Setelah kematian putra mereka, Ruth dan Alex jadi saling membenci lalu memutuskan untuk bercerai. Ruth kemudian meninggalkan kota asalnya, menjauhi masa lalunya dan menjalani babak baru dalam hidupnya. Tapi tepat setelah Ruth mulai bisa menerima kenyataan dan menikmati hidupnya, sesuatu terjadi. Kejadian itu membuatnya melihat segala sesuatu dari sudut yang berbeda.
View More"Kami sudah melakukan semua usaha yang kami bisa. Tapi, putra bapak dan ibu tidak bisa bertahan. Pasien meninggal dunia 10 menit yang lalu."
Suamiku, Alex, langsung tersungkur ke lantai sambil meraung. Sementara aku terdiam, berdiri kaku tanpa bisa mengucapkan sepatah katapun. Aku seperti baru saja jatuh dari ketinggian puluhan ribu meter.
Tadi siang, putra kecilku itu masih tersenyum hangat sambil memelukku dengan erat, bagaimana bisa dia pergi dalam sekejap?
"Ruth, Ruth, bangunlah!"
Aku tidak tahu apa yang terjadi kepadaku, tapi kepalaku terasa berat dan ketika aku membuka mata, orang-orang sudah mengelilingiku.
'Ah, ternyata aku cuma bermimpi buruk,' batinku tenang.
"Ruth, kau tidak apa-apa?" tanya ibu mertuaku dengan mata bengkak.
"Gerald mana, Ma?" tanyaku sambil berusaha untuk duduk.
Semua orang mulai menangis, jantungku berdetak begitu kencang. Aku melihat sekelilingku dan suamiku tidak ada disana.
"Dimana ini?" tanyaku mulai panik.
"Di rumah sakit, nak. Gerald, dia sudah-"
Aku menutup mulut menyadari kalau kepergian putra tunggalku itu bukan mimpi tapi kenyataan.
"Dimana dia? Dimana Gerald, Ma? Aku mau lihat Gerald!" teriakku sambil turun dari tempat tidur.
"Ruth, tenanglah," bujuk ibu mertuaku.
"Gerald, dia pasti kesepian. Dia pasti sedang mencariku sekarang. Ayo, ma," ucapku panik sambil menarik tangan ibu mertua dan iparku.
Kami segera keluar dari kamar.
Aku berjalan di belakang iparku sambil bergandengan tangan dengan mertuaku.
Kami tiba di sebuah ruangan, disana sudah ada kedua orangtuaku, ayah mertua dan suamiku. Mereka mengelilingi Gerald yang tidur di atas tempat tidur yang terbuat dari baja.
"Kenapa Gerald diletakkan di atas meja besi? Dia pasti kedinginan!" teriakku sambil berlari ke arah putra kesayanganku itu.
"Gerald, mama disini, sayang. Gerald kedinginan enggak? Sini, mama peluk sayang biar Gerald enggak kedinginan," bisikku sambil memeluk tubuh kaku putraku.
Dia memang menyukai segala sesuatu yang dingin. Udara dingin, minuman dingin, bahkan dia hanya mau mandi dengan air dingin.
"Ruth," ucap ibuku lembut sambil menyentuh bahuku.
"Ma, tolong ambilkan baju hangat dan selimut untuk Gerald. Disini terlalu dingin, nanti batuknya semakin parah," pintaku sambil terus memeluk putraku, tapi ibuku tidak bergerak, dia hanya membelai kepalaku dengan lembut.
"Tolong, siapapun! Tolong matikan ac nya dan tolong ambilkan selimut untuk putraku!" teriakku sekencang-kencangnya. Air mata mulai mengucur deras dari mataku, dan pelukanku semakin erat.
Tapi, sekencang apapun aku berteriak tidak ada seorangpun yang bergerak. Hanya suara tangisan dan isakan yang terdengar di dalam ruangan dingin ini.
"Gerald! Gerald!" teriakku sambil terus memeluk tubuh dinginnya.
Kami baru saja merayakan ulang tahunnya yang ketiga sebulan yang lalu. Memang tidak ada perayaan yang meriah, karena toh dia belum mengerti artinya pesta. Selain itu, kami hanya memiliki uang untuk membeli kue tart kecil dan sebuah mobil-mobilan murah sebagai hadiah untuknya.
Saat itu, semuanya baik-baik saja. Gerald masih ceria dan tidak bisa diam. Meski belum bisa mengucapkan beberapa huruf dengan jelas, tapi dia sangat suka bicara dan bisa berkomunikasi dengan sangat baik.
Seminggu kemudian dia mulai batuk-batuk. Aku pikir itu hanya batuk biasa pada anak, jadi tidak membawanya ke dokter.
"Mama, dada Gelald cakit," ucapnya tiba-tiba setelah seminggu batuk.
