Share

BAB 2

Penulis: Ede Thaurus
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-09 10:50:25

"Ruth, Gerald akan dimandikan, sebaiknya letakkan dia. Nanti kau bisa melihatnya lagi setelah selesai," ucap ibuku pelan.

"Tidak, Ma. Tidak! Gerald tidak boleh mandi dalam keadaan seperti ini, nanti dia kedinginan!"

"Ruth, lepaskan, nak. Ikhlaskan Gerald," bujuk ibuku sambil merangkul pundakku.

Aku segera mendorong ibuku dan berusaha melepaskan diri dari rangkulannya.

"Mama jangan bicara sembarangan. Gerald tidak bisa jauh dari aku. Kalau aku pergi, dia pasti akan menangis mencari aku. Jadi jangan mama suruh aku membiarkan dia sendirian!" teriakku sambil menangis.

"Biarkan saja dulu," ucap ayahku sambil menarik lengan ibuku agar menjauh dariku.

"Gerald, bangun yuk nak. Sebentar lagi kartun kesukaan Gerald mulai, sayang. Hari ini mama akan kasih Gerald nonton sepuasnya, tapi Gerald harus bangun, nak," ucapku sambil terus menangis. 

Dadaku terasa sesak, tapi aku berusaha menahan raunganku agar Gerald bisa mendengar suaraku dengan jelas.

"Gerald, anak kesayangan mama, bangun nak. Kita jalan-jalan yuk, sayang. Bangun Gerald, jangan begini nak, nanti Gerald kedinginan!" pintaku terus dengan suara serak.

Aku tidak rela melepaskannya, aku tidak bisa membayangkan hari esok tanpa putraku di sisiku.

Aku mencium kepalanya, tapi aromanya berubah. Ini bukan aroma rambut putraku. Aku menjadi histeris, karena tidak bisa mencium aromanya.

"Gerald! Gerald!" 

***

Aku membuka mataku perlahan, aku terbangun di kamarku sendiri. 

"Kakak sudah sadar?"

Adik iparku segera mendekatiku. Aku menatap wajahnya yang bengkak, dan pakaiannya yang serba hitam. Aku melihat tubuhku dan ternyata aku pun sudah memakai pakaian berwarna hitam.

"Kakak pingsan cukup lama. Tadi mama kakak yang mengganti pakaian kakak."

"Dimana semua orang?" tanyaku dengan suara parau.

"Di luar."

Aku segera turun dari tempat tidur dan berlari keluar. 

Rumah kami ramai dengan orang-orang yang berpakaian hitam dan suara tangisan yang bersahut-sahutan. 

"Gerald! Gerald," panggilku dengan panik.

Anak itu pasti ketakutan karena tidak bersamaku di tengah-tengah orang sebanyak ini. Tiba-tiba semua mata tertuju padaku, tapi aku tidak peduli. Aku harus mencari anakku.

"Gerald, dimana kamu?" panggilku sambil memeriksa sekelilingku.

Tiba-tiba mataku berhenti di depan sebuah peti kecil yang diletakkan tepat di tengah ruang tamu. Aku berjalan perlahan menuju peti itu dan langsung tersungkur jatuh begitu melihat putraku terbaring disana.

Aku merangkak perlahan mendekati peti itu dengan air mata yang mulai menetes ke pipiku. Dia disana, putraku Gerald tergeletak disana, dengan pakaian dan sepatu kesayangannya. Di samping tubuhnya ada begitu banyak mobil-mobilan kesukaannya.

Matanya tertutup rapat dan wajahnya tampak sangat pucat. Aku tidak pernah membayangkan akan melihatnya seperti ini. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku tahu rasanya kehilangan harapan. Sepertinya semua gelap, pikiranku kosong dan aku tidak yakin dengan apa yang sedang terjadi.

Seseorang membantuku duduk di samping Alex suamiku, yang terus menangis. Alex tidak mengatakan apa-apa, dia hanya menangis dan menangis. Kami tidak saling bicara dan sibuk dengan perasaan sakit kami masing-masing.

"Kita akan menguburkan Gerald hari ini. Alex sudah setuju, bagaimana menurutmu?" tanya ibuku sambil berjongkok di hadapanku.

"Terserah saja," jawabku singkat tanpa ekspresi apapun.

"Kuatkan hatimu, Gerald sudah tidak sakit lagi."

Aku tahu ibuku mencoba untuk menghiburku tapi entah mengapa rasanya lebih mirip penghakiman bagiku. Aku hanya mengangguk, tanpa melepaskan pandanganku dari wajah Gerald.

