Share

ketemu mantan

🌷🌷

Siapa sih yang tidak pernah mengalami kasus bau kaki seperti kasus Roy Bayangan kemarin. Aku, Dewi, dan kamu yang lagi baca pun pasti pernah mengalami? Hayo ngaku! Pasti kakimu pernah bau, ya 'kan? Kalo nggak ngaku, aku sumpahin yang boong jadi sukses. Amin!

Mataku nyaris tidak bisa terpejam malam ini. Di luar hujan, sepertinya langit dan seperangkatnya mengerti akan adanya hati yang sedang gegana. Gelisah galau merana.

Huhuhu ... gagal lagi, deh punya pacar ganteng. Padahal aku udah semangat banget mau ngenalin Roy ke Papa, dan gara-gara Dewi itu semua sirna.

Saat jalan pulang kemarin, Dewi tak henti minta maaf. Bahkan ingin membatalkan kencan buta untuk besok pagi, padahal antrean stok lelaki untuk kencan besok panjang, ada sepuluh orang yang ingin merasakan kencan denganku. Namun kali ini aku yang menyeleksi orang-orang itu dan pilihanku jatuh kepada pemilik akun bernama Dede kontainer. Ebuset, namanya aneh banget. Tapi kalo bukan karena tampangnya yang ganteng, aku nggak bakal pilih dia!

Aku menarik selimut, malam semakin larut seiring nyanyian tokek dan kodok beriringan yang membuatku ngantuk.

🌷🌷

“Ciye, yang gagal kencan buta kemarin!” ledek Papa saat kami sarapan bareng.

sudah bisa dipastikan kalo Papa ngorek upil, eh, ngorek informasi ke Dewi. Papa dan Dewi seperti lem sama tikus, rapet banget. Padahal anak Papa itu bernama Theresia, bukan Dewi. Kesal!

Aku tidak menjawab omongan Papa, berusaha konsentrasi dengan sarapan di meja.

“The, cari mantu buat Papa yang ganteng kaya Mang Solihin, ya!”

Uhuk ... aku keselek odading yang barusan dibelinya untuk sarapan. Sejak kapan Mang Solihin ganteng. Dia item, kecil, kurus, pendek lagi. Apanya yang ganteng coba.

“Pa ... nyari jodoh itu nggak semudah bersin kali!” seruku membela diri.

“Makanya kamu jangan pilih-pilih. Kalo emang sudah ada yang minat jadiin kamu pendamping, gaskeunlah!” Papa menirukan gaya penyanyi Korea dengan mengepalkan kedua tangannya di depan dada, tak lupa dengan mimik wajah dibuat imut.

Jangan dibayangin wajah Papa seimut apa, usianya sudah hampir 60 tahun, dengan rambut putih memenuhi mahkotanya, eh, kepalanya.

“Pagi, Om ganteng!” Dewi masuk dengan wajah semringah. Tak lupa cipika-cipiki dengan Papa. Untungnya mereka tidak berpelukan ala Teletubbies.

“Pagi bener ke sininya. Ada apa, Wi?”

“The, aku kayanya nggak bisa nemenin kamu kencan buta hari ini, deh, aku mau fetting baju pengantin. Sorry!”

“Humm.”

Ya sudahlah, bagaimana pun, namanya kencan itu berdua, bukan bertiga. Karena kalo bertiga itu yang satu jadi setan. Rasanya kasihan jika Dewi terus-terusan jadi setan di acara kencan buta itu.

“Nih, buku pedoman. Kemarin malah aku bawa.” Dewi meletakkan buku panduan di meja, sementara Papa hanya diam, entah apa yang ada di dalam kepalanya. Yang pasti dari raut mukanya beliau seperti sedang merencanakan sesuatu. Aku sebagai anaknya paling ahli dalam suudzon. Hahaha ....

🌷🌷

Lokasi ketemu hari ini berbeda dengan sebelumnya. Kali ini tempatnya di taman, letaknya tidak terlalu jauh dari kedai kopi kemarin.

Itu orang nggak punya duit kali, ya. Masa ngajak ketemu seorang gadis di taman. Ish, nggak modal!

Aku duduk di kursi taman di bawah pohon buah mangga sambil membuka buku pedoman, meski beratnya nyaris sama dengan angkat barbel, tapi ini adalah petunjuk menuju kebenaran, eh, menuju mendapatkan pasangan.

