Share

Chat WA Mantan Istri Suamiku
Chat WA Mantan Istri Suamiku
Penulis: Tiara Rubiansyah

BAGIAN 1. MEMINTA DIBELIKAN MOBIL

Chat WA Mantan Istri Suamiku

[Bulan ini aku minta semua uang gajimu ya, Mas. Aku pengen kredit mobil supaya Nia tidak kepanasan kalau pergi ke sekolah. Kalau naik motor sering kepanasan, lagian motorku juga sudah sering rusak. Sudah kadaluarsa!]

Mataku membulat sempurna kala membaca pesan dari Mbak Hani, mantan istri suamiku. Mas Haris memang duda beranak satu kala aku menikah dengannya, dia punya seorang anak perempuan yang berusia sepuluh tahun yang ikut bersama bersama Ibunya.

Ini bukan kali pertamanya Mbak Hani mengirim pesan seperti itu pada suamiku, sudah sangat sering dia meminta ini dan itu dengan mengatasnamakan Nia anaknya. Padahal aku yakin anak sekecil itu belum perlu benda-benda seperti yang dia minta.

[Sudah jangan banyak nuntut Mbak, tanggung jawab Mas Haris bukan cuma kamu.] Kuketik pesan balasan itu untuknya, terdengar keras namun sangat pas untuknya.

[Aku bukan meminta padamu, tapi pada Mas Haris Ayahnya Nia! Jadi kamu tidak usah ikut campur urusan kami!!]

"Ada chat WA yang masuk ya, Dek?" Belum sempat aku membalas chat WA Mbak Hani, Mas Haris sudah muncul dihadapan ku.

Tanpa banyak bicara langsung saja ku sodorkan handphone miliknya, biar dia sendiri yang membacanya.

Mas Haris langsung membaca pesan itu, raut wajahnya terlihat berubah. Tidak seperti tadi sebelum membaca chat WA itu.

"Kenapa kamu balas seperti itu sih, Dek?" Nada suaranya seperti tak terima.

Hah?! Dimana letak kesalahanku? Bukankah yang aku tulis memang sesuai dengan kenyataannya, Mas Haris juga punya tanggung jawab lain yaitu aku sebagai istrinya.

"Terus aku harus bagaimana, Mas?"

"Kasian Nia kalau kamu balas seperti itu,"

"Terus kamu mau memberikan semua gaji kamu buat Mbak Hani?"

"Bukan begitu, Dek. Maksudku---" ucapannya terjeda, Mas Haris terlihat takut-takut ingin melanjutkan pembicaraannya.

"Apa tidak sebaiknya kita membelikan mobil cash untuk mereka? Kasihan mereka berdua Dek, pasti sering kepanasan dan kehujanan karena naik motor."

"Memangnya kamu punya uangnya?" Bukannya menjawab pertanyaanku, Mas Haris malah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal

"Uang tabungan kita pasti cukup untuk---"

"Kalau mau pakai uang tabungan kita aku enggak setuju, Mas!" tolakku cepat, tidak akan aku biarkan jika ingin memakai uang tabungan kami!

"Sudahlah Yasmin, belikan saja mobil itu untuk Nia dan juga Hani. Kasian mereka berdua tidak punya mobil, sedangkan kamu kan sudah punya mobil." ungkap Ibu mertuaku, yang tiba-tiba datang.

"Mobil itu punya Yasmin sendiri, bukan dibelikan oleh Mas Haris. Pokoknya aku enggak mau kalau pakai uang tabungan kami, kalau mau pakai uang Ibu ya silahkan." jawabku tegas, lalu pergi meninggalkan mereka yang termenung menatap kepergian ku.

Beginilah jika sudah berhadapan dengan mantan istri suamiku itu, Ibu mertuaku bahkan ikut menghasut Mas Haris untuk menuruti setiap permintaan mantan istrinya.

[Apa susahnya sih kamu menuruti perintah Mas Haris? Dia sudah mau membelikan kami mobil, tapi kamu malah melarang-larangnya. Dosa besar kalau tidak patuh pada suami! Neraka jahanam balasannya!!!]

Ingin rasanya aku tertawa membaca pesan itu, berani sekali Mbak Hani bicara tentang dosa dan neraka padaku, sepertinya lebih banyak dosa dia karena sering mengambil hak ku sebagai istri sahnya Mas Haris.

[Kenapa cuma dibaca doang? Seharusnya kamu sadar diri Yasmin, kalau kamu sudah memisahkan seorang anak dengan Ayahnya! Jadi wajar saja jika seorang Ayah memenuhi kebutuhan materi anaknya! Kamu itu seharusnya ikut mendukung, bukannya melarang-larang Mas Haris!! Dasar tidak tahu diri!!!]

Kembali Mbak Hani mengirimkan chat WA padaku, rupanya belum menyerah juga untuk merongrong.

[Sudahlah Mbak, aku malas ribut dengan kamu.] Akhirnya aku kirim juga pesan balasan untuknya.

