Share

Chapter 5

Chapter 5

Yasmin hanya dapat cengingisan ketika Indah memergokinya datang terlambat setelah jam makan siang selesai. Padahal bukan pertama kali gadis itu terlambat kembali ke perusahaan seselesainya jam istirahat siang. Juga bukan pertama kalinya ia dipergoki oleh Indah Mayasari yang merupakan CEO dari Quirech Design and Decoration tempat Yasmin bekerja.

“Bukahnya tadi kamu bilang mau bertemu Dokter Haikal?”

Pertanyaan Indah yang terdengar mengintimidasi itu seketika membuat Yasmin menutup mulutnya rapat. Wanita tiga puluh tujuh tahun itu memicingkan kedua matanya menatap Yasmin yang ketahuan terlambat lebih dari lima belas menit.

“Aku baru tahu kalau wajah Dokter Haikal sudah ganti jadi Rezza. Kamu habis kencan kan?!” Indah meninggikan nada bicaranya kepada Yasmin. Tetapi nada suaranya yang tinggi seperti itu sama sekali tidak terdengar seram.

“Aduh... Bu Indah. Aku kan udah selesaiin semua kerjaan aku sebelum jam makan siang tadi. Lima belas menit terlambat nggak apa-apa dong. Toh tidak ada kerjaan lain yang harus aku selesaiin cepat-cepat.” Yasmin mencoba merayu Indah sambil mencolek lengan wanita berambut sebahu yang merupakan CEO itu. Setelah tiga tahun bekerja sebagai desainer di tempat ini, Yasmin sudah terbiasa merayu bosnya yang kadang-kadang galak.

Indah menaikkan satu alis. Lalu menoleh pada Bagas yang mejanya di sebelah Yasmin. Bagas juga merupakan pegawai yang bekerja di perusahaan itu. Ia yang membantu Yasmin dalam menyelesaikan suatu desain panggung.

“Bagas, apa desain panggung untuk festival universitas sudah selesai?” tanya Indah memastikan.

Seketika itu Bagas menoleh. “Sudah selesai, Bu Indah. Kak Yasmin udah selesaiin kemarin sore,” jawab laki-laki dua puluh lima tahun itu.

“Bagaimana dengan panggung musikal Elizabet?”

“Itu juga sudah selesai. Rancangan panggungnya sudah saya kirim ke pihak penataan panggung musikal. Besok baru mereka ingin bertemu secara langsung dengan Kak Yasmin.”

Jawaban Bagas yang memuaskan didengar Yasmin itu membuat Indah mengembuskan napas. Yasmin pun tersenyum bangga sambil menaikkan kedua alisnya menatap Indah. Sedangkan Indah yang merasa tidak memiliki alasan untuk menegur Yasmin yang lagi-lagi terlambat, menurunkan alis dan menggumam-gumam.

“Seandainya saja kerjaanmu sedikit lebih buruk. Aku sudah cari desainer lain untuk kerja di perusahaanku. Tapi karena kamu selalu menyelesaikan pekerjaanmu dengan baik, aku akan menoleransi keterlambatanmu itu.” Indah berkata setengah mengomel kepada Yasmin yang tersenyum cerah. “Tapi ingat! Sekali lagi kau terlambat kembali setelah jam istirahat siang, aku akan memotong gajimu. Paham?” lanjut Indah berkata sedikit ketus.

“Siap, Bu Indah!” Yasmin menyeru antusias menanggapi CEO-nya yang lagi sensitif. Begitu melihat Indah berlalu pergi meninggalkannya, Yasmin pun menoleh pada Bagas. “Hampir saja! Kerja bagus, Bagas!” serunya kepada Bagas.

“Lain kali hati-hati, Kak. Kamu tahu kalau Bu Indah sedang sensitif karena kekasihnya ketahuan berselingkuh,” gerutu Bagas. Kebiasaan mengomel laki-laki itu kembali membuat Yasmin menghela napas ringan.

“Huhhh, oke. Aku akan hati-hati,” sahut spontan Yasmin. Gadis itu kemudian merapikan duduknya dan menyalakan komputer di atas meja sambil menggumam-gumam. “Aduh. Bu Indah yang malang. Kenapa dia mau pacaran sama laki-laki yang suka selingkuh? Ckck. Padahal ada banyak laki-laki baik di dunia ini.”

**

Lobby lantai satu Hessal Hotel tampak sepi di pagi hari pada akhir pekan seperti ini. Haikal yang memiliki janji bertemu di hotel bintang lima tersebut, turun dari mobil dan berjalan menghampiri seorang resepsionis.

“Di kamar sebelah mana?” Haikal bertanya pada seorang resepsionis wanita yang berdiri di balik meja lobby. Seolah sudah mengerti apa maksud pertanyaan Haikal, wanita resepsionis berpakaian seragam maroon tersebut memberikan jawaban pasti.

“Tuan sudah ditunggu di kamar Suits 1021. Ini kuncinya,” jawab wanita resepsionis sambil mengulurkan akses masuk ke kamar Suits 1021.

Haikal tersenyum lebar.

“Makasih.”

Lalu beranjak pergi meninggalkan meja resepsionis. Berjalan menuju lift sebelum akhirnya seorang wanita tinggi semampai berambut sebahu datang menghampiri Haikal. Wanita cantik elegan yang berusia sekitar tiga puluh lima namun masih terlihat sangat muda itu langsung menceletuk begitu melihat Haikal.

