Share

Bab 4

Author: Khairaz
Kening Aria membentur keras lantai yang dingin.

Dia mendengar Letty menenangkan. "Sudahlah, jangan menyulitkan dia. Lepaskan saja."

Aria dipaksa berlutut dan menyembah, sementara Letty tampil sebagai penyelamat.

Mendengar Letty berbicara seperti itu, Ian pun melepaskan cengkeramannya dengan wajah dingin, lalu menggendong Letty dan membawanya mencari dokter untuk diobati.

Luka di tangan Letty tidak parah, tetapi saat dokter merawat lukanya, dia tetap menggigit bibir dan menahan air mata agar tidak jatuh. Butiran air mata itu menggantung di ujung mata, seolah-olah akan menetes kapan saja. Sungguh menyentuh hati siapa pun yang melihatnya.

Ketika Aria mendekati ruang pemeriksaan, dia mendengar suara Ian yang dingin. "Tenang saja. Aku pastikan dia akan menanggung akibatnya."

"Dia istrimu. Jangan sampai karena aku, hubungan kalian jadi rusak," ujar Letty sambil menghapus air mata secara diam-diam.

Semakin Letty tampak pengertian dan dermawan, semakin Ian merasa iba padanya. Dalam hatinya, dia semakin yakin bahwa Aria memang cemburu dan sengaja menyiram Letty dengan air panas.

Dia berdiri, bersiap untuk mencari Aria, tetapi mendapati perempuan itu sudah berdiri terpaku di ambang pintu.

Aria mengeluarkan ponselnya dan menyerahkannya kepada Ian. Di dalam catatan, dia telah menuliskan secara detail seluruh kejadian, berharap Ian bersedia membaca penjelasannya.

Namun, Ian yang sedang dikuasai amarah sama sekali tidak melirik isi ponsel itu. Dia langsung menepisnya hingga terlempar ke lantai. Ponsel itu pun hancur.

Aria terkejut, tubuhnya membeku. Dia hendak memungutnya, tetapi Ian lebih dulu menarik kerah bajunya dan membenturkannya ke tembok.

Di hadapan Ian, tubuh mungil Aria bagaikan burung kecil. Dia tak punya kekuatan untuk melawan sedikit pun.

Aria hanya bisa menangis ketakutan, memohon ampun dengan suara yang tak karuan.

Namun, Ian tak peduli. Dia mendekat, suaranya dingin dan mengerikan di telinga Aria. "Mau coba sendiri rasanya disiram air panas?"

Sekujur tubuh Aria langsung merinding. Dengan ekspresi ketakutan, dia menggeleng keras sambil menggunakan berbagai gerakan tangan untuk memohon padanya.

Ian hanya tertawa sinis, mencengkeram lengannya, dan menyeretnya masuk ke kamar mandi. Dia memutar keran air dan langsung menyiram tubuh Aria dengan air panas dari pancuran air.

Suhu dari pemanas air memang tidak cukup tinggi untuk menyebabkan luka serius, tetapi tetap terasa perih dan menyiksa. Rasa sakit itu seperti kulitnya terkelupas. Dia mencoba menghindar sebisanya di ruang sempit itu, tetapi tak berhasil.

Melihat kondisi Aria, Ian hanya berdecak dan mematikan air. Dia menatap Aria yang meringkuk ketakutan di pojok kamar mandi. "Ke sini."

Tubuh Aria bergetar hebat. Dia tidak berani bergerak.

Ian mengernyit, suaranya semakin dingin. "Aku memang terlalu baik sama kamu, sampai kamu nggak tahu diri. Sepertinya aku harus hentikan biaya rumah sakit adikmu, baru kamu sadar posisimu."

Begitu mendengar kata "adik", Aria langsung mengangkat kepala. Mata merahnya penuh air mata, tatapannya dipenuhi rasa takut dan putus asa. Dia merangkak menghampiri Ian dan mencengkeram ujung bajunya, memohon dengan sepenuh hati.

Ian menatapnya tanpa emosi, bibirnya justru melengkung membentuk senyuman yang kejam.

Melihatnya tetap diam, Aria semakin ketakutan. Dia menunduk dan mulai membenturkan kepalanya ke lantai.