Aku hanya memberikan air hangat dengan lemon dan madu, untuk melegakan tenggorokannya. Tapi malamnya tiba-tiba dia demam tinggi. Saat itulah aku dan Alex mulai panik dan segera membawanya ke rumah sakit.
Saat itu dia hanya diperiksa, diberi obat lalu disuruh pulang. Menurut dokter itu hanya batuk biasa, dan tidak perlu dirawat.
Meskipun kami kurang puas, tapi kami tidak punya pilihan. Sebagai orang yang menggunakan fasilitas kesehatan gratis dari pemerintah, rasanya terlalu berlebihan kalau kami meminta pemeriksaan yang lebih detail.
Selama beberapa hari Gerald hanya berbaring lemas. Instingku mengatakan ini bukan sakit batuk biasa, lalu kami kembali membawanya ke rumah sakit. Lagi-lagi Gerald dikirim pulang, setelah diberikan infus.
Aku sangat ingin membawanya ke rumah sakit swasta, tapi kami sama sekali tidak memiliki uang.
Lalu dua hari yang lalu, Gerald tiba-tiba sesak napas. Kami segera melarikannya ke rumah sakit. Saat itulah baru dokter memberi tahu kalau putra kami, mengalami pneumonia dan paru-parunya sudah dipenuhi cairan.
Aku terus berdoa tak henti, dengan air mata dan peluh berharap semua baik-baik saja, agar putraku bisa kembali sehat. Lalu siang tadi, seperti sebuah keajaiban, Gerald tiba-tiba tampak segar dan terus tersenyum. Dia bahkan terus memelukku dan tidak melepaskan tanganku.
"Nanti Gelald mau jalan-jalan," ucapnya sambil tersenyum.
"Boleh sayang, kalau sudah sembuh kita pergi jalan-jalan kemanapun Gerald mau," jawabku tanpa tahu apa maksud jalan-jalan yang dimaksud putra kecilku itu.
Aku yakin dia akan sembuh, karena keadaannya yang membaik. Tapi, ternyata aku salah, putraku memang pergi jalan-jalan tapi dia pergi sendirian dan tidak mengajakku.
"Ruth! Ruth! Apa kau masih tidur?" teriak Sissy sambil menggedor pintu rumahku.Aku membuka pintu tanpa semangat. "Apa semalam kau benar-benar tidak enak badan. Apa kita perlu ke dokter? Wajahmu tampak tidak baik-baik saja.""Tidak usah, aku sudah lebih baik," jawabku berbohong."Dengar, aku punya kabar baik. Tuan Markus membeli 3 buah lukisanmu. Dia benar-benar seorang penggemar sejati yang rela menghabiskan uang demi mendapatkan lukisanmu.""Apa pekerjaannya? Mengapa dia membuang-buang uang untuk membeli lukisan?" tanyaku acuh."Buang uang! Apa kau sadar dengan apa yang kau katakan? Dia bukan membuang uang! Dia adalah pemilik hotel terbesar di ibukota yang sedang ekspansi ke pulau ini. Apa kau tahu, katanya lukisanmu akan ada di setiap kamar hotelnnya. Karena itu, dia membeli lukisanmu sangat banyak," jelas Sissy bersemangat."Berarti dia bukan penggemar sejati. Dia hanya pengusaha yang pandai menggunakan uangnya. Dia tahu lukisanku jauh lebih murah dibanding dia membeli lukisan ya
Aku bisa melihat Alex sama kagetnya denganku."Ruth," ucapnya lembut."Alex," balasku dingin."Kalian sudah saling kenal?" tanya Sissy terkejut."Dia adalah seniorku di kampus dulu," jawabku cepat.Alex sepertinya melihat ketidaknyamananku. "Ya, kami dulu satu kampus," sahut Alex lalu mengalihkan pandangannya ke luar."Wah kebetulan sekali! Kalau begitu bisakah kau juga mempromosikan lukisan Ruth dan galeri ini?" potong Sissy, mengambil kesempatan dengan cepat."Tentu saja," jawab Alex sambil tersenyum."Tidak !Tidak usah. Kau tidak perlu melakukannya," tolakku cepat.Alex diam saja, tidak berusaha mendebat perkataanku. Suasana menjadi canggung karena penolakanku, padahal Sissy sudah mati-matian membujuk sepupunya dan semua orang yang dia bawa untuk membantu promosi."Maaf, aku permisi dulu. Ada yang harus aku lakukan," ucapku cepat, lalu segera pergi meninggalkan kelompok artis itu.Alex tampak berbeda. Dia sangat modis dan tubuhnya sangat atletis. Di hari perceraian kami, berat bad
