Bagaimana bisa koper berisi baju-baju Alisya yang kami bawa? Rika sih aman, baju Nifa ada di koper. Tinggi dan berat badan mereka hampir sama. Dia bisa memakainya, sedangkan aku? Gak mungkin dong memakai selimut kalau mau keluar. Kelakuan Emak memang di luar prediksi orang secerdas aku.Coba saja kalau aku yang salah bawa koper, Emak akan memarahiku. Lah menantunya, tak ada tuh sedikit omelan pun yang keluar dari bibirnya. Aku jadi berburuk sangka kalau ini rencana Emak."Bang!" Rika menepuk bahuku pelan setelah obrolan unfaedah mereka berakhir. Sepertinya aku harus membeli baju. Dan dimana, ya? Huh, bikin kerjaan saja."Kata Emak, di kursi belakang ada tas berisi baju kita kok. Abang ambilkan yah," titahnya yang mmbuat mataku berbintang-bintang. Tuh kan, ketahuan kalau Emak gak ada kerjaan selain ngusilin anak menantunya. Sebaiknya, kurencanakan saja memberinya cucu kembar agar Emak
"Mau nyari apa, Bang?" tanya lelaki kekar berpakaian perempuan yang berpapasan denganku tadi. Aku yang tadi memandanginya dengan jijik, malah berpenampilan sama,. Astaga! Aku harus ngomong apa diam, ya? Dan dari mana dia tahu kalau aku lelaki. Sekarang, dia sudah berpakaian normal, sedangkan aku .... Oh, ini memalukan."Hallo, Bang. Jangan malu! Kamu pasti sedang dikerjain istrimu kan?" tanyanya sambil menepuk bahuku. Untunglah dia bukan peramal yang bisa menebak penderitaanku. Aku mah dikerjain emakku sendiri, bukan istri."Aku menariknya ke tempat sepi. Duh, aku malah merasa sedang mojok dengan lelaki. Aku bergidik ngeri. Jangan sampai orang mengira kami sedang berpacaran. Bisa jadi bahan konten youtuber iseng nantinya."Abang yang tadi make baju perempuan, kan?" tanyaku meyakinkan. Ia menganggu sambil memperlihatkan deretan giginya yang putih.
"Mak! Nifa pulang dulu ya! Besan Emak sudah rindu sama menantu dan cucunya ini," ujar adik semata wayangku. Apa semua perempuan mendapatkan mertua seperti Emak dan mertua dari adikku? Mereka sungguh beruntung bisa mengendalikan suami berkat mertua.Aliysa tidak mau digendong mamanya dan masih lengket saja dipelukan neneknya. Mata Emak berkaca-kaca dan terus menciumi pipi cucunya yang menggemaskan. Padahal, hampir tiap hari mereka selalu video call. Masa serindu itu sih? Eh, aku juga sudah merasakan hal yang sama pada Rika. Ingin didekatnya terus. Syahdu sekali."Iya, Sayang. Makanya, Di, kamu harus cepat ngasih cucu buat emak. Kira-kira berhasil gak?" ujar Emak sambil mengerling. Kan? Aku lagi yang jadi sasaran. Gadis tua ini suka sekali menggoda anak lelaki satu-satunya ini. Sabar, Hadi! Slow saja.Kutarik nafas dan membuangnya perlahan. Aku meraih bahu Rika dan merangkulnya d
"Bang, ayo kasih nafas buatan!" titah Rika tanpa merasa bersalah. Rika, lihatlah bibir mertuamu itu. Senyuman meledek yang berusaha ia sembunyikan itu masih bisa kulihat.Rika mengambil minyak kayu putih yang tidak berwarna putih dan meletakkannya di dekat hidung Emak. Ya elah, pingsan boongan mana mempan pake itu. Rika terus saja mengoleskan minyak itu ke leher dan hidung Emak. Si gadis tua bersikukuh menahan senyum demi sempurna aktingnya."Dek! Kalau Emak pingsan saat abang gak ada di rumah, kamu gelitikin aja pinggangnya ya!" titahku sambil mencontohkan.Baru saja tanganku menyentuh pinggang yang dibungkus baju terusan itu, Emak langsung berteriak kegelian lalu balas menggelitikku. Aku persis seperti Emak, tidak tahan digelitikin. Karena posisiku sebagai anak, akhirnya aku yang kalah, lebih tepatnya mengalah."Ampun, Mak!" teriakku saat ce
