Share

Bab 5

Penulis: Lin shi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-04 20:53:01

"Din, aku serius ingin kau menjahit baju untukku," kata Alma, menyinggung kembali mengenai permintaannya.

"Kalau hasil jahitanku tidak sesuai dengan ekspektasimu, jangan marah," kata Dina dengan penuh kehati-hatian, ingin memastikan bahwa Alma tidak akan kecewa.

"Aku percaya dengan tanganmu, Din. Tunggu," ucap Alma. Dia kemudian mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan mode pakaian yang diinginkannya.

"Nih, lihat," ujarnya sambil memberikan ponselnya pada Dina.

Dina melihatnya dengan serius, "Bahannya sama seperti ini?" tanya Dina, ingin memastikan detail tentang desain yang diinginkan oleh Alma.

"Sedikit mirip. Aku punya bahan yang sudah lama diberikan kakakku. Bagaimana? Kau pasti bisa," kata Alma dengan antusias.

Dina masih dengan tatapan serius melihat mode pakaian yang diinginkan oleh Alma.

"Baiklah, akan aku coba," ucap Dina dengan tekad, menerima tantangan dengan senang hati.

"Terimakasih, Din! Kau pasti bisa," kata Alma dengan gembira, percaya sepenuhnya pada kemampuan Dina.

Keduanya kemudian menceritakan mengenai teman-teman mereka yang sudah punya kehidupan masing-masing, sehingga hari mendekati sore hari.

"Sudah sore," kata Alma, karena keasikan ngobrol, keduanya sampai lupa waktu.

"Kita tidak pernah bertemu sejak kita lulus SMA, wajar kita asyik mengobrol sampai lupa waktu," tutur Dina, merasa senang dengan kebersamaan tersebut.

"Lusa aku datang dengan membawa kain bakal bajunya," kata Alma, memberi kabar akan kunjungannya selanjutnya.

"Baiklah," kata Dina. 

Mereka berdua beriringan melangkah menuju pintu keluar. Di depan pintu, Alma membalikkan tubuhnya ke arah Dina, melihat Dina dengan serius.

"Din, kau bahagia?" Tanya Alma penuh perhatian.

"Kenapa kau menanyakan itu?" Tanya Dina, merasa sedikit terkejut dengan pertanyaan Alma.

"Ingin tahu apakah Mas Danang baik padamu," Tanya Alma, menunjukkan kepeduliannya.

"Dia baik," jawab Dina dengan tegas.

"Serius, kau tidak menyembunyikan sesuatu dariku, kan?" Tanya Alma dengan ekspresi serius.

"Tidak, Alma, aku baik-baik saja."

"Oke, jika kau tidak ingin bercerita padaku. Tapi Din, aku melihat perubahan pada dirimu. Kau tidak seperti yang dulu, selalu ceria," kata Alma dengan penuh perhatian.

"Biasalah, setelah menikah, banyak yang harus kupikirkan," ucap Dina dengan lembut.

"Oke, jika kau ingin bercerita apapun, aku bisa menjadi pendengarmu yang baik," kata Alma dengan tulus, menawarkan dukungan dan pendengaran kepada Dina.

"Terimakasih," ucap Dina.

Kemudian Alma pergi meninggalkan rumah Dina dengan diiringi tatapan mata Dina.

Dina merasa terkejut, "Ih, sudah mau pukul 5.00, aku belum masak untuk makan malam," gumamnya. Tanpa ragu, Dina langsung menuju ke dapur dan mempersiapkan bahan-bahan yang akan dia olah untuk menu makan malam.

Setengah jam kemudian, Dina selesai menyediakan makan malam dengan penuh semangat. Setelah meletakkan hidangan di atas meja, Dina menuju kamarnya untuk membersihkan dirinya dan bersiap-siap untuk menunggu kepulangan Danang.

