Share

Chapter 4

Aku membuka pintu kamar berencana keluar, tetapi ada pelayan menunggu di pintu kamarku. Dia mengatakan bahwa makan malam sudah siap, sambil memegang tumpukan baju dia meminta izin untuk memasukkan semua baju itu ke dalam lemari. Dia sudah lama menunggu, tetapi karena aku sedang tertidur dengan lelap, dia membiarkanku tidur dan melewati makan siang.

Makan malam sudah siap. Aku sangat menanti makan malam, karena perutku sudah benar-benar lapar. Oh, perutku tolonglah jangan membuat masalah ketika di ruang makan. Jika sampai itu terjadi, apa sebaiknya aku berpura-pura mati?

Aku mengenakan gaun sederhana berwarna coklat muda yang telah disiapkan pelayan tadi. Busana yang sederhana namun tetap mempunyai kesan yang anggun. Dia mengatakan bahwa kehadiranku mendadak di sini, jadi semua baju ini adalah milik mendiang ibu Pangeran Tom. Tom yang malang, dia sudah kehilangan ibunya. Ingin aku bertanya kepada pelayan itu mengapa ibunya meninggal, tapi aku tahan. Aku harus berhati-hati dengan orang di sekitar. Sepertinya dia adalah wanita yang sangat cantik, kurasa. Aku tidak tahu apakah ibu dan ayahku masih ada? Apa aku sudah hidup sebatang kara?

Rambutku disanggul namun rambut depanku dibiarkan terurai, karena rambut depanku agak pendek untuk disanggul. Aku memiliki rambut yang ikal berwarna coklat terang.

Aku berjalan menuruni tangga utama menuju ballroom,

menelusuri koridor yang berada di sebelah kanan dari pintu utama. Di sana terdapat pajangan lukisan Sang Raja turun temurun. Aku melihat Raja terakhir, sepertinya ini ayahnya Tom. Wajahnya tidak begitu mirip, tapi hanya samar-samar bisa terlihat persamaannya. Ayahnya Tom dilukis ketika masih muda berumur sama seperti Tom sekarang, kurasa. Dia tampak memakai zirah lengkap dengan senjata yang ia pegangi di tangan kanan, sedangkan tangan kiri memegang penutup kepala. Sungguh sangat gagah dan perkasa.

”Nona?” Pelayan itu berhenti karena menyadari langkah kakiku terhenti.

”Ah, maafkan aku.” Aku kembali berjalan dengannya.

”Jika Anda tidak keberatan, saya akan membantu menjawab pertanyaan yang ingin Anda sampaikan. Selama pertanyaan itu tidak menentang aturan di kastil ini”

Aku hanya terdiam memandangi wajah lukisan itu.

”Dia Raja terakhir di sini, ayahnya Pangeran Tom. Kemungkinan besar beliau akan menurunkan tahtanya.”

”Apa pernyataan tadi tidak menentang aturan?”

”Anu, itu memang sudah ada pengumumannya.”

Begitu rupanya. Akankah Tom yang menjadi Raja?

Sesampainya di ruang makan. Aku melihat cukup ramai, selain para pelayan yang mondar-mandir menyiapkan makanan. Para keluarga sedang duduk di kursi makan dengan meja yang panjang dan lebar di hadapannya. Namun, terdapat banyak kursi yang masih kosong. Hanya 5 kursi yang dipakai.

Tom dan Williams berdiri menyambut kedatanganku. Aku bergegas menghampiri mereka dan duduk di sebelah kiri Williams dan Tom berada di sebelah kanannya. Di hadapanku hanya kursi kosong, sedangkan samping kursi kosong itu diisi dengan seorang wanita dan laki-laki. Kursi utama diisi oleh Sang Raja. Laki-laki itu tampak tidak asing bagiku. Dia tidak terlalu tampan, hanya saja dari penampilannya dia orang yang bisa memikat wanita dengan cara yang mudah. Pasti sudah banyak wanita yang terpikat olehnya, dan banyak korban yang ia permainkan. Sedangkan wanita itu jelas terlihat bahwa ia benar-benar tidak menyukaiku. Dia gadis cantik yang sepertinya berumur sama denganku. Rambutnya lurus terurai memakai gaun yang berwarna sama denganku namun memiliki motif yang jelas berbeda. Aku merasa lebih tidak nyaman berada di sini daripada di Kastil sebelumnya. Mungkin karena di sini aku melihat kebencian dari gadis itu, sedangkan di sana tidak. Wanita-wanita itu tampak tidak peduli dengan kehadiranku.

