Share

Chapter 4

Chapter 4

Yasmin melepas sabuk pengaman yang melintasi bahu dan pinggang. Kemudian menoleh pada Rezza yang baru saja mematikan mesin mobil. Satu pasang manusia itu baru saja menyelesaikan kegiatan makan siang mereka bersama. Dan sekarang saatnya Yasmin untuk kembali bekerja. Rezza yang dua minggu terakhir ini tidak bisa melihat Yasmin karena pergi ke Vietnam untuk kompetisi renang, sedikit merasa berat hati mengakhiri kencan singkat mereka hari ini.

“Mulai minggu depan kita bakal sulit ketemu. Aku mau ke Tokyo buat olimpiade musim panas. Selanjutnya aku ada kompetisi di China.”

Rezza, laki-laki dua puluh delapan tahun berwajah oval yang memiliki tatapan nakal itu menunjukkan raut wajah yang memelas di hadapan Yasmin. Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah dua minggu berpisah karena kesibukan Rezza sebagai atlet renang. Ia yang tidak yakin sebesar apa rasa rindunya kepada Yasmin setelah dua minggu berlalu tanpa bertemu, mengganggam tangan gadis itu erat. Ekspresi wajahnya menggambarkan kesedihan karena minggu depan Rezza harus terbang ke Tokyo dan selanjutnya ke China untuk kompetisi.

Tiga tahun berlalu seperti itu. Rezza yang sering mengikuti olimpiade renang memiliki sedikit waktu bertemu Yasmin, kekasihnya. Setiap tahunnya, berapa kali mereka bertemu dapat dihitung menggunakan jari tangan. Yasmin sendiri tidak menyangka dapat bertahan selama tiga tahun pacaran dengan laki-laki yang seperti hujan. Dapat datang dan pergi kapan saja tanpa memedulikan musim.

Bermula dari Yasmin yang bekerja di sebuah perusahaan desain panggung sebagai desainer, ia bertemu dengan Rezza yang merupakan adik dari klien Yasmin.

Kakak laki-laki Rezza merupakan seorang penanggung jawab pementasan musikal terkenal di Jakarta. Ia bekerja sama dengan Quirech—perusahaan tempat Yasmin bekerja—untuk penataan panggung pementasan musikal yang akan  berjalan selama satu musim penuh. Di situlah Yasmin bertemu dengan Rezza yang saat itu baru memasuki usia dua puluh lima tahun dan memiliki jiwa muda yang bebas. Pada usia itu Rezza masih menjadi atlet renang muda yang belum terkenal dan belum memiliki banyak pengalaman kejuaraan.

Awalnya Yasmin tidak begitu menyukai Rezza karena pria itu memiliki tatapan seperti seorang playboy. Tetapi laki-laki itu terus mengejar Yasmin dan berkata bahwa Yasmin adalah tipe wanita idealnya. Sejujurnya Rezza juga memiliki wajah yang tampan. Hanya saja wajahnya yang tampan itu sering kali tebar pesona di hadapan gadis-gadis. Membuat Yasmin merasa tidak nyaman dan sempat menolak ajakan kencan Rezza untuk pertama kalinya.

Tetapi laki-laki yang pantang menyerah itu tetap mengejar Yasmin yang telah memberinya penolakan. Hingga akhirnya Yasmin pun luluh dan memberikan kesempatan kepada Rezza. Keduanya pun pacaran. Rezza meminta kesempatan selama dua bulan untuk Yasmin pacaran dengannya. Jika setelah dua bulan itu Yasmin tetap merasa Rezza benar seorang playboy, maka ia berhak memutuskan Rezza. Namun jika prasangka itu salah, maka perkencanan mereka tetap berlanjut.

Kenyataannya setelah dua bulan berjalan Yasmin benar jatuh hati kepada Rezza. Penilaiannya terhadap Rezza yang dikira playboy hanya karena pria itu memiliki tatapan nakal terbukti salah. Yasmin yang terlanjur jatuh hati pada Rezza, mempertahankan perkencanan mereka sampai tiga tahun ini. Meski enam bulan setelah mereka pacaran, Rezza sering meninggalkan Indonesia untuk mengikuti berbagai kompetisi renang sehingga keduanya jarang bertemu setelah itu.

