Share

119

Author: Lin shi
last update Last Updated: 2025-05-07 20:00:00

Aini duduk termenung di teras rumahnya, menatap langit yang mulai berubah warna menjelang senja. Udara terasa lembab, seolah ikut membebani pikirannya yang sudah penuh dengan kegelisahan.  

Tangannya perlahan mengelus dadanya, mencoba meredakan ketidaknyamanan yang tiba-tiba muncul. Ada rasa sesak, rasa yang sulit dijelaskan. Bukan hanya fisik, tetapi juga batin yang terasa berat.  

"Ada apa ini? Perasaanku tidak nyaman... Apa jantungku bermasalah?" batinnya, mulai diliputi kecemasan.  

Aini menutup matanya, berusaha mengatur napas yang tiba-tiba terasa lebih pendek dari biasanya. Pikirannya melayang ke berbagai arah, tetapi yang paling kuat adalah ketakutannya terhadap sesuatu yang mungkin akan terjadi.  

"Allah, jangan buat hamba sakit sekarang ini. Suami hamba sudah Engkau ambil, jangan sampai hamba juga dipanggil sekarang ini..." 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 121

    Deni menelan ludah, seolah kata-kata yang ingin ia sampaikan tersangkut di tenggorokan. Ia menggeser posisi duduknya sedikit, pandangannya menghindari mata bundanya. "Itu, Bun..." ucapnya pelan, suaranya terdengar penuh keraguan, nyaris bergetar.Aini semakin memperhatikan perubahan raut wajah Deni, sorot matanya mulai dipenuhi kecemasan. Ia tidak suka ketika anaknya bersikap seperti ini—seperti ada sesuatu yang berat yang ingin disampaikan tetapi masih ditahan."Apa, Deni? Dina sakit?" tanyanya, nada suaranya kini berubah menjadi sedikit khawatir.Deni menggeleng cepat, tetapi tetap tidak langsung berbicara. Ia menarik napas panjang, mencoba mencari keberanian untuk mengatakan apa yang sebenarnya ingin ia ungkapkan.Aini semakin tidak tenang melihatnya. Ia menggeser duduknya lebih dekat, lalu meraih tangan Deni dan men

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 120

    Danang bangkit dari duduknya, dadanya terasa sesak saat mendengar suara isakan lirih dari kamar tamu. Isakan yang begitu halus, tetapi terasa menyayat, seolah setiap tangis yang ditahan oleh Dina menghantam kesadarannya dengan pukulan yang tidak terlihat.Langkahnya berat saat ia mendekati pintu kamar tamu, seolah ada sesuatu yang menghalanginya untuk melangkah lebih dekat. Hatinya bergetar, penuh penyesalan, penuh ketidakpastian.Dengan ragu, ia mengetuk pintu kamar dengan lembut."Tok… tok… Din… Dina…" panggilnya, suaranya bergetar, tidak seperti biasanya.Namun, tidak ada sahutan dari dalam. Hanya keheningan yang terasa semakin tebal, semakin menghimpit.Danang menelan ludah, lalu mengetuk pintu sekali lagi, kali ini sedikit lebih kuat. "Tok… tok… D

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    119

    Aini duduk termenung di teras rumahnya, menatap langit yang mulai berubah warna menjelang senja. Udara terasa lembab, seolah ikut membebani pikirannya yang sudah penuh dengan kegelisahan.Tangannya perlahan mengelus dadanya, mencoba meredakan ketidaknyamanan yang tiba-tiba muncul. Ada rasa sesak, rasa yang sulit dijelaskan. Bukan hanya fisik, tetapi juga batin yang terasa berat."Ada apa ini? Perasaanku tidak nyaman... Apa jantungku bermasalah?" batinnya, mulai diliputi kecemasan.Aini menutup matanya, berusaha mengatur napas yang tiba-tiba terasa lebih pendek dari biasanya. Pikirannya melayang ke berbagai arah, tetapi yang paling kuat adalah ketakutannya terhadap sesuatu yang mungkin akan terjadi."Allah, jangan buat hamba sakit sekarang ini. Suami hamba sudah Engkau ambil, jangan sampai hamba juga dipanggil sekarang ini..."

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 118

    Danang duduk termenung di teras depan rumah, matanya menatap lurus ke jalanan yang sepi.Ia teringat kata-kata Deni sebelum masuk mobil menuju terminal bus. Kata-kata yang begitu sederhana, tetapi menghantamnya tanpa ampun."Kembalikan Kak Dina, jika Mas sudah tidak mencintainya lagi. Sebab, tak ada kerajaan yang bisa bertahan dengan dua ratu berada didalamnya."Danang tertegun, dadanya terasa sesak. Ia tidak menyangka Deni akan mengatakan hal itu—seolah mengetahui semuanya, seolah melihat sesuatu yang selama ini ia tutupi dengan berbagai alasan dan kebohongan."Deni tahu? Sejak kapan? Apa selama ini dia diam sambil memperhatikan? Atau, Dina mengatakannya?""Tidak mungkin Dina yang mengatakan. Dina menutupinya."Ia menggenggam jemarinya di atas lutut, perasaan tidak nyaman mulai menjalar dalam dirinya.