"Namamu Jane, kah?" ucap Sang Raja.

"Benar, yang mulia," ucapku dengan canggung.

"Perkenalkan Nama saya Raja Aaron. Selamat datang di Kastil Burchard. Sudah tidak perlu canggung. Kau dan Williams sudah sama seperti Tom. Aku menganggap kalian di sini semua adalah anakku. Tom hanya anak satu-satunya, kurasa dia sangat kesepian. Aku sudah mendengar semua cerita tentangmu dari Tom. Semoga kau nyaman di sini, Jane."

"Terima kasih."

"Yang benar saja. Mengapa dia diterima di sini? Sedangkan kita tidak tahu asal-usul wanita itu. Bisa jadi dia sangat membahayakan," ucap gadis itu

"Hentikan, Marry! Kau tidak punya wewenang untuk mengatakan itu!" Tegas Raja Aaron

"Maafkan saya, yang mulia." Marry melemah.

Hidangan makanan di sini sama seperti aku makan di rumah sederhana itu. Kurasa juru masaknya merupakan orang yang sama. Sangat lezat. Aku menikmati makanan ini tanpa memedulikan tatapan Marry. Wanita itu sungguh menyebalkan dan membuatku tidak nyaman. Meskipun aku tidak menghiraukan dia, aku bisa merasakan dia menatap tajam ke arahku.

Makan malam selesai.

***

Langkahku kembali ke kamar terhentikan oleh Tom. Dia mengajakku menuju perapian. Aku melangkah mengikuti Tom, dan sepertinya Williams pun ikut. Kami menaiki tangga utama menelusuri sebuah koridor. Aku bisa melihat beberapa patung prajurit lengkap dengan zirah dan senjata yang dikenakannya. Terdapat tanaman menghiasi sudut-sudut koridor ini. Tidak ada jendela, hanya diberi lampu di setiap dinding kanan dan kiri yang berjarak dua meter. Kami menaiki anak tangga yang masih diselimuti dengan karpet merah. Tangga yang semi spiral sama seperti tangga utama namun berukuran lebih kecil.

Sesampai di perapian. Aku bisa melihat ruangan ini cukup besar. Ruangan ini sepertinya hanya digunakan untuk bersantai, dengan hidangan teh dan kudapan manis. Terdapat dua sofa berukuran besar mungkin bisa muat tiga sampai empat orang yang mendudukinya dan terdapat dua sofa kecil yang hanya muat satu orang. Sofa itu berwarna coklat saling berjajar menghadap perapian. Terdapat meja berwarna coklat tua senada dengan ornamen sofa yang polos, berukuran cukup besar, dan cukup untuk melingkari semua sofa-sofa di sini.

Perapian itu cukup besar. Aku bisa merasakan kehangatannya dari sini. Ukiran-ukiran dengan model abstrak bisa memberikan kesan yang mewah dan berseni. Aku bisa melihat di atas perapian terdapat lukisan besar. Lukisan itu diisi oleh pasangan muda. Sepertinya itu adalah ibu dan ayahnya Tom. Aku mulai mendekati lukisan tersebut.

"Aku mengajakmu kesini, karena udara malam ini sangat dingin. Sepertinya selimut pun belum bisa memberikan kehangatan. Aku khawatir kau tidak akan bisa tidur."

Aku hanya terdiam memandangi lukisan itu.

"Um, itu adalah kedua orang tuaku. Ibuku meninggal karena sakit parah yang dideritanya. Baju yang kau kenakan milik ibuku, terlihat sangat cocok denganmu."

"Maafkan aku, Tom. Aku tidak berniat mengungkapkan kesedihanmu. Aku turut berduka. Ibumu sangat cantik, mirip sekali denganmu. Hanya saja kau laki-laki."

