Share

bab 3. Sentuhan itu

“Maaf, Tuan. Saya tidak tahu kalau Tuan pulang jam makan siang. Saya belum masak. Di dapur hanya ada sop ayam sisa makan Denim. Supnya masih utuh, hanya saya ambil sepotong ayam dan sayurnya saja. Apa mau saya ambilkan?”

“Saya habis makan.”

“Saya ijin masuk sebentar, Tuan. Saya mau buatkan susu Denim. Sudah jadwalnya minum susu,” ucap Celine. 

Gadis itu melangkah masuk ke dalam rumah. Sedangkan Aksara masih duduk di gazebo dengan Denim di pangkuannya. Dilihatnya gadis itu. Untuk wanita seumuran dia, tubuhnya sudah mulai terbentuk dengan sempurna.

“Mikir apaan saya?” umpat lelaki itu kepada dirinya sendiri. Untuk pertama kalinya, ia memuji seorang wanita selepas peninggalan istrinya. 

“Papa, Papa,” ucap Denim dengan riang. Bocah kecil itu tampak berbicara dengan suara cadelnya yang lucu.

Aksara menggendong Denim ke dalam, di mana lelaki itu dibuat takjub dengan rumahnya yang bersih. Ia memang sangat selektif dalam pemilihan asisten rumah tangga. Ia sering mengumpat dan mencebik tatakala ada bagian rumah yang kotor atau tak sreg dengannya. Sikap perfeksionis yang selalu ditampilkan membuat Aksara kesusahan mencari asisten rumah tangga. Paling lama itu pun seminggu atau dua minggu. Terkecuali mbok Inah yang menjabat hingga tahunan. Wanita berumur dengan tubuh yang sedikit gemuk itu adalah asisten Tanisa istrinya, yang terus ikut sampai Tanisa menikah dan melahirkan anaknya. Ia yang paling betah dengan umpatan dan makian dari Aksara, hingga akhirnya hari kemarin turut meminta ijin pulang. Hanya ada Celine yang mengurus rumah dan anaknya.

“Maaf, Tuan, anda sudah ada di sini? Ini jam tidurnya Denim. Saya mau ajak dia ke kamarnya,” ucap Celine santun.

“Dek Denim, kita mbuk yuk! Tidur siang sama tante yuk!” ucap gadis itu dengan nada anak kecil. Sontak Denim yang hanya berkenalan beberapa jam itu mengulurkan tangan menuruti perintah babysitter barunya.

"Apa ingin dibuatkan sesuatu sebelum saya menidurkan Denim, Tuan?"

“Tidak, urus saja anak saya dengan baik.”

“Baik, Tuan. Saya permisi,” ucap Celine menundukkan kepala hormat dan mengayunkan langkah msuk ke dalam kamar Denim. Ruangan cukup luas dengan dinding bergambar tokoh superhero masuk dalam pandangan gadis kecil itu. Ia merebahkan anak asuhnya dan meraih susu formula yang ia buatkan tadi. Diberikannya minuman tersembut, sambil ia ikut tidur miring di sebelahnya. Sebagai gadis muda, celine sangat menjiwai perannya. Ia terlihat sangat keibuan dan sangat mencintai anak asuhnya tersebut. Begitupun dengan Denim yang sepertinya menyayangi babysitter barunya.

“Celine terlihat begitu menyanyangi Denim. Begitupun anakku yang trlihat bahagia bersamanya. Apa saya harus memecat gadis kecil itu?”  batin Aksara sambil menatap anak dan babysitterya. Ia yang tengah berdiri di ambang pintu hanya bis atersenyum mendapat pemandangan seperti itu.

Celine yang mengenakan rok pendek, ujung bajunya tersingkap. Kaki putih tanpa noda kini masuk ke dalam netra Aksara. Darahnya berdesir. Jantungnya berdetak tak pada semestinya. Entah mengapa ia merasakan sengatan listrik yang bertahun-tahun lamanya tak pernah ia rasakan. Bahkan, aksara sempat berpikir kalau ia sudah tak normal karena tak bisa merasakan getaran apapun kepada wanita. Terkecuali dengan gadis kecil yang dilihatnya sekarang.

“Tidak, itu tidak mungkin,” ucapnya lirih. 

Bagaimana bisa Aksara menyukai gadis yang lebih tepat dianggap dia sebagai anak?

“Mungkin saya hanya merasa takjub saja melihat ia bisa mengurus Denim dengan baik. Iya, itu hanya sebatas rasa kagum,” ucap Aksara lirih menolak apa yang dirasakan.

“Tuan aksara ada di sana? Maaf,” ucap Celine tergugu. Dengan cepat ia merapikan bajunya, termasuk ujung pakaian yang tersingkap. 

“Denim baru saja tidur, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?” Celine berdiri, memberi ruang kepada Tuannya untuk bersama Denim.

“Saya ingin berbicara sebentar denganmu.”

“Baik, Tuan. Mohon maaf, kita di luar saja, takut istirahat Denim terganggu.”

“Baiklah.”

***

“Buatkan saya teh hangat.”

“Baik, Tuan.”

“Jangan terlalu banyak gula.”

“Baik, Tuan.”

Aksara yang duduk di kursi makan terus menatap babysitter anaknya. Dapur terbuka yang terakses langsung dengan ruang makan, membuat apapun yang dilakuakn si sebrang sana terlihat begitu jelas. Celine mendidihkan air dan mulai mengisi cangkir dengan kantung teh dan sedikit gula. Air panas dituangkan dan diaduknya dengan sendok kecil.

“Kenapa hanya satu?”

“Maaf, Tuan. Apa Tuan mengajak teman?” tanya Celine lugu sambil menatap sekitar.

“Tambah satu untuk kamu. Saya tidak bisa minum sendiri sedang lawan bicara tidak melakukan hal yang sama.”

“Baik, Tuan.” Lagi-lagi tanpa sanggahan, Celine menuruti perintah. Ia kembali ke dapur dan membuat satu cangkir teh kembali.

“Kenapa berdiri saja disitu?" tanya Aksara menatap babysitter anaknya yang hanya mematung di sebelah kursi.

“Duduklah!”

“Saya, Tuan?”

“Iya, siapalagi?”

“Tapi, Tuan. Ini ....” lelaki itu menarik lengan Celine dan memintanya duduk di kursi sebelahnya. 

Untuk sesaat dunia seperti berhenti berputar, ada sesuatu rasa aneh yang dirasakan di antara keduanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status