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 117

    Dina menghela napas panjang, mencoba meredam emosinya yang mulai memuncak. Ia menatap Danang dengan mata yang penuh ketegasan, tapi ada kelelahan yang tak bisa disembunyikan."Apa maumu, Mas?" tanyanya lirih, tetapi nadanya tetap tegas.Danang mendekat sedikit, tatapannya penuh harap. "Kita seperti dulu, Din. Saling cinta, jangan ada pertengkaran," ucapnya dengan suara pelan, seolah mencoba meraih kembali sesuatu yang telah lama hilang.Dina tersenyum kecil, tapi senyum itu tidak menghadirkan kehangatan—melainkan kepahitan. Ia menghela napas sebelum menjawab, suaranya tenang, tapi dingin. "Itu tidak mungkin, Mas. Ketika sudah terjadi pengkhianatan pada janji suci pernikahan, tidak mungkin kita baik-baik saja."Ia menatap lurus ke mata Danang, memastikan lelaki itu memahami sepenuhnya. "Mas, kita pisah, ya," katanya deng

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 116

    Matahari belum menampakkan sinarnya, dan suara azan subuh berkumandang dari masjid, menembus keheningan pagi. Di dalam kamar, suasana terasa menegang. Dina baru saja menyelesaikan sholat Subuh, tubuhnya bergerak tenang saat ia melipat sajadah dan membuka mukenanya.Namun, ketenangan itu bertolak belakang dengan tatapan tajam yang mengarah kepadanya. Danang duduk di tepi ranjang dengan kedua tangan bersedekap di dada, wajahnya penuh ketegangan yang sulit disembunyikan. Sorot matanya tak lepas dari Dina, tetapi Dina memilih untuk mengabaikannya, pura-pura tak terganggu oleh keberadaan lelaki itu."Kemana semalam?" Suara Danang akhirnya memecah keheningan, nadanya tajam, penuh tuntutan."Mall," sahut Dina singkat, tanpa sedikit pun berniat menjelaskan lebih jauh.Danang mengembuskan napas kasar. "Kenapa tidak pamit? Apa tanganmu

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 115

    Langkah kaki terdengar pelan saat tiga orang masuk ke dalam rumah. Mata mereka langsung tertuju pada Danang, yang tertidur dalam posisi duduk di sofa ruang tamu. Televisi masih menyala, menampilkan tayangan yang sudah tidak lagi ia perhatikan. Kepalanya sedikit tertunduk ke samping, napasnya teratur, seolah telah menunggu terlalu lama hingga akhirnya tertidur dalam kelelahan.Deni melangkah lebih dekat, ragu sejenak sebelum akhirnya."Kak," panggil Deni dengan nada pelan, ragu apakah harus membangunkan Danang atau tidak. Dina, yang berdiri di sampingnya, hanya menghela napas pendek, matanya menatap Danang tanpa ekspresi yang jelas. Wajahnya tetap tenang, tapi dalam hatinya ada sesuatu yang mengendap—perasaan yang sulit dijelaskan. "Masuk saja, biar kakak yang membangunkannya," katanya tegas pada Deni dan Johnny, suaranya dingin dan tak terbantahkan.&n

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 114

    Dinda menggigit bibir bawahnya dengan gelisah, tatapannya tidak lepas dari Rizal. "Mas, apa sebaiknya aku bilang saja pada Kak Dina?" tanyanya ragu, suaranya terdengar bimbang. Ada harapan dalam matanya, berharap Rizal dapat memberinya kepastian.Ia menarik napas dalam sebelum melanjutkan, suaranya hampir berbisik. "Aku sudah kirim foto Mas Danang dengan wanita itu pada Kak Dina... Tapi sekarang aku takut. Takut kalau itu malah membuat Kak Dina bingung dan terluka."Rizal terdiam. Ia mengusap tengkuknya yang tiba-tiba terasa panas, merasa berat untuk memberikan jawaban. Ia tahu betapa pentingnya hal ini bagi Dinda, tapi ia juga tidak ingin membuatnya semakin terbebani. Matanya menghindari tatapan Dinda, mencari kata-kata yang tepat."Kok diam, Mas?" Dinda kembali bertanya, nadanya semakin terdengar cemas. Ia mengerutkan alis, mencoba membaca apa yang ada di pikiran Rizal. "Mas bingung, ya?" la

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 113

    Danang memacu motornya dengan kecepatan yang semakin meningkat. Angin malam yang dingin menerpa wajahnya, tetapi ia tidak peduli. Semangatnya untuk segera memberikan hadiah itu kepada Dina mendorongnya untuk terus melaju. Sesekali, ia merogoh saku jaketnya, memastikan kotak kecil berisi kalung liontin tetap aman di tempatnya."Dina, tunggu kedatanganku!" serunya, suaranya nyaris tenggelam oleh deru mesin motor. Pikirannya dipenuhi bayangan wajah Dina yang tersenyum saat menerima hadiah tersebut.Saat ia tiba di depan rumah, kegembiraannya perlahan berubah menjadi kebingungan. Rumah itu tampak gelap gulita, tidak ada satu pun lampu yang menyala. Danang mematikan mesin motornya dan turun dengan tergesa-gesa, mengerutkan kening saat menatap rumah yang sepi. "Kenapa rumah gelap begini?" gumamnya, rasa khawatir mulai menjalar di hatinya.Ia merogoh saku celananya, mengambil ku

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status