"Maksudmu aku cantik?"

"Ah tidak. Aku tidak bisa menjelaskannya. Aku pikir kau cantik. Namun, dalam diri seorang laki-laki"

"Katakan saja bahwa Tom adalah laki-laki tampan. Mengapa kau sangat merepotkan sekali," sahut Williams sambil meminum secangkir teh. Cara dia sedang meminum dan memegang cangkir, membuatnya memancarkan aura memesona.

Aku benar-benar malu. Mengapa kedua lelaki ini tampan sekali.

"Hentikan Wil!" Tom tertawa kecil

"Aku sungguh tak tahan mendengar dia berkata seperti itu. Wanita ini sangat merepotkan, tidak bisakah dia berkata langsung seperti itu?"

Aku hanya diam menatap tidak suka ke arah Williams.

"Aku mempunyai koleksi beberapa buku di sini. Jika kau sedang senggang dan merasa bosan. Kau bisa pergi kesini. Pastikan kau ingat jalan menuju kemari."

"Baiklah."

Aku menuju rak buku yang menempel di dinding di sebelah kanan perapian. Buku-buku itu terlihat rapi pada tempatnya. Banyak sekali. Aku bingung harus mulai membacanya dari bagian mana. Aku baru sadar, ternyata semua dinding di sini adalah rak buku—seperti perpustakaan.

"Sepertinya ini cocok untukmu?" Tom memberikanku sebuah buku tentang ramuan.

"Aku tidak mengerti, mengapa kau memberikan ini kepadaku?"

"Ya, aku tidak tahu itu berguna untukmu. Hanya saja menurutku mungkin bisa membantumu memecahkan misteri." Tom mengangkat bahunya.

"Baiklah, terima kasih." Aku membawa buku itu dan duduk menghadap perapian untuk menghangatkan badan.

Mengapa dia mengatakan ‘memecahkan misteri’? Apakah dia tahu akan suatu hal tentangku? Aku tidak tahu, sudahlah.

Aku duduk di sofa yang sama, bersama Tom dengan jarak setengah meter kurasa. Sedangkan Williams berada di sofa kecil bersebelahan dengan Tom

Ketika aku akan memulai membuka buku, tiba-tiba Tom mengatakan bahwa besok akan dilakukan pesta. Dia mengatakan bahwa perayaan itu untuk memperingati ulang tahun ayahnya yang ke-57.

Aku menutup kembali buku dan meletakkannya di atas meja.

Tom mulai bercerita tentang ayahnya. Aku memiringkan badan menghadap Tom sambil menikmati secangkir teh dan kudapan manis. Sedangkan Williams tidak menghiraukan Tom, dia lebih sibuk dengan buku yang ia baca.

Dia membanggakan ayahnya. Wajar, jika aku ingat hal akan ayahku, mungkin aku akan melakukan hal yang serupa. Raja Aaron merupakan orang yang tegas, dan bijaksana. Dia berteman dengan ayahnya Williams, mereka berteman namun lebih menyukai—jika hal itu tidak diketahui oleh orang lain. Karena sebuah pertemanan akan rusak jika seseorang berniat mengadu dombakannya. Maka dari itu, orang lain tidak tahu jika mereka berteman dan sangat dekat. Terkadang jika sedang ada pertemuan antar kastil, mereka akan menunjukkan bahwa hubungannya hanya sebatas antar kastil tidak lebih dari itu.

Aku baru menyadari satu hal, bahwa Williams seorang pangeran juga.

"Ayahku dan ayahnya Wil tidak pernah bertengkar. Hanya perselisihan kecil. Mereka saling membantu satu sama lain. Tidak asing bagiku keluarganya Wil. Karena kami sudah seperti saudara kandung. Aku pun seperti mempunyai dua ayah," lanjutnya.

Williams menutup buku. "Hari sudah larut. Sebaiknya kita pergi tidur."

Kami hanya bisa mengikuti apa yang Williams lakukan.

Setelah menuruni anak tangga. Kami berpisah. Aku bertemu dengan laki-laki itu.

