Share

BAGIAN 2. GERAK CEPAT

Chat WA Mantan Istri Suamiku 2

Pagi ini aku bergegas menuju sebuah bank, tekadku sudah bulat untuk memindahkan seluruh saldo rekening ini ke dalam rekening yang baru. Mas Haris juga sudah pergi bekerja, jadi aku bisa lebih leluasa.

"Mau kemana kamu pagi-pagi begini?" tanya Ibu mertuaku, dirinya tengah menonton TV. Tiada hari tanpa menonton televisi, seperti candu untuknya.

"Aku mau mengecek toko, Bu." jawabku, lalu buru-buru pergi.

"Masih pagi bukannya dirumah malah kelayapan, kayak masih gadis saja! Sudah jadi istri orang kok enggak sadar diri juga!"

Aku tidak mempedulikan omongan Ibu, terserah dia saja mau menyebut aku apa. Yang terpenting saat ini aku harus berhasil menjalankan rencana ku. Aku terpaksa naik taksi karena Mas Haris telah membawa mobilku untuk bekerja, katanya sih malu kalau pekerja kantoran tidak membawa mobil.

|Alhamdulillah ya Sayang, sebentar lagi Papa bakal membelikan mobil ini untuk kita. Rezeki wanita sholehah dan anak pintar.|

Tanganku yang awalnya iseng membuka status WA terhenti pada status milik Mbak Hani, geli melihat tulisannya di sana apalagi dengan kata-kata wanita sholehah, sholehah dari mana kalau mau merebut hak istri sah?

Ting.

[Apa aku bilang Yasmin, kamu tidak akan bisa mencegah Mas Haris untuk membelikan kami mobil, aku akan meminta mobil keluaran terbaru ini padanya!] Kurang puas membuat status WA, Mbak Hani malah mengirim chat padaku.

Tak lama Mbak Hani juga mengirimkan sebuah foto mobil dengan merk ternama, yang aku yakini harganya juga tidak main-main.

[Baguskan mobilnya? Harganya juga cuma setengah miliar! Mobil ini jauh lebih mahal dibandingkan dengan mobil butut milikmu!]

Kamu masih bisa berkhayal sekarang, Mbak! Lihat saja nanti setelah aku memindahkan semua isi ATM ini, apakah dirimu masih bisa sepongah ini atau tidak?!

Untung saja kartu ATM ini selalu berada di tanganku, aplikasi m-banking dan yang lainnya juga terhubung ke ponsel milikku. Jadi Mas Haris tidak akan tahu kalau aku sudah memindahkan semua isi saldo ATM.

"Kita tunggu sebentar ya, Mbak. Saldo kartu ATM yang lamanya mau disisakan berapa banyak?" tanya petugas Bank yang membantu aku.

"Lima puluh ribu saja, Mbak."

Dia terlihat bingung mendengar ucapanku, mungkin merasa heran karena sebelumnya total saldo di rekening itu nominal cukup besar. Dan sekarang hanya menyisakan lima puluh ribu saja, aku sudah tidak sabar bagaimana reaksi Mas Haris kala melihatnya nanti? Dia pasti akan sangat malu pada saat membeli mobil itu besok, itulah balasan untuknya karena berani-beraninya membuat aku murka!

Cukup lama aku menunggu hingga semuanya sudah selesai, sesuai dengan semua yang telah aku rencanakan.

Awalnya aku ingin langsung pulang ke rumah, namun ku urungkan niatku agar Ibu tidak curiga karena aku begitu cepat pulang. Dengan diantar oleh taksi lagi, aku akhirnya memutuskan untuk mendatangi tokoku. Sudah cukup lama aku tidak datang ke sana, biasanya hanya di akhir bulan saja, untuk meminta laporan keuangan dari orang-orang kepercayaan ku.

"Tumben Mbak Yasmin datang kemari, apa ada masalah Mbak?" tanya Vitta karyawan kepercayaan ku.

"Tidak ada apa-apa, Vit. Mbak hanya ingin datang saja, sumpek juga dirumah terus."

"Alhamdulillah kalau begitu, Mbak. Vitta sudah takut tadi," ucapnya membuat aku tersenyum, ada-ada saja tingkahnya!

Kini aku tengah duduk di kursi kasir, melayani setiap pelanggan yang datang. Vitta juga tengah sibuk menyusun barang-barang bersama tiga orang karyawan lainnya, dari pandanganku hari ini toko sangat ramai. Bahkan aku saja sampai kelelahan melayani mereka.

"Kalau segitu belum bisa, Bu. Modalnya saja masih jauh,"

"Kamu itu mau nipu saya! Baju beginian harganya memang cuma lima puluh ribu, pokoknya saya enggak mau tahu harganya harus lima puluh ribu!!"

"Ada apa Vitta?" tanyaku kala menghampiri mereka, Vitta sedang adu mulut dengan seorang pelanggan.