Aku heran dengan Mbak Hani, dia sangat sering mengatakan kalau aku yang memisahkan Mas Haris dengan anaknya. Padahal jauh sebelum aku datang mereka berdua sudah bercerai, aku bukan pelakor yang merusak kebahagiaan mereka!

"Ibu mau ngomong sama kamu, Yas."

Tumben.

"Iya ada apa, Bu?" tanyaku menghampiri Ibu yang sedang duduk menonton TV.

"Kamu duduk dulu di samping Ibu," pintanya sambil menepuk-nepuk kursi disampingnya. Aku makin terperangah dibuatnya, karena ini tidak seperti biasanya.

Kini aku sudah duduk disampingnya.

"Cobalah kamu pikirkan sekali lagi Yasmin, semua kebutuhan kamu juga tidak pernah kekurangan kan? Jadi sudah sewajarnya kamu membantu Haris untuk membelikan mobil itu untuk anaknya, uang tabungan kalian juga tidak akan habis jika membeli mobil itu." papar Ibu panjang lebar dan tak jauh-jauh dari masalah mobil, seperti yang sudah aku duga.

"Memangnya wajib ya Bu punya mobil?" tanyaku memancing dirinya,

"Wajib sih tidak, tapi kamu juga harus memikirkan bagaimana perasaan Nia. Anak itu juga harus bahagia, sudah cukup perpisahan orangtuanya yang membuat dia sedih."

"Perpisahan Mas Haris dan Mbak Hani bukan karena aku, Bu. Mereka sendiri yang melakukan hal itu, aku tetap pada pendirian ku Bu. Tidak akan ada mobil jika memakai uang tabungan kami!" tegasku, tak mau mengalah.

"Eh Yasmin kamu jangan tidak sopan ya! Uang tabungan itu juga dari uang anakku! Terserah Haris mau menggunakan uang itu untuk apa, mau dia membelikan mobil itu juga tidak ada masalahnya sama kamu!!!" bentak Ibu mengibarkan bendera perang,

Aku hanya tersenyum miring.

Gaji Mas Haris itu hanya enam juta setiap bulannya dan uang itu harus dibagi-bagi, untuk Mbak Hani dan anaknya tiga juta, untuk Ibu satu juta dan sisa dua juta untukku. Lebih tepatnya untuk kebutuhan sehari-hari kami selama satu bulan, sebenarnya tidak cukup tapi selalu aku cukupkan dengan uang pribadiku. Kebetulan aku punya sebuah toko pakaian yang cukup besar, bahkan kalau sedang ramai penghasilannya bisa lima kali lipat dari gaji Mas Haris setiap bulannya.

Kami memang punya satu ATM bersama, tapi kebanyakan uang tabungan di dalam ATM itu adalah penghasilan tokoku. Bukan uang gaji Mas Haris!

"Aku enggak bakalan menuruti keinginan mereka!"

Aku tidak peduli dengan sumpah serapah yang dilontarkan oleh Ibu, karena sekarang aku memilih untuk masuk ke dalam kamar. Setidaknya lebih baik aku merebahkan tubuh diatas kasur, daripada terus berdebat tentang mobil dan mobil.

"Kamu baru pulang, Mas." sambutku sambil mencium tangannya, meskipun wajah Mas Haris terlihat masam.

"Apa saja yang sudah kamu katakan pada Hani?! Dia sampai nangis-nangis ditelepon karena dimaki-maki sama kamu katanya! Jangan begitulah Dek, walau bagaimanapun dia itu Ibu dari anakku!" cetus Mas Haris dengan wajah merah padam.

Mbak Hani pasti sudah mengatakan yang tidak-tidak tentang aku, licik sekali dia!

"Aku tidak mengatakan apapun padanya, Mas. Yang ada dia yang cari masalah terus,"

"Sudahlah Dek, aku muak melihat kalian bertengkar terus. Sekarang aku putuskan untuk membeli mobil baru untuk Nia dan Hani,"

"Kamu tidak bisa begitu dong, Mas." ujarku tak terima.

"DALAM BEBERAPA HARI INI AKU AKAN MEMBELIKANNYA. DENGAN PERSETUJUAN DARI KAMU ATAUPUN TIDAK AKU TIDAK PEDULI! KARENA AKU TETAP AKAN MEMBELINYA DENGAN UANG TABUNGAN KITA!!!" ucapnya ketus tanpa mempedulikan perasaanku. Kemudian, berlalu meninggalkan aku yang masih terdiam di tempat.

Lihat saja nanti, Mas!

Sebelum kamu membelikan mobil untuk mantan istrimu itu, aku yang akan lebih dulu mengosongkan isi ATM itu. Akan aku pindahkan seluruh uang tabungan kita ke ATM yang baru!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Waty Rosilawaty
Wow ternyata mantan istri lebih berkuasa pd mantan suaminya, drpd istri sahnya, kaya'nya mantan istri itu benalu ya memang anak adalah tanggungan suami tp jangan kelewatan dong masa' gaji yg di berikan ke mantan istei lebih banyak drpd istri yg sah, dosa tuh suaminya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status