Selesai mandi, Dina melangkah keluar dari dalam kamar mandi dengan melilitkan handuk untuk menutupi tubuhnya. Karena dia lupa membawa baju ganti, Dina berjalan ke lemari, berpikir, "Pakai baju apa aku hari ini ya? Hah, jangan baju tidur ini lagi, nanti Mas Danang marah," gumam Dina dalam hati. Lalu, ia memutuskan untuk mengambil baju berupa kaos dan rok selutut untuk dikenakannya.

"Ini aja," ucap Dina, lalu membawanya kembali ke dalam kamar mandi. Tidak lama kemudian, Dina keluar dari dalam kamar mandi, menyisir rambutnya dan memberikan wewangian pada tubuhnya. Tak lupa, ia juga mengaplikasikan bedak tipis dan lipstik di bibirnya.

"Sudahlah, begini saja. Nanti Mas Danang heran melihat aku berdandan menyambut kepulangannya," kata Dina dalam hati, sambil menyelesaikan persiapan penampilannya. Dengan hati gembira dan senyum yang merekah, Dina siap menyambut kepulangan Mas Danang dengan penuh semangat.

Dina keluar dari dalam kamar, lalu melangkah menuju dapur untuk menyiapkan teh hangat yang selalu disediakannya untuk Danang. Setelah jadi, Dina meninggalkan dapur dan duduk di ruang tamu, menunggu kedatangan Danang.

Saat menunggu sang suami, Danang, Dina mengambil waktu untuk melihat kembali desain pakaian yang diinginkan Alma untuk dia jahit. Dina memperhatikan dengan teliti setiap detail desainnya, memikirkan cara terbaik untuk merealisasikan permintaan temannya dengan sempurna.

Dalam suasana yang tenang dan hangat, Dina memikirkan pakaian milik Alma yang akan di jahit, merupakan tantangan, karena ia tidak pernah menjahit baju untuk orang kenakan, dan ia berharap bisa memberikan hasil terbaik untuk Alma. Sambil menunggu Danang pulang, Dina merencanakan langkah selanjutnya dalam menciptakan gaun impian Alma.Dengan fokus dan kehati-hatian, Dina menggunakan waktu menunggu Danang untuk merenungkan dan merencanakan proyek menjahit gaun yang diinginkan oleh Alma, menciptakan suasana kreatif dan penuh semangat dalam rumah.

Dina mulai menggoreskan pena pada buku gambarnya, memulai langkah pertama dalam membuat pola desain baju milik Alma. Dengan perhatian dan serius, Dina fokus pada detail-desain yang sesuai dengan keinginan Alma. Setiap garis yang digambarnya memperlihatkan ketelitian dan keahlian Dina dalam menciptakan pola yang bernilai seni.

Waktu berlalu tanpa disadari, Dina tenggelam dalam kreativitasnya, menciptakan pola dengan penuh semangat dan tekad untuk memberikan yang terbaik untuk temannya. Suara pena yang meluncur di atas kertas menjadi melodi yang menenangkan bagi Dina, menggambarkan proses kreatif yang mengalir dengan lancar.

Dalam keheningan dan ketenangan ruang kerjanya, Dina melanjutkan perjalanan menuju penyelesaian pola desain baju untuk Alma, menunjukkan dedikasi dan bakat seninya dalam menciptakan karya yang istimewa.Dengan ketekunan dan fokusnya, Dina menggarap pola desain baju dengan sepenuh hati, menciptakan karya yang penuh dengan cinta dan keterampilan untuk memenuhi harapan Alma.

Setelah selesai menggambar, Dina melihat hasil pola desain dengan tersenyum puas, "Lumayan."

"Ternyata, tidak begitu sulit," gumam Dina kepada dirinya sendiri, merasa senang dengan karyanya yang selesai. Dina merasa bangga atas kemampuannya untuk menciptakan sebuah pola desain baju yang sesuai dengan harapan Alma.

Setelah mengamati dengan tersenyum puas, Dina memutuskan untuk mengevaluasi lebih detail pola desain yang telah digambar. Dengan teliti, ia memeriksa setiap garis dan sudut untuk memastikan keakuratan dan kesesuaian dengan ukuran yang diperlukan. Dina memperhatikan setiap detail kecil agar nantinya gaun yang dijahitkan akan pas dan sesuai dengan harapan Alma.