Aku hanya terpaku menatap Gerald yang terlihat seperti sedang tidur dengan nyenyak. Aku tahu setelah dikuburkan maka aku tidak akan melihat wajah kecil itu lagi. Aku tidak boleh berhenti menatapnya, agar aku tidak melupakan wajahnya. Aku bahkan tidak ingin mengedipkan mataku.

Semua kenangan bersamanya terus muncul di kepalaku. Tangis pertamanya ketika lahir ke dunia ini. Tawa pertamanya, langkah pertamanya, kata pertamanya, bahkan amarah pertamanya. Pelukannya setiap kali aku memarahinya, tangisnya ketika dilarang melakukan sesuatu yang dia sukai, teriakkannya ketika ketakutan, senyum dan tawanya ketika melihat sesuatu yang menurutnya lucu.

Semua itu membuatku semakin terluka. Dadaku benar-benar sesak, hingga rasanya sulit untuk bernapas.

Aku menatap dada kecilnya yang tidak bergerak dan bibirnya yang membiru, dia tidak sama lagi dengan Gerald yang selama ini bersamaku. Saat itulah aku menyadari, kalau putraku Gerald sudah tiada. Dia sudah meninggalkanku dan setelah hari ini aku tidak akan pernah lagi bertemu dengannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cerita Cinta Sang Janda Muda   BAB 8

    "Ruth! Ruth! Apa kau masih tidur?" teriak Sissy sambil menggedor pintu rumahku.Aku membuka pintu tanpa semangat. "Apa semalam kau benar-benar tidak enak badan. Apa kita perlu ke dokter? Wajahmu tampak tidak baik-baik saja.""Tidak usah, aku sudah lebih baik," jawabku berbohong."Dengar, aku punya kabar baik. Tuan Markus membeli 3 buah lukisanmu. Dia benar-benar seorang penggemar sejati yang rela menghabiskan uang demi mendapatkan lukisanmu.""Apa pekerjaannya? Mengapa dia membuang-buang uang untuk membeli lukisan?" tanyaku acuh."Buang uang! Apa kau sadar dengan apa yang kau katakan? Dia bukan membuang uang! Dia adalah pemilik hotel terbesar di ibukota yang sedang ekspansi ke pulau ini. Apa kau tahu, katanya lukisanmu akan ada di setiap kamar hotelnnya. Karena itu, dia membeli lukisanmu sangat banyak," jelas Sissy bersemangat."Berarti dia bukan penggemar sejati. Dia hanya pengusaha yang pandai menggunakan uangnya. Dia tahu lukisanku jauh lebih murah dibanding dia membeli lukisan ya

  • Cerita Cinta Sang Janda Muda   BAB 7

    Aku bisa melihat Alex sama kagetnya denganku."Ruth," ucapnya lembut."Alex," balasku dingin."Kalian sudah saling kenal?" tanya Sissy terkejut."Dia adalah seniorku di kampus dulu," jawabku cepat.Alex sepertinya melihat ketidaknyamananku. "Ya, kami dulu satu kampus," sahut Alex lalu mengalihkan pandangannya ke luar."Wah kebetulan sekali! Kalau begitu bisakah kau juga mempromosikan lukisan Ruth dan galeri ini?" potong Sissy, mengambil kesempatan dengan cepat."Tentu saja," jawab Alex sambil tersenyum."Tidak !Tidak usah. Kau tidak perlu melakukannya," tolakku cepat.Alex diam saja, tidak berusaha mendebat perkataanku. Suasana menjadi canggung karena penolakanku, padahal Sissy sudah mati-matian membujuk sepupunya dan semua orang yang dia bawa untuk membantu promosi."Maaf, aku permisi dulu. Ada yang harus aku lakukan," ucapku cepat, lalu segera pergi meninggalkan kelompok artis itu.Alex tampak berbeda. Dia sangat modis dan tubuhnya sangat atletis. Di hari perceraian kami, berat bad

