Share

5. Kue

"Assalamualaikum." Rain berjalan ke arah dapur saat mencium wangi kue yang baru diangkat dari oven. Ia melihat dapur sedikit berantakan, ada beberapa wadah kotor dan bahan-bahan yang tergeletak begitu saja.

"Tumben bikin kue." Rain menghampiri Bundanya yang sedang menata kue di piring.

Bunda Rain memang sangat senang memasak. Dulu ia pernah bercerita pada Rain kalau ia bercita-cita menjadi koki, tapi sebelum menggapai cita-cita itu Bunda Rain sudah lebih dulu bertemu dengan Ayah Rain. Jadi keahlian memasaknya digunakan untuk menyenangkan keluarganya.

"Lagi pengen aja. Oh ya Ra, tolong kasih ini ke abangmu ya. Dia lagi di kamar." Bunda Rain memberikan sepiring kue pada Rain.

"Masih kencan sama tugasnya?"

"Iya, katanya biar cepet selesai. Kalo kayak gitu bukannya selesai, malah sakit. Abangmu terlalu maksa dirinya, coba bilangin Ra, kalo kata-kata bunda udah gak mempan buat dia. Bunda cuma takut dia sakit." Terlihat jelas raut khawatir dari bunda Rain.

"Iya Bunda, nanti Rain coba bilangin. Yaudah Rain nganter ini dulu ya Bun, sekalian ganti baju."

"Eh sebentar Ra, setelah ganti baju jangan lupa anterin itu ke Chandra ya." Bunda Rain, menunjuk pada kotak kardus berwarna putih.

"Iya Bunda." Meskipun tak mau mengantarkannya, tapi Rain tak bisa menolak bundanya.

***

Tanpa mengetuk terlebih dahulu, Rain langsung memasuki kamar Juan. Lelaki itu terlihat duduk di meja belajarnya, di depannya ada sebuah laptop yang sedang menyala. Juan terlihat berantakan, baik baju maupun tatanan rambutnya. Meski begitu ketampanannya tak berkurang sama sekali. Tak hanya Juan yang terlihat berantakan, tapi kamarnya juga. Banyak sekali tumpukan buku dan kertas yang ditaruh di sembarang tempat.

Rain berjalan mendekati Juan. Ia menaruh kue dari Bunda di samping laptop Juan. Juan langsung melihat ke arah kue itu, bersamaan dengan itu Rain memeluk leher Juan dari belakang, ia menaruh kepalanya di pundak Juan.

"Kenapa nih meluk-meluk, pasti ada udang dibalik kue." 

"Di balik batu!" Rain mencubit lengan Juan.

"Sakit Ra! Lo kan bawanya kue bukan batu." Juan menganduh kesakitan dan mengelus bekas cubitan Rain.

"Mangkanya jangan bercanda! Lo disuruh istirahat sama Bunda. Jangan tugas mulu yang dipikirin, kesehatan lo juga penting!" omel Rain. Beberapa minggu terakhir memang Juan lebih sibuk dengan tugasnya. Lelaki itu bahkan sering begadang dan telat makan demi bisa menyelesaikan tugasnya.

"Iya-iya adikku, bentar lagi gue istirahat." Juan mengelus-elus rambut Rain.

"Bentar lagi, tapi gak berhenti-berhenti," cibir Rain.

"Cerewet! Pantesan kagak ada yang mau sama Lo, kecuali si Chandra sih. Btw gimana dia? Ada kemajuan apa?"

"Kok malah bahas Chandra sih!" Kesal Rain.

"Lah apa salahnya bahas calon adik ipar." Juan mencoba menahan tawanya. Menggoda adiknya adalah kegiatan yang paling Juan sukai.

"Tau ah!" Rain langsung melepaskan pelukannya pada Juan. Ia menghentakkan kakinya dan berjalan ke luar kamar.

Juan tersenyum, pembahasan tentang laki-laki memang selalu ampuh membuat Rain kesal.

***

Rain berjalan kembali ke dapur, ia sudah mengganti seragamnya dengan pakaian kasual. Rain melihat sang bunda sedang mencuci piring, dapur sudah tidak berantakan seperti tadi.

"Ini kan Bun yang mau dikasih ke Chandra." Rain mengambil kotak putih yang tadi ditujuk Bundanya. Bunda Rain menoleh lalu mengangguk.

