Share

Bab 3

Author: Khairaz
Aria pulang sendiri ke rumah.

Dia mulai membereskan barang-barangnya. Sejak awal, dia memang tidak membawa banyak. Karena belum terlalu lama menikah, barang-barang yang dia miliki pun tidak banyak. Satu koper berukuran 20 inci sudah cukup untuk mengemas semuanya.

Dia berdiri di ruang tamu vila yang luas sambil menarik koper, lalu menyentuh perutnya. Perasaan sepi yang tak terjelaskan tiba-tiba mengalir dalam hatinya.

Tempat ini bukanlah rumahnya. Dia hanyalah pengunjung sementara yang pada akhirnya memang harus pergi.

Satu-satunya yang dia khawatirkan hanyalah adiknya yang masih terbaring di rumah sakit. Tanpa uang, adiknya mungkin tak sanggup bertahan bahkan untuk satu hari pun.

Tiba-tiba, pintu utama terbuka. Aria buru-buru menyembunyikan ponselnya.

Ian melangkah cepat ke dalam. Begitu melihat Aria berdiri sambil membawa koper, dia langsung mencengkeram pergelangan tangannya.

"Mau ke mana? Sudah bikin masalah, sekarang mau kabur?"

Aria kebingungan. Dia sama sekali tidak tahu kesalahan apa lagi yang dia buat kali ini sampai membuat Ian begitu marah.

Namun, karena memang berencana pergi, dia merasa sedikit bersalah juga. Dia pun mengambil ponselnya dan mengetik, menjelaskan bahwa dia hanya bosan, jadi membereskan baju-baju lama untuk disumbangkan.

Ian tidak curiga, tetapi justru semakin kesal. "Letty kena radang lambung akut karena makan ayam pedas yang kamu kasih. Sekarang dia masih terbaring di rumah sakit dan kamu malah santai-santai beresin baju?"

"Karena kamu yang bikin Letty sakit, kamu yang harus jaga dia. Mulai hari ini, kamu rawat dia sampai dia keluar dari rumah sakit!"

Aria tercengang. Apa maksudnya Letty masuk rumah sakit karena dia? Kapan dia pernah memberi Letty ayam pedas?

Dia panik ingin membela diri, tetapi Ian tidak memberinya kesempatan. Dia menyeret Aria dan memaksanya masuk ke mobil.

Sepanjang perjalanan, Aria terus mencoba menunjukkan penjelasannya di ponsel, tetapi Ian sama sekali tidak peduli.

Tak lama kemudian Aria menyadari, kebenaran itu tidak penting. Ian hanya sedang mencari alasan untuk menghukumnya, untuk menunjukkan bahwa di matanya, Aria tidak lebih dari pembantu tak berguna yang bisa diperintah sesuka hati.

Aria tertawa getir. Menyuruh istri sendiri menjadi perawat untuk mantan kekasih. Pria ini sungguh kejam.

Sesampainya di rumah sakit, Ian turun untuk memarkir mobil dan menyuruh Aria langsung ke ruang rawat.

Letty sudah tahu kenapa Aria datang. Dia berpura-pura bersikap baik dan ramah. "Aduh, maaf ya, jadi nyusahin kamu. Tadi aku sudah bilang ke Ian nggak usah, tapi dia tetap saja maksa buat suruh kamu datang."

Kalimat yang terdengar sopan itu terasa begitu menyakitkan. Aria memaksakan senyuman, lalu berbalik menuangkan air untuk Letty.

Air di dalam termos masih sangat panas. Aria menyodorkan cangkir itu dan bersuara pelan, berusaha memperingatkan agar Letty berhati-hati karena panas.

Namun, Letty tiba-tiba menggoyangkan tangannya. Air panas pun tumpah ke punggung tangannya.

Letty langsung menjerit kesakitan. Aria panik, buru-buru ingin membawanya ke kamar mandi untuk didinginkan dengan air. Namun, saat itu juga, Ian menerobos masuk dari luar.

Entah sejak kapan dia datang, tetapi begitu melihat tangan Letty yang hampir melepuh, tatapannya langsung berubah dingin dan penuh amarah. "Apa yang terjadi?"

Aria hendak memberi isyarat, tetapi Letty sudah lebih dulu menangis. "Aku ... aku cuma minta dia ambilkan air, tapi dia tiba-tiba marah dan menyiram tanganku dengan air panas. Sakit banget, Ian ... sakit ...."

Mata Aria membelalak lebar. 'Bukan begitu, bukan seperti itu!' Dia panik dan bersuara putus-putus, berusaha menjelaskan. Namun, semakin dia panik, semakin sulit dia mengekspresikan maksudnya.

Tatapan Ian semakin dingin, matanya menusuk seperti paku yang menghantam tubuh Aria.

Tiba-tiba, Ian berdiri dan menampar wajah Aria. Tamparan itu begitu kuat sampai membuat Aria terhuyung. Pipi putihnya langsung membengkak dan memerah.

Belum cukup, Ian mencengkeram belakang leher Aria dan memaksanya berlutut di depan Letty.

"Minta maaf padanya. Cepat!"

Aria kesakitan, hatinya hancur, air mata mengalir tanpa henti. Dia membuka mulut dan mengeluarkan suara-suara lirih, mencoba menjelaskan bahwa dia tidak bersalah.