Aku mengikuti Rika ke kamar untuk ganti baju, sedangkan Emak masuk ke kamarnya."Dek! Abang terlanjur basah nih. Apa kita mandi aja sekalian," godaku sambil membuka gembok, eh kancing bajuku yang basah karena minumanku disenggol Emak. Rika tersenyum malu dan terlihat berpikir. Halah, jual mahal."Ya udah, Abang mandi saja. Emak gak suka nunggu lama. Aku pergi sama Emak saja," balasnya lalu menghilang di balik pintu.Jangan tinggalin abang, Rika! Kapan sih aku bisa mengerti bahasa tubuh istriku tersayang? Harusnya senyum malu, ya tanda mau. Ini malah ninggalin yayangnya.Aku mulai berganti kostum yang kuyakini dapat membuatku berkali-kali lebih tampan di mata perempuan yang sudah mencuri, mengambil, dan menguasai hatiku. Dia telah mengunci segumpal daging bernama hati itu untuk tidak bisa berpaling pada yang lain.B
"Mak! Ini martabaknya. Keburu dingin, gak enak loh," seruku setelah mengetuk pintu kamar Emak. Tak ada sahutan maupun pergerakan dari dalam. Aku menekan gagang pintu dan masuk untuk mencari keberadaan dua perempuan itu. Astaga! Udah capek beli pesanan, Emak malah tidur sambil berpegangan tangan dengan menantunya. Gak so sweet banget deh. Harusnya, aku yang ada di samping Rika.Duh nasib! Sudah bela-belain melewati gerimis untuk membeli pesanan Emak, tetap aja harus tidur sendirian. Kasihan kalau lagi enak tidur, dibangunin. Kalau dibangunin sebuah rumah, baru perempuan senang, ya kan? Bukan matre sih, tapi realistis."Husht ...."Aku menoleh ke belakang saat merasa sedang dipanggil dengan desisan. Aw, Emak ternyata tidak tidur dan sedang menarik tangannya pelan-pelan. Ia bangkit dan mengajakku ke ruang tamu dengan jari telunjuk menempel di bibirku. Duh, Emak ada-ada saja.
Aku mulai diserang rasa panik dan malu. Kuambil ponsel untuk menanyakan kembali merek susu kehamilan yang Emak maksud."Saya ini laki-laki asli dan murni, Bu. Istri saya yang sedang hamil dan Emak menyuruh membelikan ...." Suaraku mengambang karena mataku membaca pesan Rika. Aku terlambat membacanya karena begitu semangat melaksanakan perintah Emak yang lebih berpengalaman.[Bang, jangan lupa nama susunya pren@gen. Jangan bilang yang aneh-aneh]Astaga! Emak mengerjaiku. Teganya, teganya, teganya dikau, oh Emak. Aku mulai memasang wajah serius dan mendekat pada perempuan yang tadi."Saya ini waras, Bu. Jangan terlalu serius menjalani hidup ini. Saya memang suka bercanda. Maksud saya memang yang itu," ujarku tanpa senyum sambil menunjuk kotak susu yang tadi, agar terlihat tegas. Hey bibir! Tolong jangan ketawa!Aku m
"Kamu sudah sadar, Sayang? Mana yang sakit?" tanya Emak dengan mengulum senyum. Astaga! Emak selalu bisa menebak kepura-puraanku."Sayangku! Emak jahat," aduku pada Rika yang berdiri di sampingku. Sengaja kupeluk perutnya sambil melirik sang jagoan."Hmmm … moduus. Ayo kita pulang. Bawain semua belanjaan kita," titah Emak sembari menggandeng tangan kekasihku. Modus? Gapapa dong modusin istri sendiri, kecuali istri orang, ya kan? Harusnya aku yang menggandeng tangan istriku, Mak.Pemuda yang tadi disuruh Emak memberiku nafas buatan, menepuk-nepuk bahuku. "Sabar ya, Bro. Seorang mertua memang selalu membela putrinya," ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepala."Jangan sok tahu! Gadis tua itu bukan mertua gue, tapi beliau emak gue, Bambaaaang," balasku kesal. Lelaki itu terperangah mata melotot ke arahku. Apa dia kesambet?