Saat ia melihat kembali pola desain, inspirasi kreatif mulai mengalir kembali. Dina mulai memikirkan tambahan detail yang bisa membuat gaun lebih istimewa, seperti hiasan renda atau aksen unik yang dapat menonjolkan desain secara keseluruhan. Langkah ini memperkaya konsep awal dan memberikan sentuhan pribadi dalam karya seninya.

Dengan tambahan detail yang dipikirkannya, Dina merasa semakin termotivasi dan antusias untuk mulai proses menjahit. Dia yakin bahwa dengan sentuhan ekstra ini, gaun yang akan dihasilkan tidak hanya akan memenuhi harapan Alma, tetapi juga akan menjadi karya yang istimewa dan memukau.Dina, dengan penuh teliti dan kreativitasnya, menjelajahi setiap detail pola desain dengan hati-hati, menambahkan sentuhan personal dan tambahan detail yang memperkaya konsep awal.

"Semoga Alma suka dengan desain baju ini."

Dengan perasaan puas atas karyanya, Dina mulai merencanakan langkah selanjutnya dalam proses menjahit gaun untuk Alma. Dia siap untuk menghadapi tantangan dan ekspresi kreatif dalam mewujudkan desain yang telah dia ciptakan.Dengan kepuasan dan keyakinan atas hasil karyanya, Dina siap melanjutkan perjalanan dalam proses menjahit gaun, memadukan keahlian dan kreativitasnya untuk menciptakan gaun impian bagi Alma.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 189 Ending

    Ruangan sidang terasa sunyi. Hanya suara hakim yang memimpin sidang terdengar.“Karena tergugat tidak hadir dan telah memberikan kuasa penuh kepada kuasa hukumnya untuk menerima gugatan, serta telah menyatakan menerima permohonan penggugat, maka... Pengadilan Agama memutuskan untuk mengabulkan gugatan cerai penggugat, Dina Ardhiani, terhadap Danang Sahputra Prasetyo.”Ketukan palu hakim terdengar nyaring.Dina memejamkan mata, menahan air mata yang mengambang di pelupuk matanya. Di sampingnya, Vina menggenggam tangannya erat, memberi kekuatan.Semua keluar dalam keadaan campur aduk. Ada sedih dan ada perasaan lega.Di luar ruang sidang, Aini memeluk putrinya. “Sudah selesai, Nak. Sekarang kamu bisa mulai dari awal, tanpa luka yang sama.”"Bangkitlah, demi mereka." Hanum memeluk Dina."Semangat kak," ucap Deni."Strong Din," ujar Alma yang terus ada mendampinginya.Dina menganggukkan kepalanya menatap wajah-wajah yang selalu memberinya semangat.Dari pengadilan agama, Dina langsung men

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 188

    Ruangan rumah sakit itu dipenuhi aroma antiseptik. Suara detak alat monitor berdentum pelan, menghitung detak jantung Danang yang masih berbaring lemas di atas ranjang.Endang duduk di sisi ranjang dengan wajah murung, sesekali menyeka air matanya dengan tisu. Sementara Dinda berdiri di dekat jendela, mondar-mandir dengan gelisah.Danang mengerang pelan. Kepalanya tampak berat dan matanya enggan terbuka. Ia sudah dua kali muntah dalam dua jam terakhir."Mas?" panggil Dinda cemas, menghampiri.Danang hanya menggeliat, memegangi kepalanya sambil mendesah kesakitan.Tak lama kemudian, pintu kamar diketuk pelan lalu terbuka. Seorang dokter pria masuk, mengenakan jas putih dengan papan nama bertuliskan: dr. Reza – Sp.S (Spesialis Saraf). Di belakangnya, seorang perawat mendorong alat bantu portable."Bu Endang? Kami sudah lakukan

