Home / Romansa / Cinta CEO Kembar / Bab 19: Racun yang Menggoda

Share

Bab 19: Racun yang Menggoda

Author: Kinanti
last update Huling Na-update: 2025-09-29 23:13:50

Ia teringat betapa panasnya tubuh Shinji saat pria itu ambruk di atasnya. Wajah pucat dan tatapan penderitaan yang ia lihat di pagi hari masih menghantuinya. Apakah pria itu benar-benar sakit? Apakah ia baik-baik saja?

​Hari kedua tanpa kehadiran Shinji terasa berat. Ruangan kantor terasa lebih hampa, dan Medina mendapati dirinya diam-diam mencari tahu kabar bosnya itu. Perasaan itu aneh, gila. Bagaimana mungkin ia mengkhawatirkan pria yang sangat ia takuti?

​Perasaan kehilangan itu semakin kuat, mendorongnya pada batas nalar. Medina mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia hanya ingin memastikan monster itu tidak kembali mengganggunya. Tetapi jauh di dalam lubuk hatinya, ia tahu ada motif yang lebih lembut, lebih membingungkan, yang mendorongnya.

​***

​Sore itu, di tengah keputusan yang impulsif dan gila, Medina meninggalkan kantor lebih awal. Ia tahu alamat apartemen mewah Shinji dari berkas-berkas kantor yang pernah ia tangani.

​Setelah menempuh perjalanan yang terasa panjang
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Cinta CEO Kembar   Bab 35: Mata Tajam Selena

    Malam sudah jatuh sepenuhnya. Lampu gantung di ruang makan apartemen Shinji memantulkan cahaya lembut ke meja kayu gelap. Dua piring nasi, dua gelas air putih, dan lauk sederhana terhidang rapi. Medina duduk di seberang Shinji. Ia nyaris tidak bersuara sejak makanan datang. Hanya suara sendok dan garpu yang sesekali terdengar memecah hening. Shinji makan dengan tenang, wajahnya seperti biasa—tanpa ekspresi, tapi entah kenapa malam ini justru terasa lebih menenangkan. Kadang ia melirik ke arah Medina, tapi cepat mengalihkan pandangan, seolah sedang menahan sesuatu yang tidak seharusnya muncul di sana. Medina menunduk, memainkan sendok di ujung piringnya. “Terima kasih… sudah mau menampungku,” katanya pelan. Shinji berhenti sebentar, lalu meletakkan sendok. “Aku sudah bilang, bukan soal menampung. Kau hanya sementara di sini. Sampai urusan kontrakanmu selesai.” Nada suaranya datar, tapi anehnya justru terasa menenangkan. Medina mengangguk kecil, mencoba tersenyum. Namun, setelah i

  • Cinta CEO Kembar   Bab 34: Duniaku Tiba-Tiba Dekat Denganmu

    Shinji juga membeku, matanya terkejut. Tangannya otomatis bertumpu di sisi kepala Medina, wajah mereka hanya berjarak beberapa senti. Nafas hangat keduanya bertemu di udara dingin itu. Cahaya senter yang redup membuat bayangan di wajah Shinji tampak dalam — garis rahangnya tegas, matanya bergetar menahan sesuatu yang sulit dijelaskan. “Medina…” suaranya serak, nyaris berbisik. "Maaf. Aku tidak sengaja.” Medina menatapnya diam-diam, masih terkejut, tapi tidak langsung menyingkir. Ada detak cepat di dadanya — bukan karena takut, tapi karena sesuatu yang berbeda. Entah sejak kapan, ia sadar bahwa jarak mereka begitu dekat hingga ia bisa merasakan denyut jantung Shinji melalui dada yang nyaris menempel. Udara seolah membeku. Hujan di luar seperti berhenti sementara waktu. Shinji perlahan menegakkan tubuhnya. Di antara mereka ada hening yang muncul dan membuat canggung. Keduanya diam cukup lama, hanya suara hujan rintik di luar yang menjadi saksi. Shinji akhirnya berdiri perlahan