"Ibu ini menawar terlalu murah, Mbak. Masa iya baju lima ratus ribu ditawar lima puluh ribu, mana bisa coba." jelas Vitta,

"Harganya memang segitu, Mbak. Paling-paling juga cuma diskon lima belas ribu sampai dua puluh ribu, Mbak." tuturku ramah, tak ingin membuat dirinya tersinggung.

Wanita itu mendongak.

"Mbak Hani!"

"Ternyata kamu kerja di toko ini toh, pekerjaan rendahan banget ya. Gaji kamu juga mentok-mentok cuma sejuta, beda jauh sama Mas Haris! Kerja jadi pelayan butik saja sudah belagu!!!" cibirnya.

"Nih bajunya, saya enggak sudi beli baju sama dia!" Tunjuk Mbak Hani tepat pada wajahku. Kemudian, berjalan menuju pintu keluar.

"Ibu kenal siapa dia? Vitta yakin tuh orang pasti songong banget deh, sebaiknya Ibu jangan mau berteman sama orang kayak dia."

"Iya Vit, makasih ya sudah diingatkan. Sekarang Mbak pulang dulu ya, Assalamualaikum." pamitku pada Vitta, moodku sudah buruk karena bertemu wanita itu tadi.

Mbak Hani memang tidak tahu kalau aku adalah pemilik toko pakaian, orang-orang bahkan menyebut tokoku dengan sebutan butik. Mas Haris dan Ibunya juga tidak tahu jika penghasilan dari toko pakaian milikku sangat fantastis, yang mereka tahu aku hanya punya satu toko.

Kulirik jam yang ada di ponselku, sudah pukul dua siang. Itu artinya Mas Haris akan pulang sebentar lagi, semoga saja aku bisa pulang lebih dulu darinya.

"Dari mana saja kamu?! Seharian penuh keluyuran, suami kerja bukannya dirumah malah kelayapan enggak jelas!" cicit Ibu kala melihat aku pulang.

"Di ajak ngomong bukannya jawab malah ngoyor, dimana sopan santun kamu sama orang tua, HAH?!"

"HEY YASMIN!!!"

Aku sama sekali tidak menanggapi ucapannya, biarkan anjing menggonggong kafilah berlalu.

Kalian harus tahu bahwa Ibulah yang menumpang di rumah ini, bukan aku. Tapi, lagak Ibu sudah seperti nyonya besar di rumah ini, mengatur segala sesuatu dari hal sekecil apapun. Kadang aku jenuh dengannya, tapi mau bagaimana lagi toh dia Ibunya Mas Haris, yang berarti Ibuku juga.

Begitu memasuki kamar, mataku langsung sibuk mencari tempat yang tepat untuk menyimpan ATM baru ini, intinya jangan sampai Mas Haris menemukannya!

"Di kotak skincare saja." gumamku pelan, lalu meletakkan kartu ATM tersebut didalamnya.

Mas Haris tidak pernah mau tahu dengan berbagai hal tentang produk kecantikan milikku, jadi dia tidak akan mungkin membukanya.

Beberapa menit kemudian.

"YASMIN!!!"

Tubuhku langsung berbalik menghadap ke arah pintu. Di sana sudah berdiri Mas Haris dengan wajah tak bersahabat miliknya.

Entah, apalagi kali ini?

"Ada apa, Mas? Kenapa harus membentak seperti itu, tidak bisakah kamu bicara pelan-pelan?" Tandasku,

"Apa yang kamu lakukan pada Ibu, Hah?! Hanya karena dia ikut menyetujui rencana pembelian mobil itu, kamu sampai tidak mau bicara dengannya. Ingat Yasmin, dia itu Ibuku ibu mertuamu, jadi jangan kurang ajar padanya!" berang Mas Haris, rupanya Ibu telah mencuri start lebih dulu dengan mengadu pada anaknya.

"Kalau aku memang membelikan mobil itu, sedikitpun tidak ada sangkut pautnya dengan kamu! Nia adalah anak kandungku, sudah sepantasnya aku mengabulkan keinginannya. Lagipula anakku cuma satu, sampai sekarang kamu juga belum bisa memberi aku anak!"

Nyes.

Kata-kata Mas Haris bak garam yang ditaburkan diatas luka yang belum mengering, perih!

"Aku juga sudah usaha Mas dan semuanya juga baik-baik saja menurut dokter, lagipula baru dua tahun lalu kita menikah!" jawabku setelah diam.

Wajar jika kami masih belum dikaruniai seorang anak, pernikahan kami juga masih seumur jagung. Toh tidak ada masalah pada rahim dan kesuburan ku, kami hanya tengah menunggu waktu yang tepat untuk dianugerahi si buah hati.

"Sudahlah! Besok pagi aku akan pergi ke dealer mobil, untuk membelikan Nia mobil!!!"

"Pergi saja, bila perlu sekarang." ucapku dalam hati, jelas aku tidak akan lagi melarangnya.

Satu langkah kelicikkanmu, maka seratus langkah tindakanku! Aku tidak akan tinggal diam jika sudah diluar batas seperti ini, awas kamu Mas! Ku pastikan kamu dan mantan istrimu itu akan menanggung malu besok!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status