Bariqi memasukkan Elya dengan kasar ke mobilnya. Elya berteriak sembari memberontak, gadis itu bak menjadi korban pemerkosaan saat Bariqi sudah memasukkan-nya dalam mobil dengan paksa. Namun, seperti biasa Bariqi tidak pernah menganggap, pria itu menutup pintu mobil dengan kencang hingga membuat Elya tersentak. Elya mengusap dada-nya dengan pelan. Hati Elya isinya hanya umpatan kekesalan untuk Bariqi, manusia dengan ekspresi datar.
Bariqi, pria yang menurut para pekerja di Hotel Crown Sunflower adalah pria tampan. Sebenarnya Elya mengakuinya. Paras Bariqi, gaya rambut Bariqi, persis dengan aktor idola Elya, Dylan Wang. Namun kekesalannya dengan Bariqi membuat sisi plus pria itu musnah di mata Elya. Setiap hari, pria yang kakinya penuh bulu itu tidak pernah bersikap baik kepada Elya. Setiap hari pria itu selalu menebar aura negatif dan menistakan asistennya yang sebetulnya sangat dia butuhkan kehadirannya.Elya melirik Bariqi yang mulai memasukkan kunci mobilnya ke tempatnya. Saat itu juga Bariqi menatap Elya. Baru-buru Elya memalingkan wajahnya. Elya tidak sudi bila Bariqi berpikir dia mengagumi pria itu, yang ada kepala Bariqi segede balon udara.Bariqi mendekati Elya, pria itu mencondongkan tubuhnya mendekati Elya."Mau apa?" tanya Elya sedikit mundur. Elya takut kalau Bariqi berbuat macam-macam.Bariqi mendengus, pria itu menarik sabuk pengaman dengan kasar dan memasangkan untuk Elya."Kamu pikir aku tertarik sama kamu? Rata kayak tembok," sinis Bariqi. Elya membulatkan matanya, dan bibir yang menganga lebar."Heh, ngatain cewek kayak gitu. Kamu sudah gak sopan," ucap Elya memukul lengan Bariqi dengan kencang. Bariqi mengaduh sebentar sebelum memilih menjalankan mobilnya keluar dari area parkiran. Kalau dia terus menimpali perdebatan, yang ada Elya makin ganas. Posisinya sedang di mobil, kalau Elya menerjang dan memukulinya, dia tidak bisa mengendalikan diri."Astagfirullah, lapar banget," keluh Elya menyandarkan tubuhnya ke kursi mobil bosnya. Gadis mungil itu mengusap-usap perutnya. Sungguh nelangsanya hidup yang dijalani Elya. Sudah di mess makan pas-pasan, jauh dengan orang tua, dan kini dinistakan oleh chef yang seharusnya mengayominya."Makan banyak gak gemuk-gemuk, buat apa makan," ucap Bariqi."Emang situ makan banyak gemuk? Enggak juga, kan?" tanya Elya dengan kesal."Tetapi aku tinggi," ejek Bariqi."Percuma tinggi kalau sukanya nistain orang. Biar kena karma baru tahu rasa," cibir Elya.Bariqi menjalankan mobilnya dengan cepat, pria itu sekali-sekali melirik Elya yang terus mengusap perutnya. Bunyi perut keroncongan pun tertangkap di telinga Bariqi. Tidak berapa lama, Bariqi membelokkan mobil nya, di kawasan restoran seafood yang ada di Pakisaji. Mata Elya membulat sempurna saat melihat tulisan Seafood yang sangat besar. Kecintaan Elya dengan seafood membuat gadis itu segera turun saat mobil sudah berhenti meski belum dipersilakan.Bariqi pun segera turun menyusul Elya. Gadis kecil itu sudah pergi memesan makanan."Mbak satu porsi nasi dan udang asam manis," ucap Elya."Mbak ralat, dua porsi," sahut Bariqi menimpali."Tambah apa lagi?""Udang saus pedasnya dua porsi, minumnya lemon tea dua," kata Bariqi."Totalnya seratus sepuluh ribu," ujar Kasir setelah mentotal semua pesanan Elya dan Bariqi. Bariqi mengeluarkan dompetnya dan menyerahkan uang seratus ribuan dan sepuluh ribuan satu lembar."Waah dibayarin," batin Elya menatap Bariqi yang dompetnya selalu tebal.Elya tahu betul apa saja isi dompet Bariqi, pasalnya saat menyuruhnya membeli sesuatu, Bariqi langsung memberikan dompetnya. Duit Bariqi bikin mata Elya merah karena terkena sinar senyumnya Pak Soekarno dan Pak Hatta yang ada di uang ratusan ribu. Selain itu, ada beberapa kartu ATM yang Elya tebak isinya bukan kaleng-kaleng. Dari segi materi, Bariqi menang. Namun, kalau segi sikap, Bariqi minusnya banyak. Namun, herannya Elya, cewek Bariqi banyak."Kenapa lihatin aku?" tanya Bariqi setelah memasukkan kembali dompetnya. Elya segera memalingkan wajahnya, gadis itu segera menuju ke salah satu bangku yang ada di sudut ruangan. Elya mendudukkan diri seraya menarik napas dalam-dalam. Besok adalah hari Senin, dan Elya jadwalnya off. Elya tersenyum seorang diri membayangkan dia akan berkencan ria dengan Didi, nama kasur empuknya.Bariqi mengambil duduk di depan Elya. Pria itu menatap Elya yang tersenyum seorang diri. Menurut Bariqi dan beberapa pria di hotel mereka bekerja, Elya lah yang paling tidak cantik di antara para pekerja di sana. Di dapur sendiri, Elya adalah perempuan satu-satunya, sedangkan di staff hotelnya kebanyakan perempuan yang cantik-cantik. Bahkan penampilan Elya sangat biasa saja. Namun anehnya, banyak yang berbondong mendekati Elya. Setiap hari yang dibahas di grup pesan para pekerja cowok, adalah Elya. Sikap Elya, kebiasaan Elya, selalu menjadi topik hangat untuk grup pesan mereka. Bariqi tidak pernah menimpali, pria itu hanya menyimak pembahasan.Menurut Bariqi, Elya memang tidak cantik, tetapi saat senyum Elya sangatlah manis. Mungkin itu daya pikat yang bisa ditonjolkan Elya.Elya berkulit sawo matang dengan mata bulat, rambut yang banyak dan tinggi yang tidak seberapa. Jauh beda dengan selera Bariqi yang harus putih, mulus, dan berhidung mancung.Diam-diam Bariqi menatap senyum Elya yang makin mengembang. Andai ada beberapa rekan kerja yang lain di sini, sudah pasti mereka menggegerkan suasana karena melihat senyum lebar Elya yang jarang tersungging.Brakkk!"Astagfirullah," ucap Elya mengusap dadanya saat Bariqi memukul meja dengan kencang."Kenapa kamu senyum-senyum sendiri? Aku malu kalau sampai orang lain mengira kamu sinting," oceh Bariqi."Besok aku libur. Jangan suruh aku kerja mendadak. Aku mau kencan," ucap Elya."Siapa yang mengijinkan kamu kencan? Kamu besok ada kerjaan. Liburnya diundur," ucap Bariqi dengan spontan."Ya, gak bisa gitu, dong. Aku sudah menantikan hari Senin selama enam hari, dan sekarang disuruh mundur lagi liburnya, aku gak rela,” oceh Elya dengan marah.“Rela gak rela, kamu harus kerja besok. Gak ada kencan-kencanan, peraturan baru untuk anak FNB, tidak boleh pacaran!” tegas Bariqi. Elya mengernyitkan dahinya mendengar penuturan Bariqi, belum sempat Elya protes, seorang pelayaan datang seraya membawa pesanan mereka.“Makasih, Mas,” ucap Elya pada pelayaan laki-laki itu.“Gak usah genit!” desis Bariqi menendang kaki Elya dari bawah meja, membuat Elya ingin menendang balik Bariqi sampai pria itu ke Mars dan tidak kembali lagi ke Bumi. Karena makhluk Bumi hanya untuk manusia normal, tetapi Bariqi sama sekali tidak normal.Pelayan itu undur diri dengan perasaan yang tidak enak. Pria itu mengira kalau Bariqi dan Elya adalah sepasang kekasih yang tengah bertengkar.Elya ingin mengambil satu piring berisi nasi dan udang, tetapi Bariqi segera menepis tangan Elya.“Ini pesananku, kenapa kamu mau memakannya?” tanya Bariqi. Elya menatap Bariqi dengan mulut yang menganga.“Kan ini yang pesan aku,” ucap Elya.“Kan yang bayar aku. Semua makanan ini adalah milikku. Sekarang tugas kamu, kupasin udangnya untukku. Aku gak mau membawa kamu dengan cuma-cuma,” oceh Bariqi menyodorkan udang-udang ke depan Elya.Elya mengepalkan tangannya dengan erat, kalau bisa, ia akan menghantam kepala Bariqi sampai kepala pria itu lepas dari tempatnya.“Cepat kupasin!” titah Bariqi.“Gak mau, mending aku pulang dari pada mengupas udang untuk manusia abnormal kayak kamu. Aku tidak peduli kalau tidak hormat dengan atasanku sendiri, karena kamu juga memperlakukan orang lain dengan semena-mena!” oceh Elya menatap tajam Bariqi.“Elya, kupasin! Satu udang aku kasih lima ribu, ini ada dua puluh udang, seratus ribu cash buat kamu,” ucap Bariqi.Mendengar kata uang membuat mata Elya berkedut. Oh tidak, kelemahan Elya ada pada uang. Elya memburu kertas merah itu untuk menambah pemasukannya.“Kamu mau atau tidak? Kesempatan tidak datang dua kali,” kata Bariqi lagi.Elya kembali mendudukkan dirinya, perempuan itu mengambil udang-udang besar itu dan mulai mengupasnya. Dalam hati, Elya menyumpah serapahi Bariqi dengan segala jenis sumpah serapah.“Awas saja kalau aku sudah kaya, banyak uang, punya suami pengusaha terkenal, bakal aku ganti injak-injak kamu,” batin Elya menatap Bariqi dengan mata tajamnya.Bariqi menatap Elya yang mengupas udang dengan wajah yang sarat akan amarah. Dalam hati Bariqi tersenyum, ia merasa menang sudah berhasil menistakan gadis di hadapannya.“Nih, sudah semua. Aku mau pulang!” ketus Elya.“Tunggu!” cegah Bariqi.“Apa lagi? Kalau kesabaranku sudah habis, aku pastikan kepala kamu akan aku jadiin tumbal pesugihan di Gunung Wilis,” ucap Elya.“Karena aku baik, sekarang kamu yang makan!” titah Bariqi yang membuat Elya lagi-lagi harus melongo.“Cepat makan! Aku tidak mau kamu menyebar gosip bahwa Chef Bariqi menelantarkan anak buahnya. Sungguh memalukan,” sinis Bariqi. Perut Elya yang sudah luar biasa lapar pun membuat gadis itu segera duduk dan memakan satu porsi nasi udang dengan lahap. Perempuan itu tidak malu makan dengan lahap meski ada pria di hadapannya. Lagi pula, Bariqi sudah tahu semua kejelekannya dari A sampai Z. Mulai dia yang sering ngupil saat di parkiran ketika akan pulang, dia yang suka mengemut biji mangga, dia yang sering ingusan saat makan pedas dan lain-lain.“Pelan-pelan saja makannya. Kayak orang gak makan tujuh hari saja,” ucap Bariqi.“Beras di mess sudah habis, susu di mess sudah habis, camilan semua habis, hanya makan kacang goreng yang aku bawa dari Tulungagung. Mana tanggal gajian masih lama. Kapan hidup tidak ternistakan seperti ini? Memang paling enak tuh gak usah kerja keras, tetapi nikah sama anak tunggal kaya raya,” oceh Elya sambil masukkan udang ke mulutnya.“Jangan menghalu. Orang biasa saja belum tentu mau sama kamu, kok minta anak tunggal kaya raya,” sinis Bariqi.“Enak saja. Di dunia ini gak ada yang gak jatuh cinta sama Elya. termasuk kamu, aku pastikan kamu cinta sama aku. Kalau kamu udah cinta, aku gak mau sama kamu. Mampus kamu!” oceh Elya.“Meski di dunia ini hanya tersisa kamu, lebih baik aku jadi perjaka tua!” kesal Bariqi.“Pegang ucapan kamu sendiri, jangan sampai kamu benar-benar jatuh cinta sama aku. Karena aku gak selera sama cowok kayak kamu!” ketus Elya.Pernikahan bukanlah akhir dari sebuah kisah, melainkan awal untuk memulai kehidupan yang baru. Sudah terhitung satu minggu Elya dan Bariqi menikah. Elya tidak tinggal lagi di Tulungagung, melainkan gadis itu ikut suaminya ke Batu. Bariqi diberi satu rumah oleh ayahnya untuk dia tempati bersama Elya. Selama satu minggu itu belum terjadi sesuatu antara Elya dan Bariqi. Bariqi belum menyentuh Elya karena bocah itu yang merengek belum siap. Bariqi harus mengalah karena saat dia akan mendekati Elya, Elya malah menangis. Hari ini terakhir kali Bariqi cuti dari pekerjaannya dan besok dia harus bekerja lagi, begitu pun dengan Elya. Bariqi menatap Elya yang memasak di dapur, sedangkan dia duduk di samping kulkas sembari meminum air. Pandangan Bariqi tidak lepas dari punggung kecil Elya. “Aduh … dasar wajan kurangajar. Gak lihat apa kalau di sini ada tangan, malah nyentuh tanganku. Dipikir gak panas,” omel Elya saat tangannya terkena wajan panas. Bariqi hampir menyemburkan airnya saat mend
48.Niat hati Elya tidak ingin menikah muda. Masih banyak cita-cita yang ingin Elya gapai. Menjadi koki utama misalnya, karena selama ini Elya hanya menjadi asisten Bariqi. Karir Elya mulai naik lagi saat dia dipindah tempat menjadi seorang bartender. Namun, untuk sekarang karir Elya terpaksa harus dihentikan. Waktu berlalu begitu cepat. Elya yang semula tidak mendapatkan restu dari ibunya, kini restu sudah dia kantongi. Acara lamarannya dengan Bariqi berjalan lancar. Dengan sepenuh hati ayah dan ibu Elya menerima Bariqi untuk menjadi menantunya. Satu tahun setelah lamaran Elya, tepat di usia Elya yang ke dua puluh satu tahun, Elya dan Bariqi resmi menikah. Hari ini adalah hari spesial untuk Bariqi dan Elya setelah empat tahun pertemuan mereka. Bariqi baru saja mengucap ijab qobul di depan penghulu juga ayah Elya. Pernikahan sudah sah secara agama dan negara. Pernikahan yang dilakukan hanya pernikahan sederhana, ijab qobul dan resepsi pernikahan yang dihadari oleh teman-teman Elya.
Seorang Gadis tengah mengocok shaker koktail di depan para pelanggannya. Elya sudah menguasai teknik shak setelah beberapa lama berada di bar. Perempuan itu dalam sekejap menjadi perempuan idola. Bahkan ada pelanggan yang terang-terangan setiap hari datang dan mengatakan kagum dengan Elya. Kalau lagi gabut, Elya akan balik menggoda para pelanggannya. Tapi itu hanya manis di bibir, kalau perasaannya hanya untuk Bariqi. Kendati demikian, Bariqi tidak bisa jenak dan ingin Elya berada di dapur saja. Bagi Bariqi, di bar terlalu banyak buaya yang siap memangsa Elya. Namun, Bariqi tidak sadar kalau dirinya juga buaya. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, tetapi Elya masih belum selesai dengan pekerjaannya. Elya pulang jam delapan sesuai jam kerja yang baru. Saat asik atraksi di depan para tamu, seorang pria tampan mendatangi Elya. Pandangan Elya mengarah tepat ke Bariqi, kalau dilihat-lihat orang yang sudah melamarnya itu sangat tampan. “Elya, seorang gadis dua puluh tahun, yang cant
Bariqi menggelengkan kepalanya, dia merasa bahwa dirinya sudah gila. Hanya gadis kecil yang bahkan dilihat sekilas biasa saja, tetapi Bariqi bisa jatuh cinta sedalam ini. “Kenapa tersenyum sendiri?” tanya Putri berdiri di depan pintu kamar anaknya. Bariqi terkesiap, pria itu langsung bangun dan menatap ibunya, “Ibu, kenapa ibu masuk nggak ketuk pintu? Kalau aku sedang ganti baju bagaimana?” tanya Bariqi bertubi-tubi. “Tapi kenyataannya kamu nggak sedang ganti baju, tapi kamu sedang senyum-senyum sendirian,” jawab Putri terkekeh. Bariqi malu bukan main, pria itu menarik selimut dan menyelimuti separuh tubuhnya. Putri melangkahkan kakinya mendekati Bariqi. Perempuan paruh baya itu duduk di ranjang anaknya. Tangan lembutnya mengelus puncak kepala Bariqi. Entah kenapa tiba-tiba Putri merasa sedih. Bukan maksud apa-apa, tetapi anaknya yang dulu kecil kini sudah menjadi pria dewasa. Putri selalu ingin anaknya menikah, tetapi saat tadi Bariqi pulang mengatakan sudah melamar Elya dan ing
Elya menatap sinis ke arah Bariqi, saat ini Bariqi dan Elya tengah kencan di sebuah cafe yang ada di tengah kota. Cafe dengan penuh lampion yang sangat indah dan estetik untuk digunakan berfoto. Namun, Elya masih saja sinis perkara tadi saat Bariqi bersama Sera.“Situ boleh cemburu sama aku, tapi aku nggak boleh cemburu sama situ,” cibir Elya sambil mencebik-cebikan bibirnya.“Huh, dasar laki-laki semaunya sendiri. Kalau cemburu saja aku kayak mau dibanting di tempat, tapi aku sendiri yang cemburu malah gak boleh. Curang banget jadi cowok,” cibir Elya lagi.Sudah setengah jam mereka nongkrong di cafe, tetapi Elya tidak kunjung berhenti nyinyir. Kejadian tadi sore, tetapi masih diungkit sampai sekarang.“Rasanya mau ganti cowok saja. Cowok yang lebih … hmppp-”Ucapan Elya terhenti saat Bariqi menjejalkan kentang ke bibir Elya. Mata Elya melotot, perempuan itu menggebrak meja dengan kencang.“Hishh … apa-apaan kamu ini!” pekik Elya setelah menelan kentangnya.“Dari pada kamu terus ribut
Sudah satu minggu Elya kembali ke tempat kerja yang semula. Namun, Elya tidak berada di bagian dapur lagi. Melainkan di bagian bar. Elya meracik minuman alkohol di bar mewah yang ada di hotel. Tugas Elya dipindah ke sana bersama Vino. Awalnya Bariqi sangat tidak setuju Elya dipindah ke sana, tetapi itu keputusan papanya yang tidak bisa diganggu gugat. Umumnya, Bar dibuka saat malam hari. Namun, berbeda kalau di hotel Sunflowers di mana Bar buka dua puluh empat jam. Siang hari juga sangat ramai pengunjung. Elya sudah mulai terbiasa dengan pekerjaan barunya. Namun, berada di bar membuat Bariqi sering ngambek. Pasalnya banyak cowok di sana yang membuat Bariqi cemburu. Apalagi teman kerja Elya adalah Vino. Di dapur, Bariqi tampak bekerja dengan semangat meski pikirannya terkadang fokus pada Elya. “Sera, semua bahan yang dibutuhkan sudah siap?” tanya Bariqi kepada Sera. “Sudah, Chef,” jawab perempuan itu dengan cekatan mendekatkan bahan-bahan makanan yang diperlukan. Bariqi langsung