Part: 6
***Aku masih berbincang dan bertukar cerita dengan, Dokter Wiliam! Ternyata dokter tampan di sebelahku ini adalah pemilik rumah mewah yang berada tepat di hadapan kontrakkanku.Dokter Wiliam ternyata masih membujang. Usianya sudah sangat matang untuk berumah tangga. Namun, seorang dokter kan tentu pilih-pilih mencari calon istri. Lagian jika ia mau, pasti banyak yang sudah mengantri."Oya, Suci. Saya pamit pulang dulu, kamu mau mampir sekalian ke rumah saya?" "Terima kasih, Dok! Nanti pasti saya berkunjung, lagi pula cuma lima langkah dari sini.""Baiklah," ucapnya sembari berlalu.Hari ini Dokter Wiliam tidak ada jadwal ke rumah sakit. Kedua orang tuanya akan datang dari luar negeri. Tadi ia telah menceritakan semuanya padaku.Aku masuk kembali ke dalam kontrakkan. Seperti biasa, aku mulai menuliskan cerita rutinku. Sebelum melanjutkan menulis, aku membaca dulu komentar dari pembacaku. Aku membagikan ke beberapa grup untuk sebuah promosi, ada beberapa komentar yang pedas, namun memang benar kata-kata dari pembacaku itu. Salah sendiri pakai nutupi segala. Ya, jadi tanggung sendiri juga akibatnya! Harusnya jujur aja dari awal, karena dari kebohongan itu akan membuat malapetaka untuk dirimu sendiri.Tetap semangat, semua sudah takdir!Buat saja mereka menyesal.Nah macam-macam komentar. Aku pun sependapat dengan mereka! Harusnya aku tidak berbohong. Harusnya aku katakan saja kebenarannya. Namun, itu sudah berlalu. Aku kira, Mas Aryo akan bersikap sama sepertiku. Ikhlas menerima kabar buruk itu. Ternyata dirinya pun tidak mampu bertahan dengan pernyataan mandulku.Aku memang salah presepsi. Aku fikir, ia akan menerima kekuranganku, seperti aku yang tetap menerima kekurangannya.Aku membalikkan keadaan, tetapi aku benar-benar keliru.Setelah membaca masukan demi masukan dari sahabat penaku, kini aku mulai melanjutkan tulisan yang aku beri judul. Bukan aku yang mandul, Mas!"Akhirnya selesai juga!" gumamku.Tiba-tiba aku mendapat satu komentar pertama dari part yang baru saja aku terbitkan.Semangat Suci! Jangan selalu menyalahkan diri sendiri.Hah, aku melotot, melihat profilnya. Ia adalah, Dokter Wiliam!Aku tidak pernah bercerita padanya tentang rutinitasku ini. Bagaimana bisa ia menemukan tulisanku? Aku juga membuat nama pena yang jauh dari nama asliku, begitu pun photo profilku, aku hanya memasang gambar kartun saja.Ah, tapi sudahlah! Menulis bukan suatu dosa, bukan! ***Ketika malam sudah datang. Aku mulai kesepian, karena hanya tinggal sendirian di sini. Aku masih menyimpan kontak Mas Aryo dan mantan mertuaku itu.Dengan iseng, aku mengecek status watsapp. Terpampang kembali, gambar Ibu dan Desy yang sedang memamerkan sebuah cincin.Lalu ada juga status watsapp, Mas Aryo. Terlihat ia sedang tersenyum dengan perempuan yang bergelayut manja di pundaknya.Namun, perempuan itu bukan Desy. "Lho kok, Mas Aryo terlihat mesra dengan perempuan itu, bukannya ia bilang akan menikahi Desy." Sejuta pertanyaan hadir dalam benakku.Bukan ingin ikut campur lagi dalam kehidupannya. Namun, jika Mas Aryo memiliki perempuan lain, pastinya ia sudah menjalani hubungan itu jauh sebelum berpisah denganku.Atau memang baru