion itu milik keluarga Damian dan selalu di jaga ketat oleh banyak bodyguard.

Mario Pierre Damian seorang pengusaha sukses dan terkenal yang membangun perusahaan dengan nama Damian’s group. Tak jarang, banyak yang ingin menjalin kerja sama dan banyak pula yang ingin menjatuhkan perusahaan tersebut.

Di sinilah, seorang gadis kecil berwajah cantik berada. Ralat sangat cantik.

Tidak ada yang tahu, Mario mempunyai seorang putri kecuali keluarga terdekat mereka. Yang mereka tahu, Mario hanya mempunyai seorang putra saja.

“Mahh, where are you?” Gadis kecil berumur 7 tahun berlarian ke sana kemari mencari sosok wanita paruh baya sambil membawa boneka di tangannya. 

“Mom, is here,” teriak wanita itu dari arah dapur.

Gadis kecil itu lantas menghampiri wanita paruh baya yang sedang berkutat dengan alat dapur. Walaupun ada para maid yang sudah ditugaskan untuk mengurus Mansion, tapi untuk urusan memasak wanita itu yang melakukan. 

Larasati Damian, istri dari Mario sekaligus ibu dari Ara dan Ata.

“Aku bosan Mah,” rengeknya.

“Anak Mamah yang cantik ini mau apa, hmm?”

“Aku mau sekolah kaya bang Ata Mah.”

Wanita paruh baya itu langsung mematikan kompor dan melepas apronnya, lalu duduk di kursi meja makan samping anaknya.

“Loh, tapi kan Ara juga sudah sekolah sayang.” 

“Bukan Mah, Ara maunya sekolah di luar biar banyak teman.” Gadis kecil itu sedang menahan kesal sambil menjambak rambutnya frustasi.

Larasati menghela napas pelan seraya membelai lembut surai cokelat terawat anaknya. “Sayang, tapi kan kamu lebih aman di rumah. Kalau bang Ata kan bisa jaga dirinya.”

“Kenapa sih Mah, Ara gak boleh sekolah di luar? Emang ada apa di luar sana, Mah?”

Tidak ada jawaban, Larasati bungkam.

“Jawab Mah kenapa?”

“Sayang.” Larasati menatap intens anaknya. “Jika terjadi sesuatu sama kamu, Mamah gak akan bisa memaafkan diri Mamah sendiri.”

“Berjanjilah, suatu saat nanti kamu harus bisa jaga diri. Jadilah wanita tangguh, tetaplah merendah sampai orang lain tak mampu merendahkanmu,” lanjutnya.

“Mah, Ara--”

“Pilihlah laki-laki yang mencintai kepribadianmu, bukan parasmu. Kelak kamu akan jadi wanita paling bahagia sedunia.”

“Kenapa Mamah bicara seakan-akan mau pergi?”

Larasati memeluk erat anaknya. “Enggak Sayang.”

Ara mencebikkan bibirnya kesal. “Mamah bohong.” Dengan mata yang mulai berkaca-kaca, ia memilih pergi ke kamarnya.

Maafkan mamah sayang, batin wanita itu.

Bukan maksud apa-apa, wanita itu hanya takut jika nanti putrinya akan menjadi korban rekan bisnis suaminya. Dunia bisnis sungguh kejam bukan?

Dan bukannya pilih kasih. Karena pernah ada pria muda yang ingin menjalin kerja sama datang ke Mansion. Secara tidak sengaja, dia melihat ada gadis kecil yang sangat cantik tengah bermain. Dengan rambut cokelat alami, mata berwarna biru, pipi chuby. Ah, menggemaskan sekali.

Siapa gadis kecil itu? Bukannya keluarga Damian tidak memiliki seorang putri? Mungkin pikir orang itu dalam hati.

Siapa lagi kalau bukan Aglaea Carabella Damian, putri tersayang keluarga Damian.

Lantas, secara tidak sopan pria itu meminta gadis kecil keluarga Damian untuk jadi miliknya. Walaupun harus menunggu bertahun-tahun lamanya. Gila!

Itulah, salah satu alasan mengapa seluruh keluarga besar Damian merahasiakan tentang keberadaan putrinya.

