Share

2. Dante Andromeda

"Mau kemana?" tanya Alda sembari mengikuti gerak-gerik tubuh gadis di depannya.

Pertanyaan itu terdengar saat Aurora barusaja kembali ke dalam kelas. Kelas juga masih ramai, bell baru saja berbunyi dan guru belum ada yang masuk.

Mungkin sedang dalam perjalanan, jadi Aurora harus cepat-cepat.

Benar. Setelah menempuh pemikiran panjang, Aurora akhirnya memutuskan apa yang akan ia lakukan.

Gadis manis berponi depan itu menjawab tanpa menoleh pada sahabatnya.

"Mau ngelabrak Cassy. Dasar bocah bego! Idiot! Ngumpetin begituan aja kaga bisa. Hih! Udah sukur gue pinjemin!" selak Aurora bersama emosinya yang belum stabil.

Asmeralda menganggukan kepala. Ia mengerti. Aurora memang bukan orang dermawan, dia tidak memaafkan secara cuma-cuma bahkan untuk hal kecil sekalipun. Hal serupa ini sudah pernah terjadi, dan yang pasti nanti Aurora dan Cassy akan bertengkar, setelah bertengkar mereka bertiga akan kembali bermain bersama lagi.

Sudah biasa.

"Terus ngapain beres-beres tas?" tanya Alda lagi, sembari terus menscrol ponsel di tangannya.

Untuk hal yang satu ini tidak bisa dia mengerti, kenapa ngelabrak harus pakai beres-beres buku dan membawa tas?

Aurora menyeleting tas hitamnya dan memakai tas itu di punggung.

"Habis ngelabrak langsung minggat lah, Onty Jeje kesayangan Lo itu mau dateng kemari, Alda! Gue nggak mau mati diblender sama mamih!" sahut Aurora ngeri.

Membuat teman-temannya tau kalau ia adalah anak Janela Sarasvati merupakan hal terakhir yang Aurora inginkan.

Aurora bahkan jarang bertemu Mama saat di rumah, kalau sampai pertemuan pertama mereka setelah beberapa hari adalah di ruang BK, ow Aurora tidak bisa membayangkan betapa ironinya.

Aurora mengerti, sebagai anak yang dua orang tuanya sibuk berbisnis, ia tidak berharap banyak, rumah bukanlah tempat indah baginya, bisa berkumpul saat Natal saja sudah cukup.

Aurora tak lagi membutuhkan kasih sayang sebanyak itu, ia juga tidak akan menciptakan drama layaknya anak broken home kebanyakan, Aurora telah melewati masa remaja, berkat bantuan Asmeralda, Cassy dan teman-teman lainnya, masa muda Aurora menjadi lebih berwarna. Dan soal keluarga, Aurora punya, jadi ya sudah sebatas itu saja.

Alda mendecak keras mendengar ucapan sahabatnya. Dia mengalihkan pandangan mata saking tak terima dengan apa yang Aurora katakan.

"Onty Jeje nggak galak kok, lo paniknya kayak mau ketemu tukang tembak dari Nusa kambangan," balas Alda. "Kalo Lo bolos, justru dia bakal marah beneran nantinya."

Aurora menghela napas. "Jadi menurut Lo Mama gue baik?"

"Ya emang baik," sahut Alda.

"Iya baik sama lo! Sama gue kaya Tukang Ospek!" selak Aurora sebal. Aurora mengangkat kaki ke atas kursi, mengencangkan tali sepatu yang terlihat kendur.

Mau panjat tembok belakang sekolah, pastinya harus banyak persiapan.

"Ya Lo tingkahnya ada mulu sih!" Alda membalas tak kalah sebal. Teman Aurora sejak bayi itu mendecak lagi. "Jangan minggat deh percaya sama gue,"

Aurora mengabaikannya. Dia bergegas mengencangkan tali sepatu di kaki yang lainnya.

"Lagian kalo Lo minggat, mau kemana?"

Sekarang Alda jadi takut, karena Aurora terlihat bersungguh-sungguh dengan kalimatnya. Aurora tidak pernah bolos sebelum ini, dia memang susah diatur, namun Alda yakin Aurora tak punya keberanian sebesar itu untuk lari dari sekolah saat jam pelajaran masih berlangsung.

Namun melihat Aurora lagi, Alda jadi semakin ragu. Mungkin waktu sudah membuat keberanian Aurora jadi lebih tinggi.

Alda ikut berdiri, membiarkan badan tingginya terlihat menjulang, bahkan ponselnya sudah lepas dari tangan.

Dia betulan mau bolos! Bocah gendeng!

"Ke rumah eyang?" tanya Alda lagi, dia terus bertanya. "Atau ke rumah Tante Lili? Mau ke mana? Nanti pasti Mama Lo tanya ke gue, Rora."

Aurora menoleh tak percaya. "Rumah eyang lebih parah! Mana ada gue kabur dari Mama tapi lari ke Eyang."

"Terus mau ke mana?"

Aurora tidak membalas. Dia malah sibuk mengeluarkan cermin kecil dari saku seragamnya, membetulkan poni anti badai dan ikat rambut yang sedikit berantakan.

Alda makin was-was kalau begini.

Mata Asmeralda membola. Gadis bule itu punya tebakan dalam kepalanya.

"Jangan bilang..." bisik Alda pelan, matanya horror menatap Aurora. Berharap kalau apa yang dipikirkannya salah.

Sementara Aurora bersenandung kecil, dia sudah memastikan penampilannya baik, memasukan kembali cermin miliknya ke dalam saku.

Lalu Aurora tersenyum lebar, sampai gusinya terlihat, manis sekali.

"Tidak ada yang lebih aman di dunia ini daripada mansion Foster Bagaskara," ujar Aurora.

Setelah mengatakan itu Aurora melangkah menjauh. Bersama dengan satu lambaian tangan dan kecup melalui udara. Pertanyaan teman sekelas tak dihiraukan. Aurora hanya menjawab dengan kiss bye yang dramatis.

"Rora!" teriak Alda tak habis pikir. "Mommy bilang rumah gue overboden kalo dilewatin elo! Jangan bolos ke rumah gue, bangke!"

Alda sudah merahasiakan ini dari Aurora. Demi ketentraman hidup dan suasana rumahnya. Namun sepertinya akan terbongkar.

Beberapa hari yang lalu kakak laki-laki Alda pulang dari Australia setelah beberapa semester menetap di sana.

Dan bukan lagi rahasia kalau Aurora Jasmeen tergila-gila dengan kakak Asmeralda. Antares Bagaskara.

--

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status