ketemu dan cocok?Em, atau mungkin itu temannya. Tetapi terlihat mesra.Tok-tok-tok!Aku menghentikan putaran otakku yang memikirkan siapa perempuan yang bersama Mas Aryo itu, ketika mendengar ada yang mengetuk pintu.Aku bergegas membukanya. Ternyata ...."Assalamualaikum," ucap Dokter Wiliam dengan lembut.Aku terdiam. Dokter tampan ini lagi yang datang."Saya beri salam, pamali kalau gak dijawab," ucapnya lagi."Walaikum sallam. Maaf, dokter! Saya tadi tidak fokus," sahutku salah tingkah."Tidak fokus karena mikirin kelanjutan cerita novelmu ya?" godanya membuat aku tambah kikuk."Eh, he-he ... Mari masuk dulu," ajakku basa-basi."Tidak perlu. Saya hanya ingin mengundang kamu makan malam, kebetulan keluarga saya sudah datang. Tadi saya sudah menceritakan bahwa di sini ada tetangga baru. Kemudian mereka menyuruh saya mengundang kamu," paparnya dengan jelas."Ta-tapi, Dok ....""Sudahlah, keluarga saya tidak galak kok," ucapnya memotong perkataanku."Baiklah," sahutku pasrah.Aku sungguh gugup memasuki rumah yang sangat mewah itu. Ketika aku sampai di dalam, terlihat kedua orang tuanya sudah duduk di meja makan. ibunya masih cantik, dari wajahnya terlihat beliau adalah orang Jawa. Begitu pun Ayahnya, masih terlihat tampan diusia yang sudah senja, wajahnya putih kemerah-merahan, sudah pasti bule dong!Nah ada satu lagi, perempuan muda yang ku tafsir usianya sekitar 17 tahunan. Ia tersenyum sangat manis ke arahku, menurut cerita dari Dokter Wiliam tadi sore, ia memiliki seorang Adik perempuan beda Ibu. Mungkin gadis cantik di hadapanku ini orangnya."Silahkan duduk," ucap Tante itu dengan ramah.Aku mengangguk sembari menarik kursi dengan sangat gugup."Rilex dong," goda Dokter Wiliam padaku.Aku hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan, Dokter Wiliam."Siapa namamu?" tanya wanita paruh baya ini."Suci, Tante," jawabku tersenyum malu."Oh, nama yang manis. Kamu panggil saja, saya Tante Ratna, ini suami saya, namanya Wilson," papar Tante Ratna.Om Wilson pun tersenyum memandangku."Saya Jeniffer, salam kenal," ucap gadis cantik itu pula. Jeniffer ini bahasa Indonesianya belum terlalu pasih. Menurutku malah terdengar unik. Makan malam kami berlangsung sangat ceria. Aku tidak menyangka keluarga kaya seperti Dokter Wiliam ini, bersikap sangat ramah pada orang bawahan sepertiku.Sungguh sempurna!Kini aku telah bersiap untuk kembali ke kontrakan. Dokter Wiliam mengantarkanku ke depan."Terima kasih, telah sudi berkunjung ke rumah saya," ucapnya di depan pintu."Saya yang berterima kasih pada, dokter!" sahutku yang tiba-tiba menjadi gugup.Aku bergegas pergi. Entah kenapa bibirku tidak pandai lagi berkata-kata lebih banyak. Seperti mati kutu di hadapan keluarga hebat itu.Sampai di kontrakan, aku langsung merebahkan tubuhku dan tertidur ....Bersambung.Part: 7***Seminggu telah berlalu. Kini aku mulai terbiasa dengan kehidupan baruku.Aku berfikir ingin membuka usaha, agar ada kegiatan tambahan selain menulis.Dari kemarin aku memutar otak untuk berfikir, namun, aku belum juga mendapatkan ide yang bagus. Akhirnya aku memutuskan untuk bertemu dengan teman lamaku, sekalian meminta pendapat padanya[ Di cafe tempat kita nongkrong dulu, aku tunggu setengah jam lagi ] aku mengirim pada Rena teman lamaku itu.