Setiap kali membentur, suaranya terdengar jelas dan menyakitkan. Tak lama kemudian, lantai mulai ternoda oleh jejak darah halus.

Pandangan Ian sedikit berubah. Dia mencengkeram rahang Aria, memaksa wajahnya terangkat. "Ini peringatan terakhir. Jangan pernah berpikir bisa menyaingi Letty. Perempuan sepertimu bahkan nggak pantas memegang sepatunya."

Aria buru-buru mengangguk. Air mata dan darah bercampur di wajahnya yang pucat. Namun, dia tidak berani mengeluarkan suara sedikit pun, takut Ian benar-benar melampiaskan amarahnya kepada adiknya.

Ian berbalik dan pergi meninggalkannya.

Aria masih berlutut, tubuhnya meringkuk. Dia tak bersuara meskipun air matanya terus mengalir. Semua rasa sakit hanya bisa dia telan dalam diam.

Dalam hatinya, hanya ada satu pikiran yang berulang-ulang muncul. Dia harus pergi. Dia pasti akan pergi. Dia tidak mau tinggal di tempat ini lagi!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 25

    Ian tak tahu apakah dirinya masih hidup atau sudah mati. Dia merasa dirinya sedang berjalan ke sebuah tempat yang serba putih, dunia di sekelilingnya hanyalah lautan putih tanpa akhir.Dia tidak peduli apakah dirinya bisa selamat atau tidak. Yang dia pikirkan hanyalah Aria dan anak mereka. Perempuan itu sudah menderita bertahun-tahun lamanya dan kehidupannya baru mulai membaik. Bagaimana mungkin Tuhan tega mengambil nyawanya sekarang?Ian terus melangkah ke depan, hingga dia menyadari dirinya tiba di tempat yang familier. Di luar restoran, dia pernah mendorong Aria sekuat tenaga, lalu dengan lembut melindungi Letty dalam pelukannya.Adegan berganti ke rumah sakit. Dia mencekik Aria dan memaksa perempuan itu berlutut meminta maaf kepada Letty. Saat itu, sorot mata Letty yang penuh kesombongan membuat Aria tampak sangat menyedihkan.Kemudian, di kamar mandi, dia seperti iblis yang mendorong Aria ke pojok dengan air panas menyiksa, mengancamnya dengan biaya pengobatan Ariel, memaksa perem

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 24

    Ian sudah terlalu lama tinggal di kota kecil ini, sampai-sampai orang tuanya menelepon khusus untuk memarahinya."Cuma karena seorang wanita bisu kamu sampai begitu? Keluarga kita nggak butuh pecundang kayak kamu!"Ian diam saja, membiarkan mereka memaki. Setelah puas, mereka menyuruhnya segera pulang, tetapi Ian hanya menjawab dengan satu kalimat tegas, "Aku nggak akan pulang."Kemudian, dia langsung menutup telepon.Aria tidak tahu soal ini dan Ian pun memang tidak berniat memberitahunya.Tak lama kemudian, tibalah hari peringatan kematian orang tua Aria. Ian langsung menawarkan diri untuk menemaninya. Tentu saja Aria tak bisa melarang. Akhirnya, mereka berdua pergi bersama ke makam.Makam orang tua Aria berdiri berdampingan. Ini pertama kalinya Ian benar-benar mengunjungi mereka.Kondisi keluarga Ian memang jauh lebih baik, jadi sulit baginya membayangkan bagaimana Aria bisa bertahan selama ini sambil merawat adiknya yang sakit. Parahnya lagi, gadis sekuat itu malah sial bertemu dir

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 23

    Aria lebih dulu tiba di depan rumah sakit. Saat itu, Rafa menghubunginya lewat panggilan video untuk meminta pendapatnya tentang menu baru.Ian berjalan keluar sambil membawa sekantong salep luka bakar, lalu melihat Aria sedang berkomunikasi dengan Rafa menggunakan bahasa isyarat. Wajahnya tersenyum tenang.Ian terpaku di tempat, enggan melangkah lebih dekat karena takut merusak momen indah itu. Dia sudah tak ingat kapan terakhir kali melihat Aria tersenyum begitu ringan dan alami.Dulu, Aria juga seorang gadis yang gemar tertawa. Namun, senyuman itu perlahan hilang, terkikis habis oleh sikap dingin Ian yang ditunjukkan di hari-hari biasa yang tak terhitung jumlahnya.Ian seperti orang kehausan, menatapnya beberapa detik lebih lama, lalu baru melangkah maju.Aria melihatnya dan tampak sedikit terkejut, seolah-olah baru ingat bahwa Ian juga ada di sana.Ian tersenyum kecut. "Aku sudah selesai. Ayo kita pulang."Aria mengangguk, lalu memasukkan ponselnya ke tas. Senyuman yang tadi masih

