3 tahun kemudian
"Ruth, orang yang sama kembali membeli lukisanmu. Tidakkah menurutmu kau harus menemuinya dan mengucapkan terima kasih?"
"Tidak, aku tidak ingin menemui siapapun. Kalau orang itu membelinya, berarti dia menyukai lukisanku. Untuk apa aku menemuinya?"
Sissy, managerku hanya menghela napas dalam. Dia tidak pernah menyerah memintaku datang ke galeri dan bertemu dengan para peminat lukisanku.
Tapi sampai hari ini, aku masih kesulitan bertemu dengan banyak orang.
Aku menatap lautan yang teduh, lalu menorehkan warna biru di kanvas dengan kuasku.
Sudah 2,5 tahun aku mengasingkan diri ke kota kecil ini. Kota Santa Fe yang terdapat dipulau indah bernama sama, Santa Fe.
Aku pergi setelah semua urusan perceraianku selesai. Alex menjual rumah yang diberikan ayahnya dan memberikan setengah dari hasil penjualannya kepadaku. Aku hanya mengambil sedikit, dan memberikan sisanya kepada orangtuaku. Uang itulah yang kugunakan untuk hidup di pulau ini.
Awalnya aku bekerja apa saja, agar bisa menyibukkan diri dan melupakan semua kenangan pahitku. Aku mencuci piring di restoran seafood, menjaga perpustakaan, bahkan membantu menjual ikan di tempat pelelangan ikan.
Hingga suatu hari, tanpa sengaja aku bertemu Sissy yang membuka galeri lukisan pertama di pulau ini. Dia juga melarikan diri, bedanya dia melarikan diri dari orangtuanya yang memaksanya menikah.
Aku memulai sebagai asisten Sissy, lalu aku memberanikan diri untuk melukis dan menunjukkannya kepada Sissy. Tidak kuduga Sissy menyukainya, lalu sejak saat itu aku menjadi pelukis yang mengisi galerinya.
Pendapatannya tentu saja, jauh melebihi yang kudapatkan selama ini. Aku membeli sebuah rumah kecil yang indah dan sebuah sepeda cantik. Tapi bukan itu yang membuatku kini terus melukis tanpa henti.
Perlahan, melukis menjadi tempat untuk menuangkan kerinduanku kepada Gerald, mengisi kekosongan dan kesepian, serta memberikan harapan yang pernah hilang.
Orang-orang mungkin melihat aku hanya melukis alam. Tapi dibalik langit cerah dan laut yang tenang, tersimpan gambar senyuman putraku. Dibalik ganasnya ombak dan langit yang kelabu ada air mata dan rasa sakit Gerald, lalu dibalik daun-daun yang gugur dan angin yang berhembus kencang, ada kenangan pahit yang kuharap terbang bersama angin.
"Baiklah, sekarang aku biarkan. Tapi ingat lusa di malam perayaan satu tahun galeriku, kau harus hadir. Entah kau menyamar sebagai pengunjung, atau pelayan, pokoknya kau harus hadir!" ancam Sissy.
Aku menggangguk tanpa menatapnya.
***
"Aku akan memakai gaun ini!" tegasku pada Sissy yang memaksaku untuk memakai gaun malam yang agak terbuka.
"Ruth, aku mohon. Malam ini saja, berdandanlah yang cantik. Aku sudah bilang, sepupuku akan datang dan mengajak teman-temannya. Mereka semua selebriti terkenal ibukota," pinta Sissy memohon.
"Tidak, aku kesana sebagai pengunjung dan hanya untuk menghormatimu! Jangan perkenalkan aku kepada siapapun! Kalau kau memaksa, aku tidak akan datang!" ancamku sambil mengancing gaun bunga-bunga sederhana milikku sejak kuliah dulu.
"Huh! Dasar keras kepala!" gerutu Sissy menyerah.