  • Cinta CEO Kembar   Bab 33: Kesalahan Lisa

    Tenda-tenda di area perkemahan kini basah kuyup. Lampu-lampu darurat menggantung di antara tali-tali tambang, memantulkan cahaya kekuningan yang bergetar tertiup angin malam. Beberapa staf berlari mondar-mandir membawa handuk dan termos air panas. Medina duduk di kursi lipat di dekat api unggun kecil yang baru dinyalakan, tubuhnya masih diselimuti jaket tebal milik Shinji. Uap hangat mengepul dari cangkir teh di tangannya. Wajahnya pucat, bibirnya bergetar halus, tapi matanya—meski lelah—masih menatap kosong ke arah hutan. Shinji berdiri tak jauh darinya. Kemejanya juga basah sebagian, rambutnya meneteskan air yang jatuh di sisi wajah. Namun, bukan rasa dingin yang mengerutkan alisnya, melainkan sesuatu yang lain—kegelisahan yang dalam. Setelah beberapa menit sunyi, ia akhirnya bicara dengan suara rendah, nyaris hanya terdengar oleh Medina. “Kenapa kau bisa sampai masuk sejauh itu?” Medina menunduk, menggenggam cangkirnya lebih erat. Hujan masih turun rintik-rintik di luar te

  • Cinta CEO Kembar   Bab 32: Aku Ingat Hal Ini

    Awan kelabu mulai menutup matahari sore. Suara gemuruh samar terdengar dari kejauhan, pertanda hujan akan turun dalam waktu tak lama lagi. Di area perkemahan, suasana yang semula riuh mulai berubah cemas ketika Bima mengumumkan hilangnya Medina. Shinji menatap ke arah pepohonan di kejauhan. Angin mulai berhembus lebih kencang, membuat dedaunan bergoyang seperti memberi isyarat buruk. Tanpa pikir panjang, ia mengambil jaketnya. “Kumpulkan semua staf laki-laki. Kita cari dia sekarang.” Bima mengangguk cepat. “Baik, Pak!” Dalam waktu singkat, empat orang staf berkumpul membawa senter dan jas hujan tipis. Shinji mengambil satu senter, matanya fokus menatap jalan menuju hutan yang perlahan diselimuti kabut senja. “Kita berpencar,” ucapnya tegas. “Dua orang ke arah timur, dua ke arah utara. Aku ke jalur tengah. Gunakan peluit kalau menemukan jejaknya.” “Baik, Pak!” seru mereka hampir bersamaan. Langkah-langkah sepatu terdengar menjejak tanah lembab. Suara ranting patah, daun

  • Cinta CEO Kembar   Bab 31: Akulah yang Amnesia

    Ia memanggil lagi, lebih keras. “Lisa, jangan bercanda! Ini tidak lucu!” Masih tak ada sahutan. Angin tiba-tiba berembus dingin, membuat daun-daun bergoyang. Langit perlahan menggelap, tanda senja segera turun. Medina menggigit bibir, mencoba menahan rasa panik yang merambat naik dari dadanya. Ia melihat ke arah jalur tadi, tapi semuanya tampak sama—hijau, berkabut, dan sunyi. “Tidak mungkin…” gumamnya pelan. Rasanya hal ini pernah terjadi. Tentu saja. Ia mengingatnya. 7 tahun yang lalu hal ini pernah terjadi. 7 tahun yang lalu Medina masih remaja waktu itu, ikut study tour sekolah ke tempat wisata alam di kaki gunung yang berbeda tempat dengan yang sekarang. Hari itu semua teman sekelasnya sibuk berfoto dan bercanda, sementara ia malah ditarik oleh Raisa—sahabatnya sendiri—untuk jalan ke area belakang hutan. “Katanya di sana ada air terjun kecil, Na! Ayo, cuma sebentar kok!” seru Raisa dengan mata berbinar. Medina mengangguk polos. Mereka berjalan menyusuri

  • Cinta CEO Kembar   Bab 30: Outing

    Udara di dalam lemari begitu pengap, dan setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, Shinji perlahan membuka pintu. Cahaya sore yang temaram menyusup masuk, menyingkap wajah mereka berdua yang sama-sama tegang.Medina segera melangkah keluar, mengatur napas yang tak beraturan. Ia menatap Shinji tajam.“Kau selalu menyeretku ke situasi aneh seperti ini,” gumamnya dengan nada kesal, tapi suaranya terdengar bergetar.Shinji membalas tatapan itu dengan tenang, meski matanya tak benar-benar tenang. “Kau bisa saja kabur tanpa aku tadi.”“Dan kau bisa saja tidak menarikku ke dalam lemari.”Shinji diam sejenak, lalu menatap lurus ke arah Medina.“Kalau aku tak menarikmu, mereka akan melihatmu. Lalu aku tak tahu apa yang akan kukatakan kalau penjaga rumah itu menemukan kita berdua di kamar ini.”Nada suaranya datar, tapi di ujungnya ada nada gugup yang nyaris tak terdengar.Medina memalingkan wajah, menyembunyikan rona merah di pipinya. “Kau selalu punya alasan.”Shinji berjalan menu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status