[ Oke, aku otw bentar lagi ] balas Rena.Aku bersiap-siap untuk segera meluncur ke tempat yang sudah ku janjikan itu.Di depan cermin, aku merapikan jilbab panjangku. Ya, aku lebih suka memakai jilbab instan yang menutupi dada. Memang terkesan sangat sederhana.Setelah merasa cukup untuk menatap wajah sendiri di balik cermin ini, aku pun segera bergegas menuju cafe.Aku memesan taxi online, dan ia te
Part: 8***Setelah bertemu dan bercerita banyak dengan Rena. Kini aku sudah pulang kembali ke kontrakan.Aku beristirahat di kamar sambil merenung."Mas! Mau kemana?" tanyaku pada Mas Aryo."Mau ke pesta temen, Dek! Tapi khusus para lelaki saja yang hadir. Maaf ya, Dek, kali ini Mas gak bisa ngajakin kamu.""Iya, gapapa toh, Mas!"Aku kembali terbayang masa-masa bersama Mas Aryo itu. Bagiku ia adalah sosok suami yang sangat setia.Hingga aku teringat lagi, bahwa aku pernah menemukan jepit rambut wanita di saku jas kerjanya!"Mas, jepit rambut siapa ini? Adek ketemu di dalam saku baju, Mas itu.""Oh, itu ... Tadi Mas beliin buat kamu, Dek!""Adek kan gak pakai jepit rambut begini, Mas! Ini tuh pasti dipakai untuk yang tidak menggunakan hijab.""Ya, kalau tidur kan, Adek gak pakai hijab."Mas Aryo selalu bersikap tenang dan tidak se
Tetap tinggalkan jajak manteman! Respon pembaca adalah semangat untuk penulis💞Part: 9***Setelah selesai menata letak sofa dan meja makan, aku kembali beristirahat.Hari sudah semakin gelap. Aku kembali memainkan ponselku.Ternyata ada pesan watsapp dari Mas Aryo. Aku tidak menyadarinya sedari tadi.Aku membuka isi pesannya dengan penasaran. Kira-kira ada apa ia menghubungiku?[ Kamu tinggal di mana sekarang? ] Isi pesan Mas Aryo.Kenapa ia bertanya keberadaanku?Ah, sudahlah! Untuk apa aku memberitahunya. Sudah tidak ada urusan lagi.Namun, ponselku kembali bergetar, Mas Aryo mengirim pesan lagi.[ Kenapa hanya dibaca? Saya bertanya karena merasa iba, jika kamu terlantar di luaran! ]Dengan geram, aku pun membalas! [ Saya sudah memiliki tempat tinggal, dan tidak perlu merasa iba, karena saya bisa berdiri di atas kaki sendiri!
Part: 10***Seminggu sudah berlalu. Kini acara pernikahan, Mas Aryo dan Desy segera dilaksankan.Aku berfikir dua kali untuk hadir ke sana. Bukan apa-apa, hanya tidak ingin mendengar sindiran dari mantan mertuaku itu lagi.Saat aku masih dalamdilema, tiba-tiba aku kembali mendapat pesandari Ibu.[ Jangan sampai tidak datang! Nanti nyesel, kami membuat pesta yang besar. Kan lumayan bisa numpang makan gratis! ]Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku saat membaca isi pesan dari mantan mertua julid itu.Aku semakin ragu untuk pergi ke sana.Kini aku lebih memilih bersantai di sofa empukku. Lalu terdengar suara ketukan pintu!Aku bergegas membukanya, ternyata Dokter Wiliam dan Jeniffer.Mereka berdua terlihat kompak menggunakan pakaian bagus."Eh, pada mau ke mana? Dandanannya kayak mau ke pesta." Aku berkata sambil mempersilahkan k
Part: 11***Saatsampai di kontrakkan. Aku kembali terbayang kejadian diacara Mas Aryo itu.Sungguh pernikahan yang paling spektakuler! Aku bergidik ngeri membayangkan keluarga itu.Bisa-bisanya aku tidak menyadari perselingkuhan Mas Aryo dengan Widya selama ini.Namun, aku bersyukur, karena aku baru mengetahui setelah sah bercerai dengannya. Jika tidak! Mungkin lukaku akan terasa lebih perih.Dari pada aku terus memikirkan hal yang tidak berguna itu, lebih baik aku memasak saja di dapur.Aku membuat sup kembali. Niatku ingin mengantar sup buatanku ini pada Jeniffer nanti.Dengan semangat 45 aku siap dengan cepat!Aku segera menyisihkan sebagian untuk, ku berikan pada keluarga Jeniffer. Semoga saja Tante Ratna dan Om Wilson juga menyukainya.Sedangkan Dokter Wiliam, ia telah pergi ke rumah sakit setelah usai kembali dari pesta tadi. Katanya dinas malam
Part: 12***Saat aku hendak melangkahkeluar pintu, aku berpapasan dengan Tante Ratna.Ia menunduk ketika melihatku."Tante ....""Pergi! Jangan buat dirimu terlibat dalam masalah!" ucapnya yang memotong perkataanku.Aku semakin merasa ada yang tidak beres. Tante Ratna buru-buru berlalu setelah mengatakan itu. Aku pun segera keluar."Suci!" teriak Dokter Wiliam ketika aku sudah berada di depan gerbang.Aku memutar balik tubuhku, dan menoleh ke arah Dokter Wiliam. Namun, terlihat dari jendela lantai atas, Om Wilson memperhatikanku.Aku sungguh merasa ngeri melihat tatapan dinginnya itu."Suci, mau kamana?" tanya Dokter Wiliam yang kini sudah berada di depanku."Pulang, Dok. Saya ada pekerjaan rumah yang belum selesai tadi," ucapku berusaha tenang."Oh, baiklah!" sahutnya tersenyum.Aku bergegas melangkah. Ketika sampai di kont
Part: 13***Hari berlalu ....Aku dan Rena bersemangatmengelola toko pakaianku ini.Semua sudah tersusun rapi. Pengunjung juga mulai berdatangan.Rena sangat handal dalam urusan tawar menawarkan. Aku sangat terbantu dengan adanya Rena di sini."Oya, Ren! Kamu belum sarapan kan?" tanyaku.Ia mengangguk dengan cepat. Aku mengerti maksudnya."Baiklah, aku beli lontong sayur yang ada di ujung itu ya," ucapku sembari berlalu.Tidak terlalu jauh dari toko pakaianku, ada sebuah warung kecil yang menjual berbagai makanan. Aku melangkah dengan santai.Ketika aku melewati salah satu ruko yang berisi pakaian lengkap wanita, aku melihat ada Desy di dalamnya.Aku bersembunyi di balik sudut pintu. Ternyata Desy sedang bersama mantan mertuaku.Sepertinya butik besar ini milik Desy.Ah, kenapa bisa kebetulan begini.
Part: 14***Aku dan Rena salingmelempar pandangan, kira-kira siapa yang mengetuk pintu itu?Aku melangkah dengan pelan untuk membukakannya. Tidak ada suara, hanya sebuah ketukan saja.Entah kenapa aku menjadi gemetar, akhirnya aku memutuskan untuk mengintip dari balik tirai terlebih dahulu."Jeniffer," gumamku.Aku bergegas membukakannya pintu. Jeniffer terlihat begitu pucat.Tanpa berkata-kata, ia langsung masuk ke dalam. Aku mengunci kembali pintu kontrakkanku."Mari duduk dulu," ajakku.Jeniffer mengangguk, kami pun turut duduk di sofa dekat dengan Rena."Ada apa?" tanyaku dengan lembut.Jeniffer bergeming, wajahnya seperti orang yang sedang ketakutan.Aku dan Rena bertukar pandangan kembali. Jeniffer menunduk, tiba-tiba tubuhnya bergetar hebat.Aku melihat kondisinya itu merasa sangat cemas. Dengan sigap aku mendek