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 22

    Ian akhirnya tahu apa arti dari menanggung akibat dari perbuatan sendiri. Dialah yang telah menguras habis semua cinta Aria padanya."Aku tahu aku pernah melakukan banyak hal yang menyakitimu. Itu karena aku terlalu bodoh. Sekarang aku baru sadar, dibandingkan Letty, aku sebenarnya lebih peduli padamu!"Kata-katanya terdengar sangat tulus dan penuh penyesalan, tetapi di telinga Aria itu tak berbeda dengan sebuah lelucon.'Apa karena aku sedang hamil?'Ian mencoba memahami bahasa isyaratnya, lalu segera menggeleng. "Ini nggak ada hubungannya sama anak. Saat aku datang mencarimu, aku belum tahu kamu hamil. Aku ke sini karena kamu."Aria tersenyum datar. Orang yang tidak mengenalnya mungkin mengira dia senang, tetapi kalau dilihat lebih dekat, senyumannya justru penuh jarak.Dia kembali memberi isyarat tangan. 'Kalau begitu, mungkin kamu cuma butuh seorang pengasuh yang sabar dan nggak banyak nuntut.'Ian langsung terdiam. Dia ingin membantah, tetapi anehnya tak tahu harus mengatakan apa.

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 21

    Aria sebenarnya sudah bisa menebak maksud Ian. Namun, membeli unit di sebelah adalah hak Ian dan Aria tak bisa mengusir orang seenaknya. Jadi, yang bisa dia lakukan hanyalah mengabaikan Ian sepenuhnya.Sejak hari itu, Ian selalu datang tepat pukul 7.30 pagi dan mengetuk pintu. Dia selalu membawa sarapan yang tampak mewah dan dibuat dengan sangat hati-hati. Sekilas saja Aria sudah tahu itu pasti dipesan dari hotel mahal di sekitar."Aku tahu kamu lebih suka makanan yang ringan, jadi aku minta mereka jangan pakai terlalu banyak minyak. Bubur seafood ini pakai bahan-bahan premium. Coba deh," kata Ian, menatapnya penuh harap, bahkan terlihat gugup.Dia sudah terlalu sering ditolak oleh Aria. Sampai-sampai sekarang, bahkan untuk sekadar memberi sarapan pun dia harus ekstra hati-hati.Seperti yang bisa diduga, kali ini pun Aria tidak menerima pemberiannya.[ Jangan buang waktumu untukku lagi. ]Aria mengetikkan kalimat itu di ponsel, lalu menunjuk ke arah makanan dalam kotak termos itu, memb

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 20

    Aria mengalami luka yang cukup parah akibat pukulan itu, tetapi untungnya tidak ada yang fatal. Selama dia beristirahat dan merawat diri dengan baik, kondisinya bisa pulih.Sejak kejadian itu, Ian menjadi jauh lebih serius dalam menjaga keselamatan Aria. Dia bukan hanya menugaskan beberapa pengawal untuk secara diam-diam melindungi Aria, tetapi juga hampir setiap hari berjaga di sekitar Restoran Ariel, khawatir akan terjadi sesuatu lagi.Aria sudah mencoba membujuknya agar tidak perlu serepot itu. Namun, Ian seolah-olah menjadi terobsesi dengan keselamatannya. Apa pun yang Aria katakan, dia tetap keras kepala. Akhirnya, Aria pun malas berdebat lagi dan membiarkannya sesuka hati.Setelah Letty ditangkap, Ian terus berkoordinasi dengan pengacara untuk mengikuti perkembangan kasusnya. Dia berjanji pada Aria, "Aku pasti akan memastikan Letty membayar harga paling mahal atas semua yang dia lakukan."Aria hanya bisa menghela napas. Dia tahu Ian pasti merasa bersalah padanya. Namun, masalahny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status