Share

Lingkungan baru

Part: 5

***

Duniaku seakan berhenti bersinar. Pemandangku mulai buram, dan barangsur gelap. Aku berharap ini hanyalah mimpi semata.

Entah berapa lama aku tak sadarkan diri, hingga kini aku sudah berada di dalam kamar. 

Ku lirik ke sebelahku, tidak ada Mas Aryo di sini. Aku mencoba bangun perlahan, ternyata hari sudah sangat malam.

Terlihat Mas Aryo tidur di sofa lagi. Aku tidak membangunkannya kali ini, karena aku sadar bahwa ia telah menalakku tadi.

Ini memang kesalahan yang aku perbuat sendiri. Seharusnya dari awal aku mengatakan yang sebenarnya, walaupun Ibu akan bunuh diri ketika mendengarnya.

Harusnya aku tidak terlalu perduli dengan perasaan mereka, biarkan saja Anak dan Ibu itu terluka.

Harusnya aku tidak berlagak menjadi pahlawan, karena kini aku yang terbuang.

Ah sudahlah! Nasi telah menjadi bubur.

Aku kembali ke kamar, dan segera mengemasi barang-barangku, agar besok pagi aku bisa langsung keluar dari rumah ini.

Setelah selesai, aku mencoba memejamkan mata kembali dan akhirnya terlelap.

***

Aku terbangun untuk menunaikan ibadah shollat subuh terlebih dahulu. Setelah selesai, aku langsung menuju keluar kamar.

Ibu dan Mas Aryo juga sudah bangun. Aku menghampiri mereka dan mencoba meyakinkan sekali lagi.

"Bu, Mas! Saya akan keluar dari rumah sekarang, tapi saya ingin kalian mempercayai ucapan saya kali ini," paparku dengan menahan air mata.

"Halah! Pergi ya, pergi aja! Gak usah banyak drama lagi!" bentak Ibu yang tetap tidak ingin mendengarkanku.

"Iya, Suci! Jangan bicara omong kosong lagi!" sambung Mas Aryo.

"Baiklah! Kalau kalian tetap tidak ingin mempercayai saya, yang penting saya sudah mengatakan kebenarannya!" 

Aku sudah putus asa bicara dengan Ibu dan Mas Aryo. Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil koperku dan segera pergi.

Aku memesan taxi online. Aku kembali bersedih karena harus meninggalkan rumah yang selama lima tahun aku tempati ini.

Aku melangkah perlahan, tergambar jelas raut kebahagian di wajah mantan mertuaku itu.

Sementara Mas Aryo hanya menunduk. 

"Saya pamit!" ucapku sebelum melanjutkan langkah.

Mereka hanya bergeming. Ibu kembali menyunggingkan bibir. Aku segera masuk ke dalam taxi yang sudah menunggu di depan.

Aku mencari kontrakan untuk sementara waktu. Untung saja aku sudah memiliki penghasilan sejak setahun lalu. Jadi aku telah memiliki sedikit tabungan untuk masa depanku.

Tidak ada tempat kembali, kedua orang tuaku telah tiada sedari aku sekolah dulu. 

***

"Dek! Mas ingin melamarmu," ucap Mas Aryo.

"Mas, serius? Saya hanya gadis yatim piatu yang tidak punya apa-apa, Mas. Kita sangat berbeda jauh!" paparku.

"Mas, tidak memandang itu semua, Dek. Bagi, Mas yang terpenting adalah ketulusan hati kamu."

Aku tersipu malu mendengarkan pernyataannya itu.

"Bagaimana, Dek? Kamu mau menjadi bidadari, Mas?" tanya-nya serius.

Tanpa ragu, aku langsung menganggukkan kepala sembari tersenyum malu.

"Maaf, Bu. Kita sudah sampai tujuan!" ucap supir taxi online itu yang menyadarkan lamunanku.

"Oh, iya! Terima kasih, Pak!" sahutku yang tersadar dari kenangan lima tahun yang lalu itu.

Aku sudah mencari informasi kontrakan melalui sosial media tadi malam. Jadi pagi ini aku sudah bisa menempatinya.

Walaupun hanya kontrakan sederhana namun, cukuplah untuk aku tempati seorang diri.

Aku membuka kembali ponselku, terpampang status watsapp Ibu. 

Ibu memasang gambar dirinya dan Desy yang sedang tersenyum lebar. Aku membuang nafasku dengan kasar melihat itu.

Tak lama kemudian, ponselku bergetar! Ibu mengirimkan pesan padaku.

[ Mantan menantu mandulku, di manakah kini kamu berada? Pasti sedang kebingungan karena tidak memiliki uang buat cari tempat tinggal! ] Isi pesan dari mantan mertuaku.

Aku tidak terpancing dengan pesan Ibu, itu! Biarkan saja mereka berfikir aku akan menjadi gelandangan. 

Suatu hari nanti, aku akan membuat Ibu tercengang melihat kesuksesanku!

Hari ini boleh saja mereka menghinaku. Namun, nanti ku pastikan keadaan akan berbalik. 

[ Semoga segera memiliki Cucu! ] balasku dengan menyertai emot senyum.

Dengan cepat Ibu membalas kembali pesanku itu, [ Tentu saja, karena calon menantuku itu tidak mandul, sepertimu! ]

Aku hanya tersenyum dan tidak ingin membalasnya lagi.

Aku mulai membiasakan diri di lingkungan ini. Kontrakanku cukup bagus dan layak walau tidak terlalu besar. 

Kini aku duduk bersantai di teras yang sudah tersedia kursi itu. Seketika aku melihat ada rumah yang sangat mewah dan indah di depan kontrakan ini. 

Tadi aku tidak terlalu memperhatikan sekitar. Sekarang baru jelas terlihat, kalau wilayah ini sepertinya banyak orang elit yang menempatinya.

Aku mengalihkan pandanganku pada layar handphone. Aku mengecek pemasukkanku bulan ini dari hasil menulis.

"Alhamdulillah," gumamku sembari tersenyum.

"Apa yang alhamdulillah?" tanya seseorang yang membuat aku terkejut.

"Dokter Wiliam!" teriakku yang tidak menyadari kedatangannya.

Dokter Wiliam pun turut duduk di sebelahku, dan bertanya, "kamu yang mengontrak di sini?"

Aku mengangguk pelan, ia terlihat heran.

"Bukankah ...." ucapannya terputus.

Aku mengerti Dokter Wiliam ingin mengatakan apa. Namun, sepertinya ia takut menyinggungku.

"Iya, Dok! Saya sudah berpisah dengan Mas Aryo," paparku tanpa ditanya olehnya.

"Lho, kok bisa?!" Dokter Wiliam terkejut mendengarnya.

Aku menjelaskan semuanya dengan jujur. Dokter Wiliam hanya bisa menggelengkan kepala mendengar ceritaku.

"Ini semua adalah kesalahan saya sendiri, Dok! Jadi biarlah saya menerima akibatnya," ucapku pula.

"Tapi seharusnya mereka mengecek lagi kebenaran yang kamu ungkapankan. Sekarang kan sudah zaman canggih, mereka bisa memeriksa kembali kesuburan Aryo, di rumah sakit lain, jika Ibunya menganggap saya akan bersekongkol denganmu!" 

Aku hanya tersenyum getir mendengar ucapan bijak, Dokter Wiliam.

Bersambung

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status