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 187

    Kelopak mata Danang perlahan terbuka. Cahaya lampu ruangan terasa menyilaukan, membuatnya menyipit. Napasnya masih berat, dadanya naik turun pelan. Untuk beberapa detik, ia hanya memandangi langit-langit, mencoba menyadari di mana ia berada.“Mas… Mas Danang…” suara lembut Dinda memanggil, terdengar serak menahan tangis.Endang yang duduk di sisi ranjang langsung berdiri. Matanya sembab, tapi kini menyala haru.“Alhamdulillah, kamu sadar, Nak…” ucapnya lirih.Danang memutar kepala perlahan, dan mulutnya bergerak.“Ma… aku… kenapa aku di sini?”Suara itu parau. Lirih. Hampir seperti bisikan.Dinda mendekat, menaruh tangannya di lengan Danang.“Mas… Mas tadi pingsan di pengadilan. Kita langsung bawa ke r

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 186

    Endang mulai panik.“Danang! DANANG!” teriaknya keras, berlari menghampiri.Danang mencoba berdiri tegak, tapi tubuhnya tak sanggup menahan beban emosi dan tekanan fisik yang memuncak. Dalam sekejap, ia terhuyung dan—BRUK!Tubuhnya ambruk menghantam lantai marmer pengadilan. Kepalanya nyaris membentur keras jika Dinda tak segera menahan bagian belakangnya. Namun tetap saja, tubuh itu jatuh lemas."DANANG!!" Endang menjerit. Suaranya menggetarkan udara. Orang-orang di sekitar langsung menoleh, beberapa berlari mendekat.Dinda berlutut, memegangi kakaknya dengan gemetar. "Mas! Mas, bangun! Jangan begini… Mas, bangun dong!" Suaranya pecah. Matanya berkaca-kaca.Endang menjerit ke arah petugas. “Tolong! Panggil ambulans! Anak saya pingsan!”Kerumunan mulai

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 185

    Setelah pembukaan persidangan oleh Majelis Hakim, sidang kedua dilanjutkan dengan agenda mediasi, sesuai aturan hukum agama yang berlaku. Hakim menunjuk Hakim Mediator yang berbeda dari Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini.Setelah proses administrasi selesai, baik Danang maupun Dina, masing-masing didampingi oleh pengacara mereka—Rani dan Vina—diminta masuk ke ruang mediasi yang terpisah dari ruang sidang utama. Namun, dalam ruang mediasi, hanya pihak yang bersengketa yang diperbolehkan hadir. Pengacara, keluarga, maupun pendamping tidak diperkenankan masuk.Di ruang mediasi:Hakim Mediator, seorang pria paruh baya dengan raut wajah tenang, membuka sesi dengan senyum ringan."Selamat pagi, Bapak Danang dan Ibu Dina. Saya ditugaskan sebagai mediator dalam perkara kalian. Tujuan mediasi ini adalah mencari titik temu dan rekonsiliasi, jika masih memungkink

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 184

    Pengadilan Agama pagi itu masih sepi. Hanya petugas keamanan dan beberapa staf yang tampak sibuk membuka berkas-berkas dan menyiapkan ruang sidang.Jam masih menunjukkan pukul delapan lebih sedikit saat mobil yang dikemudikan Dinda berhenti di halaman parkir. Danang turun dengan jas rapi dan wajah penuh harap. Di belakangnya, Endang menyusul keluar dari mobil."Masya Allah, Danang… ini belum juga mulai. Kamu bawa kita pagi-pagi sekali, orang kantor pengadilan juga belum siap semua," omel Endang, mamanya, sambil merapikan kerudungnya yang sedikit miring karena tergesa-gesa.Danang hanya diam. Tatapannya menatap ke arah gedung, lalu ke jam tangannya. Nafasnya pendek-pendek. Gugup jelas terbaca dari gerakan tangannya yang bolak-balik membetulkan letak dasi. Dia duduk, lalu berdiri celingukan melihat parkiran. Terlihat sekali ia gelisah.Dinda memandang sekeliling dan b

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status