Dia masih terus menggerutu dalam perjalanan kami ke galeri. Sepertinya dia sangat ingin memamerkanku kepada teman-temannya, tapi aku sangat membencinya.
Kami tiba sebelum acara di mulai. Sissy berkeliling memastikan bahwa semua sudah beres, sementara aku duduk di pojok ruangan sambil memandangi lukisan yang ku buat pertama kali dan membuat Sissy terpesona. Dia sengaja tidak menjual lukisan itu, karena dia sangat menyukainya.
"Lukisan yang indah, kan? Pelukisnya pasti menganut naturalisme atau realisme. Bagaimana menurutmu?"
Aku menoleh sambil menunjuk diriku sendiri.
"Ya, aku sedang bicara denganmu. Apa menurutmu aku bicara dengan lukisan ombak itu?" tanya seorang pria muda yang tampak sangat rapi dan terawat.
Aku tersenyum.
"Aku setuju," jawabku singkat.
"Aku Markus," ucap pria itu sambil menyodorkan tangannya.
Dengan enggan aku meraih tangannya, lalu kami bersalaman.
"Apa kau tidak akan memperkenalkan diri?" tanyanya lagi.
"Oh, iya. Aku Ruth," jawabku canggung.
Sudah terlalu lama aku tidak berinteraksi seperti ini dengan orang lain, dan ini benar-benar tidak nyaman.
"Ruth? Apa kau yang melukis ini?" sahut Markus tampak terkejut.
Aku menatap Markus dengan reaksi sama terkejutnya.
"Kau tahu?" tanyaku bingung.
"Tentu saja! Aku sudah membeli lebih dari 10 lukisan milikmu."
"Kau? Jadi kau orang yang diceritakan Sissy, yang selalu membeli lukisanku?"
"Ya, aku benar-benar ingin bertemu denganmu. Siapa sangka malam ini akhirnya impianku jadi kenyataan," ucapnya bersemangat.
Aku hanya tersenyum. Di sudut hatiku, aku merasa cukup senang karena ada seseorang yang begitu menghargai hasil karyaku.
"Tuan Markus, anda sudah bertemu dengan Ruth. Dia lah sang pelukis misterius yang membuat anda penasaran," ucap Sissy yang muncul tiba-tiba.
"Ya, kami akhirnya berkenalan," jawab Markus tersenyum senang.
"Kalau begitu bolehkah saya meminjam Ruth sebentar? Saya ingin mengenalkannya dengan sepupu saya, sebelum acara dimulai," ucap Sissy memohon.
"Tapi setelah itu, kalian boleh melanjutkan pembicaraan kalian," sambungnya cepat.
"Silakan, saya juga ingin mengambil minuman," jawab Markus tanpa melepaskan tatapannya darilku.
"Ayo cepat, sepupuku hanya bisa singgah sebentar. Mereka akan melanjutkan syuting sebentar lagi," ajak Sissy sambil menarik tanganku.
"Sudah kubilang, aku tidak mau dikenalkan dengan siapapun!" jawabku kesal.
"Kau tidak akan menyesal, karena sepupuku membawa para aktor dan aktris terkenal bersamanya."
Aku menghela napas, lalu mengikuti Sissy dengan terpaksa.
Sekelompok pria dan wanita muda berkumpul sambil tertawa. Mereka tampak modis dan bertubuh indah.
"Cassandra, sepupuku sayang!" seru Sissy begitu melihat kelompok itu.
"Sissy, cintaku!" balas seorang wanita muda bertubuh langsing dan tampak sangat cantik.
Mereka langsung berpelukan dan saling memuji.
"Oh iya, ini dia pelukis yang aku ceritakan. Tolonglah, bisakah kau promosikan lukisannya dan galeri ini di media sosialmu?"
Sial! Ternyata itu maksud Sissy mengenalkan kami. Dia ingin para artis ini mempromosikan galerinya dengan gratis.
"Tentu saja, sayang. Aku akan melakukan apapun untukmu. Oh iya, kenalkan dulu teman-temanku," ucap Cassandra sambil merangkulku. Aku hanya tersenyum dan mulai menyalami mereka satu per satu,
"Oh iya, itu dia satu lagi. Idola para wanita, yang sangat popular," ucap Cassandra sambil menunjuk seseorang di belakangku.
Aku berbalik dan hampir jatuh ketika melihat siapa pria yang dia tunjuk.
"Alex."
"Ruth! Ruth! Apa kau masih tidur?" teriak Sissy sambil menggedor pintu rumahku.Aku membuka pintu tanpa semangat. "Apa semalam kau benar-benar tidak enak badan. Apa kita perlu ke dokter? Wajahmu tampak tidak baik-baik saja.""Tidak usah, aku sudah lebih baik," jawabku berbohong."Dengar, aku punya kabar baik. Tuan Markus membeli 3 buah lukisanmu. Dia benar-benar seorang penggemar sejati yang rela menghabiskan uang demi mendapatkan lukisanmu.""Apa pekerjaannya? Mengapa dia membuang-buang uang untuk membeli lukisan?" tanyaku acuh."Buang uang! Apa kau sadar dengan apa yang kau katakan? Dia bukan membuang uang! Dia adalah pemilik hotel terbesar di ibukota yang sedang ekspansi ke pulau ini. Apa kau tahu, katanya lukisanmu akan ada di setiap kamar hotelnnya. Karena itu, dia membeli lukisanmu sangat banyak," jelas Sissy bersemangat."Berarti dia bukan penggemar sejati. Dia hanya pengusaha yang pandai menggunakan uangnya. Dia tahu lukisanku jauh lebih murah dibanding dia membeli lukisan ya
Aku bisa melihat Alex sama kagetnya denganku."Ruth," ucapnya lembut."Alex," balasku dingin."Kalian sudah saling kenal?" tanya Sissy terkejut."Dia adalah seniorku di kampus dulu," jawabku cepat.Alex sepertinya melihat ketidaknyamananku. "Ya, kami dulu satu kampus," sahut Alex lalu mengalihkan pandangannya ke luar."Wah kebetulan sekali! Kalau begitu bisakah kau juga mempromosikan lukisan Ruth dan galeri ini?" potong Sissy, mengambil kesempatan dengan cepat."Tentu saja," jawab Alex sambil tersenyum."Tidak !Tidak usah. Kau tidak perlu melakukannya," tolakku cepat.Alex diam saja, tidak berusaha mendebat perkataanku. Suasana menjadi canggung karena penolakanku, padahal Sissy sudah mati-matian membujuk sepupunya dan semua orang yang dia bawa untuk membantu promosi."Maaf, aku permisi dulu. Ada yang harus aku lakukan," ucapku cepat, lalu segera pergi meninggalkan kelompok artis itu.Alex tampak berbeda. Dia sangat modis dan tubuhnya sangat atletis. Di hari perceraian kami, berat bad
3 tahun kemudian"Ruth, orang yang sama kembali membeli lukisanmu. Tidakkah menurutmu kau harus menemuinya dan mengucapkan terima kasih?""Tidak, aku tidak ingin menemui siapapun. Kalau orang itu membelinya, berarti dia menyukai lukisanku. Untuk apa aku menemuinya?" Sissy, managerku hanya menghela napas dalam. Dia tidak pernah menyerah memintaku datang ke galeri dan bertemu dengan para peminat lukisanku.Tapi sampai hari ini, aku masih kesulitan bertemu dengan banyak orang. Aku menatap lautan yang teduh, lalu menorehkan warna biru di kanvas dengan kuasku.Sudah 2,5 tahun aku mengasingkan diri ke kota kecil ini. Kota Santa Fe yang terdapat dipulau indah bernama sama, Santa Fe.Aku pergi setelah semua urusan perceraianku selesai. Alex menjual rumah yang diberikan ayahnya dan memberikan setengah dari hasil penjualannya kepadaku. Aku hanya mengambil sedikit, dan memberikan sisanya kepada orangtuaku. Uang itulah yang kugunakan untuk hidup di pulau ini. Awalnya aku bekerja apa saja, agar
Hari itu, hampir empat tahun yang lalu. Aku merayakan kelulusanku dari fakultas seni rupa bersama teman-temanku satu jurusan. Kami semua ingin menikmati kebebasan kami dari kampus dan sengaja menyewa sebuah villa untuk berpesta dengan bebas.Untuk membuatnya lebih seru, kami juga mengundang para mahasiswa dari jurusan lain dan entah bagaimana Alex juga hadir disana. Malam itu, untuk pertama kalinya aku menegak alkohol dan terbawa suasana. Tentu saja aku mengincar pria tertampan disana, yaitu Alex. Banyak mahasiswa yang juga mengincarnya, tapi entah kenapa Alex memilihku.Belakangan dia mengaku, kalau sebenarnya dia langsung jatuh cinta padaku saat melihatku pertama kalinya malam itu.Kami berdua naik ke kamar, tadinya kami hanya ingin mencari tempat yang tenang untuk berbicara. Tapi pengaruh alkohol dan suasana yang mendukung membuat kami melakukan hubungan yang seharusnya tidak kami lakukan.Setelah malam itu kami tidak pernah bertemu lagi, sampai 2 bulan kemudian aku menyadari kala
"Ruth, apa yang kau lakukan?" Tiba-tiba seseorang menarik tubuhku hingga jatuh ke belakang dan menindih tubuh orang itu. Aku bangkit perlahan lalu berbalik dan melihat Alex disana."Apa kau sudah gila? Apa yang kau lakukan?" teriaknya putus asa, lalu berdiri dan membersihkan debu dari celananya."Aku mau bertemu Gerald. Jangan halangi aku! Aku harus menemaninya, agar dia tidak kesepian disana!" balasku berteriak dengan histeris. Alex langsung memeluk pinggangku, menahanku dari berlari ke ujung pagar dan melompat."Tenanglah Ruth, tenanglah. Jangan bersikap seperti ini," tahan Alex sambil terus mendekapku."Lepaskan! Lepaskan!" teriakku tanpa peduli. Tiba-tiba Alex melepaskan dekapannya lalu menamparku dengan keras. Aku terdiam, lalu dia menarik tubuhku dan membopongku di pundaknya dan membawaku kembali masuk ke rumah.Aku masih terdiam, tidak percaya kalau Alex menamparku untuk pertama kalinya."Maafkan aku sudah menamparmu. Tapi aku tidak bisa membiarkanmu melakukan hal gila seper
Dua hari kemudian.Hari ini untuk pertama kalinya, hanya ada aku dan Alex di rumah kami. Kemarin, sehari setelah pemakaman Gerald, hampir semua orang masih menginap disini untuk menemani kami. Tapi hidup masih berjalan untuk mereka, jadi mereka harus kembali ke rutinitas mereka.Aku meringkuk di atas tempat tidurku, tanpa suara, tanpa tangis. Berbagai pertanyaan muncul dalam kepalaku, tapi semua berawal dengan kata 'kenapa'. Penyesalan, kemarahan, kesedihan, keputusasaan dan kekecewaan bercampur jadi satu. Aku terus mengutuki diriku sendiri dan mencari alasan atas kepergian Gerald."Kau mau makan?" Tiba-tiba Alex masuk ke dalam kamar, dan bicara denganku setelah berhari-hari kami tidak berkomunikasi. Aku diam, dan terus menatap dinding kamarku."Aku sudah memesan makanan dan meletakkannya di meja makan. Makanlah kalau kau lapar," ucapnya tanpa emosi, lalu keluar dan menutup pintu.Aku takjub, pria itu masih bisa memesan makanan dan bicara denganku sedingin itu. Apa dia tidak merasa a