“Berarti waktu kencan kita cuman akhir pekan besok?” Yasmin yang melihat wajah memelas Rezza pun memberi tanggapan. Senyumnya yang manis tersimpul di bibir.

“Kayaknya sih iya. Aku telpon kamu aja akhir pekan besok.” Rezza berkata seraya melayangkan senyumnya yang memikat.

Yasmin teringat suatu hal, “Oh iya. Tadi kenapa Mas Mas Rezza ada di klinik Dokter Haikal?” tanya Yasmin. Ia merasa hal itu aneh.

“Hm?” Rezza terlihat sedang berpikir. Ia berpikir cukup lama sebelum menjawab, “Aku cuman lewat aja tadi, mau ke perusahaan tempat kamu kerja. Trus aku lihat kamu keluar dari sana, jadi ya aku berhenti buat sekalian ajak kamu makan siang.”

“Oh, gitu.” Yasmin menggumam sambil mengangguk percaya.

“Kalo kamu gimana? Kenapa kamu ada di klinik itu siang begini? Kalian masih sering ketemuan kayak itu?” lanjut Rezza menanyai. Ia memang mengetahui sedikit tentang Haikal yang merupakan senior Yasmin. Tetapi firasat Rezza mengatakan kalau hubungan kedua orang itu bukan sekadar senior-junior. Setiap kali menelepon Yasmin, gadis itu selalu berkata baru saja bertemu seniornya yang seorang psikiater. Membuat Rezza merasa cemburu dan tidak suka.

“Bukan gitu, Mas. Aku ketemu Mas Haikal karena ada suatu hal yang ingin aku tanyain,” jawab Yasmin. Ia mengerti sikap Rezza yang curigaan seperti itu.

“Beneran kan? Kamu nggak aneh-aneh kan sama dia?” Kening Rezza mengerut curiga.

“Enggak, Sayang. Percaya deh,” gumam Yasmin meyakinkan.

“Kalo gitu, aku turun dulu ya Sayang. Bu Indah nanti marah-marah kalo aku ketahuan telat.” Yasmin melepaskan genggaman Rezza dan bergegas turun. Ia melambaikan tangannya pada Rezza sebelum akhirnya berlari masuk ke dalam bangunan perusahaan.

Tidak menunggu lama Rezza pun melajukan mobilnya menjauhi perusahaan tempat Yasmin bekerja. Ia mengendarakan mobilnya menuju klinik Haikal yang jaraknya tidak lebih dari satu kilometer dari perusahaan. Begitu tiba di halaman klinik, Rezza menghentikan mobil. Ia berdiam diri di dalam mobilnya sembari menunggu kedatangan seseorang. Tidak lebih dari lima belas menit setelah itu, terihat seorang wanita bertopi dan bermasker hitam keluar dari gedung klinik. Wanita yang tidak lain adalah Hera itu berjalan menuju mobil Rezza dan segera masuk ke dalamnya.

“Konseling kamu udah selesai? Semuanya baik-baik aja kan? Kau tidak apa-apa?” Rezza melontarkan tiga pertanyaan itu sekaligus begitu Hera masuk ke dalam mobilnya. Wajahnya yang tampak khawatir tertuju pada Hera yang baru selesai menjalani konseling di dalam klinik. Laki-laki itu menatap Hera dengan lembut dan ceria.

Kepala Hera mengangguk. “Semuanya berjalan dengan baik kk. Aku juga baik-baik saja. Sayang udah nunggu aku lama?” ucap Hera. Ia melepaskan topi dan maskernya.

Seketika itu Rezza menggeleng. “Tidak lama kok.”

Senyum cerahnya menyungging di bibir. Kemudian Rezza menyondongkan tubuhnya pada Hera dan mengecup bibir wanita itu.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status