Rain langsung melangkahkan kakinya menuju rumah Chandra, setelah melihat anggukan Bundanya. Rain berdoa dalam hati semoga yang menemuinya nanti adalah adik Chandra, sehingga Rain tak perlu mendengar ocehan tak penting dari Chandra.

Keinginan Rain terkabul, ketika ia mengetuk pintu rumah Chandra yang membukanya adalah adik Chandra.

"Ada perlu apa?" Wajah datar dan tanpa senyum, berbeda sekali dengan Chandra.

"Ini, ada kue buat lo sama Chandra. Bunda yang bikin sendiri." Rain memberikan kotak putih berisi kue kepada Fani.

"Makasih."

"Iya sama-sama Fan. Eh btw, Lo suka baca Novel." Rain bertanya karena ia melihat Fani memegang sebuah novel dan kebetulan novel itu ditulis oleh penulis favorit Rain.

"Iya, kenapa?"

"Cuma nanya doang sih, hehe." Melihat raut datar dan jawaban Fani yang terdengar tanpa minat membuat Rain ingin segera menghentikan pembicaraan mereka. Sejujurnya ia ingin lebih dekat dengan Fani, karena Fani suka membaca novel. Bagi Rain mencari teman yang sehobi dengannya cukup sulit. Apalagi lingkaran pertemanannya sangat kecil.

"Lo suka baca novel?"

Rain terkejut dengan perkataan Fani, apa gadis itu bisa membaca pikirannya?

"Iya, gue suka," ujar Rain.

"Mau liat koleksi novel gue?"

"Eh." Rain mengerutkan keningnya. Kenapa Fani tiba-tiba baik padanya, ya meskipun wajahnya masih sedatar biasanya.

"Mau liat gak?" tawar Fani sekali lagi.

Rain terlihat ragu, ia takut ini adalah rencana Chandra untuk mendekatinya. Bisa saja Chandra sudah berada di dalam dan menunggu. Saat ia ke dalam nanti, mungkin Fani dan Chandra akan melakukan sesuatu kepadanya. Bagaimana kalau Chandra dan Fani adalah psikopat? Rain tiba-tiba teringat pada adegan pembunuhan di novel thriller yang baru dibacanya.

"Bang Chandra gak ada di rumah, dia lagi keluar."

Perkataan Fani membuyarkan lamunan Rain.

"Em, kayaknya nggak perlu Fan. Gue juga lagi banyak tugas. Jadi kapan-kapan aja ya." Rain tersenyum, ia menolak dengan halus tawaran Fani. Sebenarnya ini kesempatan bagus karena tak ada Chandra. Ia juga sangat ingin melihat koleksi novel Fani, namun sisi lain dirinya masih takut jika hal yang dipikirkannya tadi benar-benar terjadi.

"Yaudah."

"Iya, gu—"

"Loh ada Rain, kok gak disuruh masuk Fan? Ayo masuk dulu Ra, ada keperluan apa?" Ucapan Rain terpotong karena Chandra yang tiba-tiba datang.

"Gu—"

"Dia cuma nganter kue. Lo tadi mau pulang kan kak." Ucapan Rain kembali dipotong oleh Fani.

"Ah, iya. Gue pamit pulang ya." Rain merasa tidak nyaman, apalagi melihat tatapan tak suka yang ditunjukkan Chandra untuk Fani.

"Eh, iya. Lain kali mampir ya Ra, hati-hati ya."

Rain berjalan cepat meninggalkan rumah Chandra.

"Rumahnya di depan kita, dia gak akan kenapa-napa." Fani terlihat kesal.

Setelah melihat Rain benar-benar masuk ke dalam rumahnya, sikap Chandra yang manis seketika berubah. Ia menyuruh Fani masuk ke dalam rumah.

"Gue gak pernah ngajarin lo kayak gitu ke tamu. Lo harusnya bisa ngehargain tamu, bukan malah ngusir kayak gitu." Ucapan Chandra terdengar berbeda dari biasanya, ia sedang menahan emosi untuk tidak membentak Fani.

"Gue gak ngusir, gue cuma ngejauhin dia dari hal yang bisa nyakitin dia," ucap Fani tanpa rasa bersalah, ia kemudian berjalan meninggalkan Chandra.

Chandra hanya menatap kepergian adiknya. Ia menghela nafas, mencoba meredakan emosinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status