Share

6. Hujan

Author: _penamati
last update Last Updated: 2021-10-01 03:38:43

Mendung menghiasi langit pagi itu. Awan-awan hitam terlihat siap menjatuhkan bulir-bulir air. Udara dingin terasa menusuk tulang, membuat siapapun enggan beranjak dari kasur mereka.

Tapi tidak dengan Rain. Gadis itu sudah bangun sejak mentari belum menunjukkan sinarnya. Ia membantu bundanya untuk menyiapkan sarapan. Meski hari ini libur, bukan berarti ia tak memiliki kegiatan apapun.

"Mau dibatalin?" Lima menit yang lalu ia menerima telepon dari Khanza, temannya itu mengatakan bahwa rencana jalan-jalan mereka tetap dilaksanakan meskipun cuaca terlihat tak mendukung. Rain berusaha membatalkan rencana itu. Ia malas sekali pergi. Di cuaca seperti ini, biasanya Rain lebih memilih membaca novel sambil menikmati cokelat panas.

"Enggak pokoknya harus jalan!" Rain berdecak mendengar jawaban dari Khanza.

"Si Alif bilang gak bisa dateng Za."

"Ya, kan masih ada lo sama Chandra." Khanza tetap bersikukuh ingin pergi.

"Tapi—"

Rain melihat ke arah jendela yang menunjukkan pemandangan taman belakang rumahnya. Hujan mulai turun dengan deras. Airnya membasahi tanah dan dedaunan. Bau tanah basah langsung tercium. Baunya menenangkan.

"Hujan Za."

"Kenapa pake hujan segala sih!" Rain tersenyum, sementara Khanza sepertinya kesal.

"Minggu depan aja, kalo gak hujan," saran Rain.

"Semoga minggu depan gak hujan," harap Khanza.

Rain mengangguk, meski tak terlihat oleh Khanza.

"Yaudah Ra, gue mau ngelanjutin nonton film semalem. Bye Ra."

"Iy—" Baru ingin mengiyakan, Khanza sudah menutup teleponnya terlebih dahulu. Rain tidak kesal, ia malah terlihat senang karena bisa membaca novel seharian.

"Gak jadi pergi?" tanya ayah Rain saat melihat Rain tersenyum.

"Nggak yah, kan hujan, hehe." Rain memasukkan sesendok nasi ke mulutnya.

Rain sekarang memang sedang berada di meja makan. Ia dan keluarganya sedang sarapan bersama, bahkan Juan pun ikut.

"Yaudah bagus, ayah khawatir kalo kamu di luar pas lagi hujan kayak gini."

***

Tanpa terasa waktu berjalan begitu cepat. Rain yang sedari tadi membaca novel baru menyadari kalau hari sudah siang, benar kata bundanya kalau sudah berurusan dengan buku ia kadang lupa waktu. Rain menoleh ke jendela kamarnya. Hujan masih belum berhenti, malah terlihat bertambah deras dan disertai petir.

Rain menaruh pembatas di halaman terakhir yang ia baca. Ia beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah balkon. Pintu balkonnya terbuat dari kaca, jadi Rain bisa melihat ke luar tanpa membukanya. Pandangannya terfokus pada apa yang ada didepannya. Ia melihat Fani yang berada di balkon rumahnya. Gadis itu awalnya terlihat menikmati hujan, tapi kemudian ia terkejut melihat Rain. Sementara Rain bingung, apalagi saat melihat Fani bergegas masuk.

Dia kenapa sih, ngeliat gue kok langsung kaget gitu.

Tak lama setelah itu, ponsel Rain berdering. Rain bergegas mengambil ponselnya. Terlihat nomor tidak dikenal yang menelponnya. Meski ragu, Rain tetap mengangkat panggilan itu.

"Bang Chandra gak sama lo?" Belum mengucapkan sepatah kata pun, Rain sudah diserbu dengan pertanyaan. Dari suaranya Rain tau, yang menelponnya adalah Fani.

"Enggak Fan, gue dari pagi di rumah. Kenapa?"

"Dia tadi pagi pamit pergi sama lo, sampe sekarang dia belum pulang." Terdengar nada khawatir dari perkataan Fani.

Rain langsung teringat percakapannya kemarin malam dengan Chandra. Rain mengatakan akan ikut pergi bersama Chandra asal ia tidak berangkat berdua dengan Chandra. Jadi mereka memutuskan untuk bertemu di taman dekat komplek dan berangkat menggunakan mobil Khanza. Rain tidak bilang pada Chandra kalau rencana mereka batal, ia berpikir Chandra tak akan datang karena hujan.