  • Cerita Cinta Sang Janda Muda   BAB 6

    3 tahun kemudian"Ruth, orang yang sama kembali membeli lukisanmu. Tidakkah menurutmu kau harus menemuinya dan mengucapkan terima kasih?""Tidak, aku tidak ingin menemui siapapun. Kalau orang itu membelinya, berarti dia menyukai lukisanku. Untuk apa aku menemuinya?" Sissy, managerku hanya menghela napas dalam. Dia tidak pernah menyerah memintaku datang ke galeri dan bertemu dengan para peminat lukisanku.Tapi sampai hari ini, aku masih kesulitan bertemu dengan banyak orang. Aku menatap lautan yang teduh, lalu menorehkan warna biru di kanvas dengan kuasku.Sudah 2,5 tahun aku mengasingkan diri ke kota kecil ini. Kota Santa Fe yang terdapat dipulau indah bernama sama, Santa Fe.Aku pergi setelah semua urusan perceraianku selesai. Alex menjual rumah yang diberikan ayahnya dan memberikan setengah dari hasil penjualannya kepadaku. Aku hanya mengambil sedikit, dan memberikan sisanya kepada orangtuaku. Uang itulah yang kugunakan untuk hidup di pulau ini. Awalnya aku bekerja apa saja, agar

  • Cerita Cinta Sang Janda Muda   BAB 5

    Hari itu, hampir empat tahun yang lalu. Aku merayakan kelulusanku dari fakultas seni rupa bersama teman-temanku satu jurusan. Kami semua ingin menikmati kebebasan kami dari kampus dan sengaja menyewa sebuah villa untuk berpesta dengan bebas.Untuk membuatnya lebih seru, kami juga mengundang para mahasiswa dari jurusan lain dan entah bagaimana Alex juga hadir disana. Malam itu, untuk pertama kalinya aku menegak alkohol dan terbawa suasana. Tentu saja aku mengincar pria tertampan disana, yaitu Alex. Banyak mahasiswa yang juga mengincarnya, tapi entah kenapa Alex memilihku.Belakangan dia mengaku, kalau sebenarnya dia langsung jatuh cinta padaku saat melihatku pertama kalinya malam itu.Kami berdua naik ke kamar, tadinya kami hanya ingin mencari tempat yang tenang untuk berbicara. Tapi pengaruh alkohol dan suasana yang mendukung membuat kami melakukan hubungan yang seharusnya tidak kami lakukan.Setelah malam itu kami tidak pernah bertemu lagi, sampai 2 bulan kemudian aku menyadari kala

  • Cerita Cinta Sang Janda Muda   BAB 4

    "Ruth, apa yang kau lakukan?" Tiba-tiba seseorang menarik tubuhku hingga jatuh ke belakang dan menindih tubuh orang itu. Aku bangkit perlahan lalu berbalik dan melihat Alex disana."Apa kau sudah gila? Apa yang kau lakukan?" teriaknya putus asa, lalu berdiri dan membersihkan debu dari celananya."Aku mau bertemu Gerald. Jangan halangi aku! Aku harus menemaninya, agar dia tidak kesepian disana!" balasku berteriak dengan histeris. Alex langsung memeluk pinggangku, menahanku dari berlari ke ujung pagar dan melompat."Tenanglah Ruth, tenanglah. Jangan bersikap seperti ini," tahan Alex sambil terus mendekapku."Lepaskan! Lepaskan!" teriakku tanpa peduli. Tiba-tiba Alex melepaskan dekapannya lalu menamparku dengan keras. Aku terdiam, lalu dia menarik tubuhku dan membopongku di pundaknya dan membawaku kembali masuk ke rumah.Aku masih terdiam, tidak percaya kalau Alex menamparku untuk pertama kalinya."Maafkan aku sudah menamparmu. Tapi aku tidak bisa membiarkanmu melakukan hal gila seper

  • Cerita Cinta Sang Janda Muda   BAB 3

    Dua hari kemudian.Hari ini untuk pertama kalinya, hanya ada aku dan Alex di rumah kami. Kemarin, sehari setelah pemakaman Gerald, hampir semua orang masih menginap disini untuk menemani kami. Tapi hidup masih berjalan untuk mereka, jadi mereka harus kembali ke rutinitas mereka.Aku meringkuk di atas tempat tidurku, tanpa suara, tanpa tangis. Berbagai pertanyaan muncul dalam kepalaku, tapi semua berawal dengan kata 'kenapa'. Penyesalan, kemarahan, kesedihan, keputusasaan dan kekecewaan bercampur jadi satu. Aku terus mengutuki diriku sendiri dan mencari alasan atas kepergian Gerald."Kau mau makan?" Tiba-tiba Alex masuk ke dalam kamar, dan bicara denganku setelah berhari-hari kami tidak berkomunikasi. Aku diam, dan terus menatap dinding kamarku."Aku sudah memesan makanan dan meletakkannya di meja makan. Makanlah kalau kau lapar," ucapnya tanpa emosi, lalu keluar dan menutup pintu.Aku takjub, pria itu masih bisa memesan makanan dan bicara denganku sedingin itu. Apa dia tidak merasa a

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status