"Kebetulan sekali. Sepertinya kami belum perkenalan. Namaku Darren." Dia mengulurkan tangannya.

"Aku Jane." Aku membalas tangannya.

Senyuman apa itu. Aku tidak suka sama sekali.

"Jane kalau kau ada waktu luang. Biarkan aku mengajakmu pergi jalan-jalan. Aku ingin lebih mengenalimu. Jika ada yang masalah bilang saja, aku pasti akan membantumu."

"Baiklah, terima kasih." Aku membalas senyumannya dan pergi.

Ah, sial. Mengapa aku harus bertemu dengan laki-laki seperti dia di saat Tom dan Williams tidak ada disampingku?

***

Keesokan harinya. Aku terbangun oleh cahaya matahari yang menyelinap masuk melalui kaca jendela. Diiringi kicauan burung yang saling bersahutan satu sama lainnya, menandakan bahwa hari sudah mulai terang. Hangat sekali, sungguh membuatku nyaman. Aku harus segera bergegas keluar melihat apa yang sedang terjadi.

Para pelayan sibuk dengan tugasnya masing-masing. Karena pesta akan diadakan malam hari. Aku sibuk mencari di mana Tom dan Williams berada. Namun, seorang pelayan kemarin memberitahuku bahwa aku harus segera pergi untuk sarapan.

”Terima kasih. Sepertinya aku belum mengenalmu. Siapa namamu?” Aku mengulurkan tanganku.

”Amy. Namaku Amy, Nona.” Dia membalas tanganku dengan ragu.

”Ada apa?”

”Sepertinya saya tidak pantas melakukan hal seperti ini,” ungkap dia dengan penuh rasa canggung.

”Apa aku boleh memanggil namamu, Amy?”

Dia kebingungan. Mungkin jarang sekali memanggil dia dengan sebutan nama di kastil ini.

“Tidak apa Amy. Aku bukan dari kerajaan sepertinya. Lagi pula jika memang aku dari kerajaan toh kita sama. Sama-sama manusia. Benar kan?” Aku menggenggam tangan Amy

Dia mulai menatapku.

”Kau boleh memanggil namaku Jane. Aku ingin berteman denganmu, Amy.”

Dia tersenyum dan aku bergegas pergi menuju ruang makan.

Aku menuruni tangga utama. Para pelayan sedang sibuk menyiapkan pesta malam hari. Aku mencari keberadaan Tom dan Williams di ballroom. Namun, aku tidak menemukan mereka. Aku bergegas pergi menuju ruang makan, aku hanya mendapati Marry sedang duduk di kursi makan, membelakangi arah pintu masuk.

Ketika aku mengurungkan niat untuk sarapan. Aku berpas-pasan dengan Raja Aaron, Tom dan Williams.

”Ada apa, Jane?”

”Um, saya mencari Anda, Tom dan Williams untuk sarapan bersama. Ngomong-ngomong yang mulia, selamat atas perayaannya.” Aku menundukkan badan.

”Tidak usah sungkan.” Beliau menepuk bahuku dan pergi ke arah meja makan.

Aku membalikkan badan mengikuti mereka. Aku bisa melihat Marry sedang menatap kami.

Kami duduk di kursi secara bersamaan. Aku bisa melihat Darren yang baru saja tiba. Dia tersenyum kepadaku, aku hanya membalasnya dengan biasa. Sungguh aku tidak merasa nyaman dengan tingkahnya.

Usai sarapan. Tom mengajak Williams untuk berolahraga. Aku ingin sekali ikut bersama mereka. Namun, aneh rasanya jika seorang wanita kerajaan melakukan seperti itu. Bukan karena aku mengakui berasal dari kerajaan. Hanya saja aku merasa peraturannya seperti itu. Itu terbukti bahwa laki-laki itu tidak mengajakku.

Aku hendak bergegas ke perapian untuk membaca buku. Namun, Williams menarik tanganku.

”Kau ikut dengan kami!”

Baiklah. Aku pun merindukan suasana luar.