"Lo udah telepon Chandra?" Rain ikut khawatir. Ia merasa ini adalah salahnya.

"Dia gak bawa hp. Bang Chandra juga gak bawa motor kak, dia bilang tempatnya deket, tapi sampe sekarang gak balik-balik."

"Lo tenang aja ya Fan, gue bakal cari Chandra. Lo gak usah khawatir ya." Rain mencoba menenangkan Fani meskipun dirinya juga khawatir.

"Iya kak."

Rain mematikan sambungan teleponnya dan bergegas ke luar kamar.

"Kamu mau kemana Ra?" tanya sang bunda ketika melihat Rain terburu-buru menuju garasi.

"Ada urusan sebentar Bunda."

"Ra, masih hujan. Nanti aja kalo mau keluar nunggu reda." Sang ayah mengingatkan.

Rain tak menjawab, ia sudah berada di garasi. Rain segera membuka pintu garasinya dan juga berlari untuk membuka gerbang rumahnya. Setelah itu Rain menuju mobil dan menjalankannya. Beruntung hari ini ayahnya libur bekerja, jadi Rain bisa menggunakan mobilnya.

Selama perjalanan, Rain tidak henti-hentinya menggigit bibirnya. Dalam hati ia berdoa semoga Chandra tidak pergi ke taman itu.

Taman itu tak jauh dari rumah Rain, tak membutuhkan waktu lama Rain sudah sampai. Ia segera keluar dari mobilnya dan tidak memperdulikan hujan yang semakin deras. Baju Rain basah karena hujan. Rain menoleh ke kanan dan ke kiri, ia tak mendapati siapapun. Tapi pandangannya terhenti di sebuah pohom, Rain melihat seorang pemuda sedang duduk dan memeluk tubuhnya.

"Chandra!" Rain segera berlari menuju Chandra.

"Lo itu bego ya?! Kenapa gak pulang aja?!" Rain membentak Chandra karena kesal pada Chandra yang seolah tidak peduli pada dirinya sendiri.

"Chan!" Rain kembali berteriak ketika Chandra tidak meresponnya. Hingga ia menyadari ada yang berbeda dari Chandra. Pemuda itu terlihat ketakutan, badannya gemetar, bibirnya membiru, dan wajahnya pucat. Chandra menutup telinganya setiap terdengar suara petir.

"Chan, lo kenapa?" Rain berjongkok. Ia berusaha memeriksa keadaan Chandra. "Chandra." Rain panik saat tiba-tiba Chandra kehilangan kesadarannya.

***

Rain berada di ruangan serba putih, di hadapannya  yang terbaring seorang pemuda. Di tubuhnya terpasang selang oksigen dan infus. Ada rasa bersalah di hati Rain saat menatap pemuda itu.

"Maafin gue ya Chan."

Pemuda itu adalah Chandra. Rain langsung membawa Chandra ke rumah sakit setelah meminta bantuan untuk membawa tubuh Chandra ke mobil. Dokter berkata bahwa Chandra terkena hipotermia dan kemungkinan juga ia memiliki trauma terhadap petir. Kondisinya sekarang sudah mulai membaik dibandingkan saat pertama kali Rain membawanya tadi.

Rain sedang menunggu orang tuanya dan Fani, ia sudah menelpon mereka tadi.

"Bang Chandra!" Rain menoleh ke arah pintu, ia mendapati Fani dan keluarganya. Fani terlihat sangat khawatir, gadis itu berjalan cepat menuju ranjang Chandra. Rain langsung beranjak, ia memberikan tempat duduknya kepada Fani.

Fani memegang tangan Chandra. Air matanya tidak berhenti mengalir sejak tadi.

"Chandra nggak apa-apa Fan, kata dokter sebentar lagi dia sadar." Rain mengelus pundak Fani dan mencoba menenangkan gadis itu.

"Iya Fani, gak usah khawatir ya. Bang Chandra gak kenapa-napa kok. Dia kan laki-laki kuat." Bunda Rain juga mencoba menenangkan Fani.

Fani mengangguk pelan. Ia menghapus air matanya. "Makasih ya kak, tan." Fani menoleh Rain dan bunda Rain secara bergantian.

"Oh, iya, aku belum ngurus administrasinya," ujar Rain.

"Biar ayah aja, kamu ganti baju. Baju kamu basah." Ayah Rain segera pergi untuk mengurus administrasi Chandra.