3 tahun kemudian"Ruth, orang yang sama kembali membeli lukisanmu. Tidakkah menurutmu kau harus menemuinya dan mengucapkan terima kasih?""Tidak, aku tidak ingin menemui siapapun. Kalau orang itu membelinya, berarti dia menyukai lukisanku. Untuk apa aku menemuinya?" Sissy, managerku hanya menghela napas dalam. Dia tidak pernah menyerah memintaku datang ke galeri dan bertemu dengan para peminat lukisanku.Tapi sampai hari ini, aku masih kesulitan bertemu dengan banyak orang. Aku menatap lautan yang teduh, lalu menorehkan warna biru di kanvas dengan kuasku.Sudah 2,5 tahun aku mengasingkan diri ke kota kecil ini. Kota Santa Fe yang terdapat dipulau indah bernama sama, Santa Fe.Aku pergi setelah semua urusan perceraianku selesai. Alex menjual rumah yang diberikan ayahnya dan memberikan setengah dari hasil penjualannya kepadaku. Aku hanya mengambil sedikit, dan memberikan sisanya kepada orangtuaku. Uang itulah yang kugunakan untuk hidup di pulau ini. Awalnya aku bekerja apa saja, agar
Hari itu, hampir empat tahun yang lalu. Aku merayakan kelulusanku dari fakultas seni rupa bersama teman-temanku satu jurusan. Kami semua ingin menikmati kebebasan kami dari kampus dan sengaja menyewa sebuah villa untuk berpesta dengan bebas.Untuk membuatnya lebih seru, kami juga mengundang para mahasiswa dari jurusan lain dan entah bagaimana Alex juga hadir disana. Malam itu, untuk pertama kalinya aku menegak alkohol dan terbawa suasana. Tentu saja aku mengincar pria tertampan disana, yaitu Alex. Banyak mahasiswa yang juga mengincarnya, tapi entah kenapa Alex memilihku.Belakangan dia mengaku, kalau sebenarnya dia langsung jatuh cinta padaku saat melihatku pertama kalinya malam itu.Kami berdua naik ke kamar, tadinya kami hanya ingin mencari tempat yang tenang untuk berbicara. Tapi pengaruh alkohol dan suasana yang mendukung membuat kami melakukan hubungan yang seharusnya tidak kami lakukan.Setelah malam itu kami tidak pernah bertemu lagi, sampai 2 bulan kemudian aku menyadari kala
"Ruth, apa yang kau lakukan?" Tiba-tiba seseorang menarik tubuhku hingga jatuh ke belakang dan menindih tubuh orang itu. Aku bangkit perlahan lalu berbalik dan melihat Alex disana."Apa kau sudah gila? Apa yang kau lakukan?" teriaknya putus asa, lalu berdiri dan membersihkan debu dari celananya."Aku mau bertemu Gerald. Jangan halangi aku! Aku harus menemaninya, agar dia tidak kesepian disana!" balasku berteriak dengan histeris. Alex langsung memeluk pinggangku, menahanku dari berlari ke ujung pagar dan melompat."Tenanglah Ruth, tenanglah. Jangan bersikap seperti ini," tahan Alex sambil terus mendekapku."Lepaskan! Lepaskan!" teriakku tanpa peduli. Tiba-tiba Alex melepaskan dekapannya lalu menamparku dengan keras. Aku terdiam, lalu dia menarik tubuhku dan membopongku di pundaknya dan membawaku kembali masuk ke rumah.Aku masih terdiam, tidak percaya kalau Alex menamparku untuk pertama kalinya."Maafkan aku sudah menamparmu. Tapi aku tidak bisa membiarkanmu melakukan hal gila seper
Dua hari kemudian.Hari ini untuk pertama kalinya, hanya ada aku dan Alex di rumah kami. Kemarin, sehari setelah pemakaman Gerald, hampir semua orang masih menginap disini untuk menemani kami. Tapi hidup masih berjalan untuk mereka, jadi mereka harus kembali ke rutinitas mereka.Aku meringkuk di atas tempat tidurku, tanpa suara, tanpa tangis. Berbagai pertanyaan muncul dalam kepalaku, tapi semua berawal dengan kata 'kenapa'. Penyesalan, kemarahan, kesedihan, keputusasaan dan kekecewaan bercampur jadi satu. Aku terus mengutuki diriku sendiri dan mencari alasan atas kepergian Gerald."Kau mau makan?" Tiba-tiba Alex masuk ke dalam kamar, dan bicara denganku setelah berhari-hari kami tidak berkomunikasi. Aku diam, dan terus menatap dinding kamarku."Aku sudah memesan makanan dan meletakkannya di meja makan. Makanlah kalau kau lapar," ucapnya tanpa emosi, lalu keluar dan menutup pintu.Aku takjub, pria itu masih bisa memesan makanan dan bicara denganku sedingin itu. Apa dia tidak merasa a
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments