"Cih, enak banget dia bilang suruh aku serahin perhiasan mama yang sudah jadi milikku. Kenapa ayah nggak pernah tahu wajah asli siluman betina itu sebelum dia membawanya pulang ke rumah. Apa selama ini memang mereka sudah menjalin hubungan sampai sampai ayah lebih membelanya dari pada anaknya sendiri?"
Seorang gadis remaja yang mulai beranjak dewasa berjalan sambil menggerutu di malam hari setelah dia bertengkar dengan ibu tirinya. Bahkan saudara tirinya juga ikut campur dengan masalah yang menimpanya seolah memang saudara tirinya itu senang jika dia tertimpa masalah dan akan di hukum lagi oleh sang ayah.
Kavaya Athena Lavender, dia putri dari pengusaha kain di kota A yang lumayan sukses. Dia juga sangat di manja oleh kedua orang tuanya, terutama sang ayah. Tapi semenjak ibunya meninggal karena kecelakaan beberapa tahun yang lalu semuanya berubah. Sang Ayah nampak selalu memarahinya, bahkan dia juga membawa pulang seorang perempuan dan anak perempuan yang Orlando sebut akan menjadi ibu tiri dan juga saudara tirinya.
Kavaya terus berjalan tanpa melihat keadaan sekeliling tanpa tahu dia ada di mana. Tapi saat sampai di tempat yang lebih sepi lagi dia tiba tiba di cegat oleh beberapa orang yang seperti preman di tempat itu.
"Hei, nona cantik... Sedang apa di tempat sepi seperti ini sendirian? Apa kamu sedang mencari teman malam ini?" tegur salah satu preman itu dengan tatapan laparnya.
Kavaya terdiam di tempatnya dan menatap preman itu satu persatu. Dia melangkah mundur dengan pelan karena dia sangat enggan meladeni para preman itu yang badannya sangat besar besar. Tapi naasnya pergerakan Kavaya di baca oleh salah satu preman yang bertato di lengannya.
Srett...
"Mau kabur kemana cantik?"
Mata Kavaya melotot kesal ke arah preman itu, dia segera menghempaskan tangan preman yang mencekal lengannya sampai membuat preman itu marah.
Mereka yang berjumlah tiga orang itu segera mengepung Kavaya dan membuat Kavaya mendengus kesal.
"Jadi kamu suka di paksa ternyata, kalau begitu kami akan membawa kamu secara paksa dan bersenang senang dengan kami secara paksa juga."
"Jangan mimpi kalian, aku nggak sudi badanku di jamah sama orang kayak kalian!!!" teriak Kavaya keras.
Para preman itu saling pandang dan menatap Kavaya dengan berang, segera setelah itu mereka segera menyerang Kavaya secara bersamaan.
Kavaya yang memang sedang kesal pun juga meladeni mereka dengan cepat, tapi karena dari kemarin Kavaya belum makan sama sekali dia sudah tak mempunyai tenaga lebih. Bagaimana tidak hanya karena masalah perebutan perhiasan ibunya dia sampai di kurung di gudang belakang rumah oleh ibu tirinya itu dan mereka menutupinya dari sang ayah. Tapi meskipun sang ayah tahu dia tak akan membela Kavaya sama sekali.
"Sial, ini gara gara siluman betina itu, kalau saja aku makan pasti aku menghadapi mereka semua!" umpat Kavaya kesal.
Dukkk.....
Punggung Kavaya terkena tendangan salah satu preman itu dan membuat Kavaya terjerembab ke depan.
Brukkkk....
"Awww......"
Kavaya meringis dan berbalik, tapi ketiga preman itu sudah berdiri lapar di hadapannya saat ini."Jangan melawan gadis cantik, ikut kami tanpa perlawanan di jamin nanti rasanya akan enak dan jelas kamu akan ketagihan setelah ini." ucap salah satu preman itu.
Kavaya masih diam tapi di kedua tangannya sudah menggenggam serbuk pasir yang dia ambil dari bawah tubuhnya.
Saat tangan salah satu preman itu ingin menyetuhnya Kavaya segera melempar serbuk pasir itu ke arah mata mereka semua.
"Argghhh.... gadis sialan!!!" teriak mereka bersamaan.
Kavaya yang melihat itu semua segera bangun dan kabur dari sana. Meskipun dia merasakan nyeri di punggungnya tapi dia tetap berlari dengan cepat agar tak tertangkap para preman itu.
Kavaya terus berlari sampai menemukan sebuah gudang tua yang nampak terbengkalai. Dia memutuskan masuk ke sana dan bersembunyi di sana.
Hosssh, hoshhhh...
"Astaga capek banget, gara gara nggak pernah olahraga lagi jadi begini!" kesal Kavaya.
Dia berdiam diri di pojokan sambil menetralkan napasnya karena lelah saat berlarian tadi.
Dia menatap sekitar dan bergidik ngeri karena di sana sangat gelap dan tak ada siapapun.
"Ya Tuhan, lindungi aku. Takut kalau ada yang tak nampak tiba tiba nongol." Batin Kavaya.
Dia menutup matanya dan terus berdoa dalam hati tapi kemudian tak lama dia mendengar suara tembakan yang tak jauh dari sana dan membuatnya berjengkit karena terkejut.
Doorrrr.....dor...
Dia menutup mulutnya agar tak bersuara, sungguh dia semakin takut saat ini. Karena seumur umur baru ini mendengar suara tembakan yang begitu dekat.
"Ini ada yang syuting film kah? Kenapa malah ada suara tembakan di dekat sini?" batin Kavaya lagi.
Dia tak menyangka jika malam ini dia akan mengalami kesialan yang beruntun seperi ini. Tapi karena dia penasaran dia melongokkan kepalanya keluar dan dari kejauhan dia melihat ada seorang laki laki yang sedang berlari dan nampak terluka. Karena dari tempat Kavaya berdiam diri pun dia bisa melihat jika orang yang sedang berlari itu tengah mengalami luka yang serius karena ada banyak darah yang keluar dari lengannya.
"Dia di kejar penjahat apa gimana?"
Kavaya terus memerhatikannya sampai orang yang di kejar itu menyerang mereka balik dan juga menembakinya balik.
Kavaya melihat jika beberapa orang yang sedang mengejar itu mulai tumbang satu persatu. Dia juga melihat masih ada beberapa orang lagi yang mengejar dan nampak menggunakan tangan kosongnya.
Kavaya yang melihat orang itu terus di serang juga tak tega akhirnya. Dia berjalan mengendap endap agar tak di ketahui banyak orang. Tanpa ba bi bu lagi dia menyerang orang orang itu menggunakan balok kayu yang baru saja dia dapat karena dia tak mungkin menyerang dengan tangan kosong saat tenaganya sendiri belum pulih. Dan karena bantuan Kavaya akhirnya orang orang itu bisa di kalahkan.
Laki laki yang di tolong Kavaya tadi menyipitkan matanya, dia tak percaya jika ada seorang perempuan yang berani menolongnya di saat melihat dia sedang terluka parah dan berlumuran darah.
Tapi karena sudah banyak darah yang keluar dari tubuhnya akhirnya pandangannya perlahan pun kabur dan badannya limbung jatuh ke tanah.
Brukkk...
"Eh...."
Kavaya yang mendengar suara benda jatuh pun menoleh ke belakang dan dia melihat laki laki itu ambruk di sana."Hei, hei, apa dia mati? Kalau dia mati nanti aku yang jadi tersangka? Duh, ini gimana dong, kalau niatnya nolong malah jadi tersangka."
Kavaya mondar mandir di sana, bahkan dia maju mundur mendekati laki laki yang tengah tergeletak itu.
"Aduh ini aku gimana dong?" Kavaya bingung dengan apa yang harus di lakukan.
Dan bertepatan pada saat itu terdengar derap langkah yang mulai mendekati tempat di mana Kavaya berada. Dan itu malah membuat Kavaya semakin panik.
"Aduh, ini gimana dong?"
to be continued
Semua orang melihat Darrel dengan wajah tak percaya tapi King barulah paham kenapa Darrel yang bergerak bersama Kairo. "Jadi di sana hanya ada anak buahnya?" "Hmm, aku hanya menebaknya tadi. Karena jika memang orang tua Dante yang asli kenapa mudah sekali di tangkap. Kecuali mereka menyamar dan orang tua Dante yang asli sudah tiada. Maaf Dante, aku harus mengatakan ini semua, tapi rasanya semua yang terjadi itu sangat janggal. Dari yang tiba tiba orang tuamu menjodohkan dengah Daniar dan juga semua masalah perusahaan. Meskipun aku tahu kamu memang menyukai Daniar tapi gerak gerik orang tuamu mencurigakan." Darrel menjelaskan semua panjang lebar yang membuat Dante terdiam. Puk..... "Banyak kemungkinan yang terjadi, aku harap orang tua kandungmu masih hidup. Denzel dan Athena sudah bergerak ke tempat lain. Mungkin sebentar lagi kita akan mendapatkan kabar terbaru." Kavaya dan King tak menyangka jika mereka akan saling bekerja sama dengan cepat. Dan semua itu di koordinir ol
King segera memberitahu semua anak buahnya untuk bergerak. Kavaya sudah pergi memanggil anak anaknya "Darrel, siapkan mobil!" teriak Kavaya begitu sampai di tempat latihan Triplet D dan yang lainnya menoleh heran pada mamanya yang tiba tiba datang kesana dengan wajah tak enaknya. "Ma, ada apa?" tanya Darrel. "Keluarga Dante di serang. Sekarang mereka di sandera di rumahnya. Papa sudah mengirim anak buahnya yang ada di dekat mereka untuk mencari semua info." Wajah Dante menegang, tangannya mengepal kuat. Sedangkan Daniar mengusap lengan Dante menggenggam erat tangan Dante. "Tenanglah, mereka akan baik baik saja. Lebih baik kita bersiap sekarang!" Dante mengangguk, sekali lagi dia mengambil napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Darrel pun sudah siap, tapi kali ini Athena tak ikut karena dia baru saja bertarung. Denzel, Azura juga tak ikut. Hanya saja Denzel memberikan beberapa peralatan yang dia buat dan di berikan pada Darrel. "Gunakan saat terdesak saja, i
Dante terus merenung di kamarnya karena perkataan Kairo. Dia memang gila jika bertarung tapi tetap Kairo menemukan kelemahannya. Puk.... Dante menoleh, dia melihat Darrel berada di kamarnya. "Kalau kamu mau, kamu bisa berlatih bersama ku dan Denzel." Dante terdiam, lalu menghela napas pelan "Dia baru bertemu dengan ku tapi langsung tahu kelemahanku. Apa jelas sekali?" Darrel mengangguk, dia memang jarang melihat Dante bertarung secara langsung karena yang Dante terbiasa mengatur strategi. Tapi kali ini melihat Dante yang marah dan langsung menyerang Kairo membabi buta benar benar membahayakannya sendiri. "Bertarung lah dengan Daniar jika kamu tak mau berlatih bersamaku." "Apa maksud mu?" "Daniar petarung jarak dekat sama seperti mama tanpa senjata. Berbeda dengan Athena petarung jarak jauh pemakai senjata dalam jarak dekat." Dante penasaran, ternyata ada hal seperti itu. Dia juga baru tahu soal Daniar yang menguasai teknik yang lebih baik darinya. "Dimana dia?
Dante tak menjawab pertanyaan Daniar. Dia memilih pergi lebih dahulu melihat siapa yang berani membuat masalah dengannya. Darrel dan Denzel pun merasa aneh dengan papanya yang malah mengijinkan orang lain masuk ke markas. "Siapa kamu?" tanya Dante pada sosok laki laki yang ada di depan sana. Mata Darrel menyipit, begitu juga dengan Denzel. Penampilan tengil dan juga rambut warna ash blue, tato di tangannya. Dan jangan lupa telinganya yang ada anting di sisi kirinya. "Kamu nggak perlu tahu siapa aku, tapi aku mau jemput Daniar buat ikut denganku." "Jangan mimpi, bisa bawa calon istriku pergi." Belum sempat Daniar memberitahu Dante berlari menyerang laki laki itu dengan brutal. Laki laki itu menyeringai ke arah Dante. Dia bahkan dengan senang hati melayani tantangan Dante bertarung. "Astaga, papa benar benar nguji Dante banget. Kemampuan Dante jauh di bawahnya, dia bisa babak belur nanti." Daniar serba salah, dia bingung bagaimana caranya memisahkan mereka berdua. "D
Darrel tersenyum tipis di sela ciuman Athena. Tapi dia melepaskannya lebih dulu. Darrel terkikik geli melihat wajah cemberut Athena. "Kenapa malah di ketawain sih!" dumel Athena. "Kamu tuh lucu banget sih, bangun bangun kok malah langsung cium." Athena cemberut, kemudian dia meringis karena dia baru merasa badannya semua merasa sakit. "Kenapa?" Darrel kembali panik, apalagi Athena terus meringis menahan sakit. Darrel memeriksa beberapa bagian badan Athena sampai harus menyingkap baju Athena. Kavaya yang baru saja masuk bersama dokter pribadinya langsung memukul kepala Darrel keras. Plak.... "Aduh....." ringis Darrel pelan. Dia ingin marah tapi saat tahu siapa yang baru saja memukulnya dia langsung menelan kembali kalimat makian yang akan keluar. "Ngapain di buka gitu? Nggak bisa nahan apa?" omel Kavaya. "Lah mama ngapain balik lagi sama dokternya?" tanya Darrel dengan tampang polosnya. Kavaya ingin sekali menyeret anaknya itu dan menghukumnya keliling mansi
Kavaya yang mendengar penjelasan Athena pun semakin takjub. Athena punya pemikiran yang tak bisa di tebak seperti Darrel yang melakukan semuanya serba dalam diam. Dan benar saja, belum sempat Jero mencapai pintu gerbang markas Darrel, dia berteriak kesakitan. Memegangi dadanya, tak hanya itu. Kulitnya mulai melepuh dan juga keluar asap dari kepalanya. "Wow ... ma, Denzel benar benar menakutkan!" seru Darrel girang. Kavaya dan King juga tak menyangka jika Denzel bisa menciptakan racun yang lebih bagus dari pada yang di ciptakan oleh Kavaya Saat Darrel masih memperhatikan Jero yang mulai hancur, tubuh Athena memberi reaksi berbeda. Badannya mulai merasa tak nyaman, kepalanya juga berdenyut. "Sakit banget, ini kenapa." gumam Athena lirih. Dia memegangi kepalanya yang terus berdenyut nyeri. Tubuh Athena limbung dan menabrak bahu Darrel. "Sayanggg ...." pekik Darrel keras. Darrel menahan tubuh Athena agar tak sampai jatuh ke tanah. Terlihat disana Athena meringis memegang