••

Tiba di taman. Aku bisa melihat berbagai jenis bunga dan tanaman serta pohon-pohon yang sangat besar. Pohon itu bisa memberi keteduhan—ketika teriknya panas matahari. Pohon Bunga Myrtle itu membuatku tertarik, hanya saja kedua laki-laki ini hanya berjalan begitu saja. Aku perlu mengikuti mereka, meskipun aku ingin memetik bunga itu. Akhirnya kami melewati taman, aku hanya bisa mengikuti ke mana mereka melangkah pergi. Aku rasa, kita pergi ke belakang kastil ini. Mengapa harus lewat dari luar? Apakah kastil ini tidak mempunyai pintu belakang?

”Pintu belakang khusus para pelayan, Jane. Jadi kami hanya bisa melewati taman ini untuk sampai ke taman belakang,” sahut Tom

Sepertinya dia bisa membaca pikiranku.

Halaman belakang yang luas, namun tidak ada tanaman sama sekali. Hanya rerumputan dan pohon-pohon besar seakan menempel di dinding benteng kastil. Aku bisa melihat terdapat kandang kuda di ujung sana, dan beberapa kuda dibiarkan berkeliaran memakan rumput. Rasanya aku ingin berkelana memakai kuda. Seperti sudah lama sekali.

Di hadapanku, ada berbagai jenis busur panah. Ada yang biasa, ada yang melengkung di bagian ujungnya, ada pula busur panah yang biasa digunakan ketika berkuda. Mataku tertuju kepada busur panah jenis yang melengkung ujungnya. Terasa sangat familier. Aku mengusapnya—terasa ada yang beda. Aku menemukan ukiran bentuk dedaunan dilengkapi dengan rantingnya, di bawah ukiran itu terdapat ukiran huruf  ‘Rhys’. Apa maksudnya ini? Apa ini adalah milik seseorang sebelumnya?

”Kau menemukan sesuatu yang beda, Jane?”

”’Rhys’?”

”Dia adalah pemilik dari busur panah ini, dan dia adalah anak dari seorang Ksatria. Dia pandai sekali memanah.”

Aku hanya mengangguk tanda paham.

”Kau sebaiknya duduk. Di sini terik sekali, tidak cocok untukmu.” Williams tiba-tiba muncul di antara kami, dan menggeser tubuhku sambil mengambil busur panah yang lainnya.

”Baiklah. Hanya saja aku bukan wanita yang seperti itu.”

Aku menarik busur itu dan mengambil anak panah di tempatnya.

Pelayan di sana baru saja menyiapkan papan target. Aku menegakkan badanku menyesuaikan jarak dengan papan target. Kemudian aku mulai menarik anak panah ke belakang sambil memfokuskan ke arah target yang kutuju.

Lalu tembakanku—tepat mengenai sasaran. Tepat di titik pusat. Pelayan yang baru saja menyiapkan papan target itu langsung lompat karena kaget. Aku bisa melihat orang di sekitar kaget dengan apa yang sudah kuperbuat. Hanya saja aku pun tidak tahu mengapa aku bisa melakukan hal semacam ini? Apa aku sebelumnya adalah seorang pemanah?

Tom bertepuk tangan dan tersenyum lebar, sedangkan wajah Williams tampak seperti syok. Aku pun syok dengan apa yang sudah kulakukan. Aku langsung bergegas pergi meninggalkan halaman dan mereka. Tiba-tiba dadaku sakit, kemudian aku menangis dengan sendirinya. Apa yang sudah terjadi? Apa yang sudah menimpaku, sehingga aku menangis seperti ini.

”Hei!” Aku bisa mendengar Williams memanggilku.

Tom menghampiriku dan menarik tanganku.

”Ada apa, Jane? Permainanmu sungguh luar biasa, mengapa kau tiba-tiba pergi?”

Aku tidak berani menatapnya.

”Maafkan aku, Tom. Aku sangat lancang, tapi biarkan aku istirahat di kamar sejenak.”

Tom membiarkanku pergi.

Dadaku masih sakit. Kepalaku sangat pusing, terasa seperti akan pecah. Aku melempar badanku ke kasur, membiarkan tubuhku hanyut dengan kasur. Apa salahku? Mengapa aku sampai seperti ini?

Kemudian aku tertidur.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status