“Kau tiba duluan. Aku kira kamu bakal terlambat kayak minggu lalu.”

Seketika Haikal menoleh. Senyum manisnya otomatis mengembang melihat wanita cantik itu.

“Bagaimana denganmu, Kak? Kamu bilang nggak akan dateng karena pertengkaran kemaren. Tapi sekarang Kakak datang lebih awal dari biasanya.” Haikal menanggapi setengah mengejek.

Tepat setelah itu pintu lift terbuka. Haikal berjalan masuk ke dalam lift diikuti wanita bernama Laras yang berdiri di sebelahnya. Dari pakaian sampai perhiasan yang dipakainya, semua orang dapat menebak bahwa Laras adalah wanita berkelas. Tatapannya dingin dan raut wajahnya sedikit arogan. Untuk Haikal yang mengenal sangat baik Laras. Tatapan dingin dan sikap Laras yang arogan itu menjadi pesona tersendiri. Pesona yang hanya dimiliki oleh wanita sekelas Laras.

“Niatna aku nggak dateng. Tapi seseorang merengek ke aku. Aku ya nggak punya pilihan lain lah selain dateng,” jawab Laras dingin.

Haikal terkekeh-kekeh mendengar itu. Ia tidak yakin siapa yang dimaksud ‘seseorang merengek’ oleh Laras. Tapi berapa kali pun berpikir, sepertinya yang dimaksud Laras itu adalah Haikal.

Pintu lift terbuka di lantai dua belas. Laras berjalan mendahului Haikal keluar dari lift. Mereka berjalan di koridor yang sama. Lalu berhenti di depan pintu kamar Suits 1021.

“Aku berharap Kakak tidak akan marah lagi. Kakak tahu kan kalau stres bisa berefek pada kecantikan.” Haikal berucap pelan selagi menempelkan akses kamar yang seperti kartu kredit itu pada alat sensor yang terpasang di samping pintu. Begitu pintu terbuka, ia melangkah masuk ke dalam diikuti Laras di belakangnya.

“Oh, kalian udah datang?”

Seseorang menyambut kedatangan Laras dan Haikal. Memasuki kamar suits yang luasnya hampir serupa dengan satu unit apartemen luas. Haikal berjalan menuju sofa besar ruangan yang berada di sisi selatan ruang. Di atas sofa itu telah duduk satu sosok pria berusia awal empat puluhan yang sedari tadi menunggu kedatangan kedua adiknya.

Sudah seperti keharusan antara tiga saudara di keluarga Hessal Grup untuk berkumpul satu minggu sekali seperti ini. Setiap hari Sabtu pagi, Wahyu  yang merupakan putra sulung dari Keluarga Hessal Grub, menunggu kedua adiknya di hotel milik keluarga untuk berkumpul bersama dan berbincang-bincang. Laras, saudara nomor dua yang merupakan satu-satunya putri di keluarga itu juga selalu datang untuk berkumpul bersama dua saudaranya. Meski pada pertemuan minggu lalu ia sempat bertengkar dengan Wahyu  karena suatu hal, minggu ini ia tetap datang karena bujukan Haikal. Sementara Haikal sendiri yang merupakan putra bungsu dari keluarga pemilik Hessal Grup, juga selalu datang menghadiri pertemuan saudara ini.

Ketiga saudara itu memang sudah akrab satu sama lain sejak kecil. Berbeda dari kebanyakan saudara di keluarga konglomerat yang biasanya saling musuh-memusuhi. Wahyu , Laras dan Haikal selalu akrab sejak kecil dan memiliki mimpi yang berbeda-beda.

Wahyu  merupakan putra tertua. Sehingga ia memiliki tanggung jawab besar untuk mengelola bisnis hotel keluarga dan mengurusi semua hal tentang Keluarga Hessal Grub sepeninggalan ayah mereka. Ayah mereka yang merupakan pemimpin dari Hessal Grup telah meninggal satu tahun silam. Semua tanggung jawab dan kepemimpinan beralih pada Wahyu  yang merupakan putra sulung. Tidak heran, meski Wahyu  sudah cukup umur untuk menikah, ia tidak memiliki waktu untuk pacaran. Semua waktunya hanya tercurahkan pada Hessal Grup dan keluarganya yang terdiri dari ibu dan dua adik. Ibu mereka masih hidup dan sekarang tinggal di Bandung bersama seorang bibi.

Untuk Laras dan Haikal. Kedua adik itu memiliki minat yang menyeleweng jauh dari bisnis keluarga. Laras yang menjunjung tinggi nilai elegansi dan keindahan, sama sekali tidak tertarik dengan bisnis keluarganya. Ia lebih menyukai seni. Ia juga memiliki beberapa galeri seni bernama ‘Hessal Galeri’ yang menyebar di beberapa titik di Indonesia. Ada sekitar dua belas Hessal Galeri yang dikelola Laras di seluruh negeri ini.

Kakak pertama,  Wahyu  menyukai bisnis dan meneruskan bisnis Hessal Grup. Sedangkan kakak kedua, Laras menyukai keindahan seni dan mengelola galeri seni yang dinamai Hessal Galeri. Sementara Haikal, si bungsu dari keluarga Hessal Grup juga memiliki minat yang menyeleweng dari bisnis keluarganya.

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status