"Iya Ra, kamu ganti baju aja. Ini bunda bawain baju ganti." Bunda Rain memberikan paper bag cokelat kepadanya.

"Iya bun." Rain langsung menerima paper bag itu dan berjalan ke kamar mandi.

***

Chandra sadar sejak beberapa menit yang lalu. Saat sadar, yang pertama kali dilihatnya adalah Fani. Ia sempat bingung kenapa dirinya berada di rumah sakit. Namun kemudian ia teringat bahwa dirinya menunggu Rain di taman dan tiba-tiba turun hujan

"Lo sendirian Fan?" tanya Chandra

"Ada kak Rain sama bundanya. Mereka lagi beli makanan."

Chandra mengangguk sebelum ia kembali memejamkan matanya, kepalanya masih terasa berat.

"Kan gue bilang bakal hujan, kenapa masih pergi!" Fani terlihat marah, air matanya kembali mengalir.

Chandra membuka matanya, ia menatap Fani dan tersenyum. "Udah janji Fan."

"Biasanya lo juga gak peduli sama janji! Pasti karena taruhan itu kan! Gara-gara taruhan itu lo sampe kayak gini!" teriak Fani. Terlihat kilatan amarah di mata hazelnya.

"Fan! Kecilin suara Lo. Ini rumah sakit."

Fani melipat kedua tangannya dada. Ia terlihat enggan menatap Chandra.

Suara pintu yang terbuka mengalihkan pandangan mereka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Chandra   32.

    Fani tidak mendapatkan tanggapan setelah mengetuk pintu kamar Chandra beberapa kali. Ia khawatir pada pemuda itu, karena tadi Chandra pulang dengan keadaan basah kuyup. Chandra tidak banyak mengatakan apapun dan langsung masuk. "Bang." Fani masuk dan melihat Chandra yang sudah membungkus tubuhnya dengan selimut. Chandra sepertinya tertidur sehingga tidak merespon panggilan Fani. Fani merasa Chandra sedang tidak baik. Tubuh pemuda itu terlihat menggigil dan hidungnya merah. Fani menyentuh dahi Chandra. Ia terkejut saat merasakan panas. Kemudian Fani beranjak dan terlihat sedang mencari sesuatu. "Kenapa Fan?" Fani menoleh saat mendengar suara Chandra. Suara pemuda itu kini terdengar serak dan beberapa kali ia bersin. "Termometer." "Udah, gue gak apa-apa. Udah minum obat juga. Sana tidur, entar malah ketularan sakit." Fani tidak mengindahkan ucapan Chandra, ia tetap mencari termometer. Setelah membersihkannya, Fani memasukkan termometer itu ke mulut Chandra. Tak lama Termometer itu

  • Chandra   31.

    Kedatangan Rain dan Chandra disambut hangat oleh Khanza. Gadis itu tidak terlihat sakit. Sejak tadi Khanza sangat heboh karena Chandra dan Rain datang berdua. Khanza tidak henti-hentinya menggoda Rain. "Sebuah keajaiban Ra, lo mau dateng sama cowok." Seperti biasa, Rain hanya memasang muka datar. Melihat wajah datar sahabatnya itu, Khanza makin gencar menggoda Rain. "Udah mau malam ini kita pamit dulu ya Za," ucap Chandra ia merasa kalau Rain sudah tidak nyaman berada di sana. Chandra tidak tega melihat Rain, karena seharian ini Chandra sudah membuat Rain kesal. "Cepet amat, papa sama mama belum dateng, kalian ga mau nunggu mereka?" "Yang ada kita pulang tengah malem." Rain berdiri dan menarik lengan Chandra. "Ayo." "Eh, bentar. Baru juga ngobrol." "Yang penting gue udah liat lo baik-baik aja. Kita pamit." "Wei." Khanza mengikuti Rain yang menarik Chandra ke pintu keluar. "Keburu malem Za, Rain takut ketemu mbak Naya. Aduh." Tangan Rain yang semula menarik lengan Chandra, kin