“Kamu Theresia 'kan?” Aku mendongak saat ada suara lelaki memanggil namaku.

Deg ... Denis! Oh, no! Mantan terbaik!

Aku berdiri, lelaki yang memiliki wajah mirip dengan Bams vokalis band Samsons itu tersenyum. Buku yang sedang kubaca pun jatuh di atas rumput.

“Masih jomlo, rupanya!” serunya, lalu berjongkok mengambil buku pedoman 30 hari mengejar jodoh.

“Bukan urusan kamu!” Aku merebut buku itu dari tangannya, lalu bergegas pergi. Namun langkahku terhenti saat ia mencekal lenganku.

“Masih aja galak, The!” Denis tersenyum simpul. Wajah kami hanya berjarak satu jengkal, dan Denis keliatan makin ganteng.

Oh, no! Tahan hati. Jangan sampe CLBK!

“By the way, kamu makin cantik, The!” serunya. Aku menelan ludah mendengar pujiannya.

Jelaslah aku makin cantik. Skincare yang aku beli sekelas istri sultan. Mahal bro. Skincare semahal ini aku beli hasil malak ketiga abang-abangku. Gajiku dari kerja di perusahaan milik Papanya Dewi hanya cukup buat beli kuota doang.

Dan semalam aku mimpi buruk, nyatanya hari ini aku bertemu dengan pakboy cap buaya buntung.

“Aku mau kita balikan, The!”

“Kita? Kamu aja kali, aku ... nggak!” seruku galak. Biar, aku memang galak. Makanya masih jomlo. Eh ....

“The, aku bisa jelasin. Waktu itu cuma salah paham.”

“Jelasin apa, Denis? Kamu bilang salah paham? Kamu tahu rasanya sakit ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Di saat hatiku terukir namamu, tapi di hatimu malah ada orang lain. Jahat kamu, Denis. Kamu manusia yang tidak berperikemanusiaan!” seruku sambil menepis tangannya kasar.

“The, aku baru sadar. Di dunia ini nggak ada cewek sebaik kamu.” Wajah Denis terlihat seperti anak kecil yang minta ampun agar tidak dihukum. Oh, please. Dasar buaya!

Dia bilang aku cewek paling baik. Woh, iya jelas. Semasa pacaran dulu, dia paling jago nguras isi dompet aku. Sampe recehnya pun dia embat. Dasar buaya matre.

“Sorry, Nis. Aku di sini lagi nunggu seseorang. Jadi sebaiknya kamu pergi, deh!” usirku.

“Kamu lagi nunggu Dede kontainer 'kan?”

Ha? Dari mana dia tau, sih. Jangan-jangan setelah putus dari aku, dia semedi dan menganut ilmu hitam di gunung salak. Ih, ngeri!

“Nggak usah ikut campur. Mending kamu beliin aku es campur, Nis. Haus, nih!”

“The ....” Denis meremas jemariku, nyaris membuat benteng pertahanan diri ini runtuh.

Oh, mantan. Kenapa engkau begitu menggoda!

“Minggir! Aku lagi nunggu calon pacar aku!” Aku menepis lengan Denis sampai terlepas.

“Dede kontainer itu aku, The!”

Mataku melotot, bola matanya nyaris lompat keluar. Sumpah demi apa.

“Maksud kamu?” tanyaku pura-pura bego.

“Aku nyamar jadi Dede kontainer. Aku ngikutin kamu di grup Cenat Cenut Cinta.”

“Kamu gila!” seruku.

“Iya, aku gila karena rasa bersalahku dulu yang sudah menyia-nyiakan cewek sebaik kamu.”

Prettt ....

“Kamu jangan ngimpi bisa balikan!” Aku berusaha mempertahankan diri. Jangan sampai luluh dan mau diajak balikan.

“The, bukannya dulu kamu pernah bilang. Kalo aku adalah mantan terbaik kamu?” Wajahnya memelas menatapku.

“Kamu dengar, Denis! Nggak ada namanya mantan terbaik. Kalo emang masih baik, nggak mungkin jadi mantan!”

“The ....” Denis belum menyerah dengan usahanya. Dasar kelapa keras. Eh, keras kepala.

“Mantan itu harusnya dibuang, jangan dipungut, apalagi dimuseumkan!"

Usai mengeluarkan bisa beracun, aku meninggalkan Denis yang diam terpaku di taman.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status