****

Mansion, 13:45

“HELLO EVERYONE, BANG ATA YANG GANTENGNYA NGALAHIN JONGKOK MEMBER BTS INI PULANG YUHUU," teriak anak kecil laki-laki, yang tak lain merupakan anak pertama Mario dan Larasati. Aglaea Atalla Damian, umurnya terpaut tiga tahun dengan Ara.

“Salam dululah Abang," tutur pria paruh baya yang sedang membaca koran di ruang tamu, melirik sekilas ke arah Ata lalu fokus kembali ke kegiatannya tadi.

“Eh Papah, tumben udah pulang jam segini,” pekiknya senang.

“Oke replay, ASSALAMUALAIKUM.” 

“Waalaikumsalam,” balas mereka serempak.

“Lagian ya Bang, Jungkook bukan jongkok,” ucap Larasati membenarkan.

“Hehe, biasalah,” sahut Ata.

Tap tap tap

Fokus mereka teralihkan ke seorang gadis kecil yang menuruni tangga. Dengan muka bantalnya sembari mengucek mata sesekali menguap, hal itu membuatnya semakin terlihat lucu.

“Abang berisik banget sih! Suara gak ada merdu-merdunya juga pake teriak segala, kan bobo cantik Ara jadi keganggu.” Ia ngedumel tak henti-henti.

Semuanya langsung terkekeh pelan.

“Maafkan daku Adinda,” canda Ata. Oke, sepertinya Ata korban sinetron.

Tanpa tahu, jika adiknya saat ini tengah menahan kesal. Ingin sekali Ara menggorok leher abangnya itu jika tidak ingat kalau Ata adalah abang satu-satunya yang ia sayang.

Mario dan Larasati hanya menggeleng tak habis pikir akan kelakuan anak mereka satu itu.

“Sini Princess, duduk samping Papah. Abang juga sini, ada yang mau Papah sampaikan sama kalian,” katanya serius.

Ara dan Ata hanya menganggukkan kepala patuh kemudian duduk di samping kiri dan kanan papahnya.

Mario menghela napas pelan, ia menatap wajah Larasati seakan memberikan keyakinan lewat tatapan. Larasati pun mengagukkan kepala sambil tersenyum.

“Lama banget Pah kan Ata udah kepo maksimal,” ujar Ata lebay.

“Abang bisa diem dulu gak?” Ara melotot ke arah abangnya itu.

“Sudah-sudah jangan berantem terus, dengarkan apa yang mau Papah kalian bilang," kata Larasati, jika tidak di lerai bisa-bisa makin panjang urusannya.

Lantas Mario memeluk kedua anaknya dan menatap mereka dengan serius. “Jadi begini sayang, besok Papah harus berangkat ke Italia, ada masalah yang harus Papah urus dan ....”

Menggantung ucapannya seakan tidak tega untuk melanjutkan.

“Mamah harus ikut dan kalian bakal lama disana?” Bukan, bukan Mario yang berbicara melainkan Ara yang sudah menitikkan air matanya.

Entahlah, apa ini hanya firasat atau hanya Ara yang tidak rela ditinggal pergi ke Italia oleh kedua orang tuanya.

“Sayang? hey, jangan nangis kita usahakan gak akan lama disana. Mamah juga pasti akan kangen sama kalian," ucap Larasati. Dipeluknya Ara dengan penuh kasih sayang.

Ata? Anak itu hanya bisa memandang kedua orang tuanya dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah apa maksud dari tatapan itu. Padahal ia tahu negara yang akan dikunjungi orang tuanya, merupakan negara dengan kesan keindahan dan kekejaman sekaligus.

“Abang bisa kan jaga Ara?” tanya Mario.

“Bisa Pah, aku akan pastiin kalau Ara gak akan lecet sedikit pun.” Ata mengatakan itu sembari tersenyum meyakinkan. Eits, tunggu dulu tidak ada yang akan tahu nanti, kan?

“Mamah sama Papah sayang kalian,” ungkap Mario dan Larasati berbarengan.

Mereka berempat berpelukan dengan begitu erat seakan tidak ada lagi hari esok. Dan semua itu tidak luput dari tatapan para maid dan pekerja Mansion mewah itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status