  • Chandra   30. RaChan

    Dengan raut wajah kebingungan, Rain turun dari motor Chandra. Bukan karena sudah sampai, namun karena Chandra berhenti di depan sebuah pohon dan menyuruh Rain turun. Rain menatap Chandra sementara Chandra tersenyum lebar ke arahnya. Rain mundur dua langkah. Ia takut Chandra kesurupan makhluk penunggu pohon itu. Chandra maju ke arah Rain dengan ekspresi yang sama. Rain terlihat ketakutan dan langsung memukul kepala Chandra. "Sakit Ra." Chandra mengelus kepalanya yang di pukul Rain. "Bodo!" Rain ingin pergi namun Rain menahannya. "Kamu belum kenalan sama Rachan." Chandra melihat ke arah pohon. Rain menyangka Chandra bisa melihat makhluk tak kasar mata. "Apaan sih Chan! Mending pulang! Mana sepi, mendung juga," omel Rain Melihat Rain mengomel, Chandra akhirnya menurut. Rain terlihat benar-benar kesal, meski Chandra tak tau apa penyebabnya. Padahal Chandra hanya ingin mengenalkannya pada pohon yang ia beri nama 'Rachan'. Pohon tempat Rain membantunya dulu. "Kamu kenapa sih Ra? Dulu

  • Chandra   29. Pulang

    Rain melihat ke atas, ia melihat awan hitam yang siap menjatuhkan air hujan. "Giliran udah pulang gini, malah mau hujan." "Enggak apa-apa Ra, kita pulang hujan-hujanan biar romantis." Rain langsung menghadiahi Chandra dengan pukulan, sedangkan Chandra hanya tertawa melihat reaksi Rain. Mereka melanjutkan perjalanan mereka ke parkiran. Chandra tidak henti-hentinya membuat Rain kesal dengan tingkahnya. Mereka sampai jadi tontonan beberapa siswa yang lewat, bahkan tak jarang mereka mendapat cibiran. Rain tidak menghiraukannya. Ia memang kesal, tapi ia tidak mau menunjukkannya pada Chandra. Setiap situasi seperti ini, biasanya Rain akan menyalahkan Chandra dan pergi begitu saja. Kali ini dia memilih untuk diam. Chandra banyak menolongnya hari ini, meski pemuda itu tetap menyebalkan baginya. "Ra, aku lupa, sepedaku gak ada di parkiran." "Lah, iya ya. Ngapain kita ke parkiran." Rain dan Chandra tertawa karena mereka lupa bahwa sepeda Chandra tidak berada di parkiran. Akhirnya mereka

  • Chandra   28. Hukuman

    Chandra dan Rain hanya bisa diam mendengar omelan Bu Sri. Bu Sri membahas banyak hal, bahkan membandingkan kehidupan sekolahnya dengan Rain dan Chandra. Bagaimana susahnya Bu Sri bersekolah dulu. Saking lamanya, upacara bendera pun telah selesai dan kini para murid sedang beristirahat. "Kalian berdua saya hukum untuk hormat pada bendera sampai jam pelajaran pertama selesai. Jangan lupa renungi kesalahan kalian. Saya berharap kalian bisa belajar dari peristiwa ini dan tidak mengulanginya." "Baik bu." Chandra dan Rain melangkahkan kaki keluar ruang BK dan mengikuti Bu Sri. Beberapa murid yang berada di koridor, menatap mereka. Setelah upacara para murid biasanya memang diberikan waktu lima belas menit untuk istirahat, maka dari itu banyak murid yang berkumpul di koridor. Saat sampai di lapangan Bu Sri menatap bendera merah putih yang berkibar di atas mereka. "Kalian lihat bendera itu. Mengibarkan bendera itu bukanlah hal yang mudah. Butuh banyak perjuangan dari para pahlawan. Coba ka

  • Chandra   27. Terlambat

    Rain begegas turun dan berjalan ke meja makan. Ia mengambil susu yang disiapkan Bundanya lalu meminumnya dengan cepat. Hari ini Rain terlambat bangun karena terlalu asik membaca novel yang Juan belikan, hingga larut malam. Oleh karena itu, pagi ini Rain terlihat sangat terburu-buru. "Pelan-pelan Ra." "Bang Juan mana Bund?" tanya Rain setelah menaruh gelas kosong ke tempat cucian piring. "Gak tau dia kemana, tadi pagi-pagi banget udah pergi." Rain terlihat panik. "Aduh, yang nganter Rain siapa?" "Chan–" "Yaudah Bund, Rain berangkat dulu ya. Assalamualaikum" Belum juga Bunda Rain menyelesaikan ucapannya, Rain tiba-tiba memotong. "Iya, Waalaikumusalam. Hati-hati Ra." Rain segera keluar, ia setengah berlari. Harapan terakhirnya adalah Chandra. Ia harap Chandra belum berangkat. "Ra, ayo berangkat." Rain benar-benar bersyukur saat melihat Chandra sedang menunggu di luar gerbangnya. Tanpa pikir panjang Rain langsung menghampiri Chandra dan naik di jok motornya. "Ayo Chan." Chandr

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status