Namun, justru itulah yang membuat Ian semakin marah. Dengan kasar, dia menekan kepala Aria ke bawah dan berkata dingin, "Bisu memang nggak bisa minta maaf, tapi masa tunduk saja nggak bisa?"

Aria berusaha mengangkat kepala, tetapi cengkeraman kuat di lehernya membuatnya tak bisa melawan.

Dia menggigit bibirnya hingga berdarah, hatinya terasa seperti terkoyak. Dia bisa berlutut untuk langit dan orang tuanya, tetapi tak pernah terpikir bahwa suatu hari, dia akan dipaksa suaminya sendiri untuk berlutut dan menyembah mantan kekasihnya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 25

    Ian tak tahu apakah dirinya masih hidup atau sudah mati. Dia merasa dirinya sedang berjalan ke sebuah tempat yang serba putih, dunia di sekelilingnya hanyalah lautan putih tanpa akhir.Dia tidak peduli apakah dirinya bisa selamat atau tidak. Yang dia pikirkan hanyalah Aria dan anak mereka. Perempuan itu sudah menderita bertahun-tahun lamanya dan kehidupannya baru mulai membaik. Bagaimana mungkin Tuhan tega mengambil nyawanya sekarang?Ian terus melangkah ke depan, hingga dia menyadari dirinya tiba di tempat yang familier. Di luar restoran, dia pernah mendorong Aria sekuat tenaga, lalu dengan lembut melindungi Letty dalam pelukannya.Adegan berganti ke rumah sakit. Dia mencekik Aria dan memaksa perempuan itu berlutut meminta maaf kepada Letty. Saat itu, sorot mata Letty yang penuh kesombongan membuat Aria tampak sangat menyedihkan.Kemudian, di kamar mandi, dia seperti iblis yang mendorong Aria ke pojok dengan air panas menyiksa, mengancamnya dengan biaya pengobatan Ariel, memaksa perem

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 24

    Ian sudah terlalu lama tinggal di kota kecil ini, sampai-sampai orang tuanya menelepon khusus untuk memarahinya."Cuma karena seorang wanita bisu kamu sampai begitu? Keluarga kita nggak butuh pecundang kayak kamu!"Ian diam saja, membiarkan mereka memaki. Setelah puas, mereka menyuruhnya segera pulang, tetapi Ian hanya menjawab dengan satu kalimat tegas, "Aku nggak akan pulang."Kemudian, dia langsung menutup telepon.Aria tidak tahu soal ini dan Ian pun memang tidak berniat memberitahunya.Tak lama kemudian, tibalah hari peringatan kematian orang tua Aria. Ian langsung menawarkan diri untuk menemaninya. Tentu saja Aria tak bisa melarang. Akhirnya, mereka berdua pergi bersama ke makam.Makam orang tua Aria berdiri berdampingan. Ini pertama kalinya Ian benar-benar mengunjungi mereka.Kondisi keluarga Ian memang jauh lebih baik, jadi sulit baginya membayangkan bagaimana Aria bisa bertahan selama ini sambil merawat adiknya yang sakit. Parahnya lagi, gadis sekuat itu malah sial bertemu dir

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 23

    Aria lebih dulu tiba di depan rumah sakit. Saat itu, Rafa menghubunginya lewat panggilan video untuk meminta pendapatnya tentang menu baru.Ian berjalan keluar sambil membawa sekantong salep luka bakar, lalu melihat Aria sedang berkomunikasi dengan Rafa menggunakan bahasa isyarat. Wajahnya tersenyum tenang.Ian terpaku di tempat, enggan melangkah lebih dekat karena takut merusak momen indah itu. Dia sudah tak ingat kapan terakhir kali melihat Aria tersenyum begitu ringan dan alami.Dulu, Aria juga seorang gadis yang gemar tertawa. Namun, senyuman itu perlahan hilang, terkikis habis oleh sikap dingin Ian yang ditunjukkan di hari-hari biasa yang tak terhitung jumlahnya.Ian seperti orang kehausan, menatapnya beberapa detik lebih lama, lalu baru melangkah maju.Aria melihatnya dan tampak sedikit terkejut, seolah-olah baru ingat bahwa Ian juga ada di sana.Ian tersenyum kecut. "Aku sudah selesai. Ayo kita pulang."Aria mengangguk, lalu memasukkan ponselnya ke tas. Senyuman yang tadi masih

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 22

    Ian akhirnya tahu apa arti dari menanggung akibat dari perbuatan sendiri. Dialah yang telah menguras habis semua cinta Aria padanya."Aku tahu aku pernah melakukan banyak hal yang menyakitimu. Itu karena aku terlalu bodoh. Sekarang aku baru sadar, dibandingkan Letty, aku sebenarnya lebih peduli padamu!"Kata-katanya terdengar sangat tulus dan penuh penyesalan, tetapi di telinga Aria itu tak berbeda dengan sebuah lelucon.'Apa karena aku sedang hamil?'Ian mencoba memahami bahasa isyaratnya, lalu segera menggeleng. "Ini nggak ada hubungannya sama anak. Saat aku datang mencarimu, aku belum tahu kamu hamil. Aku ke sini karena kamu."Aria tersenyum datar. Orang yang tidak mengenalnya mungkin mengira dia senang, tetapi kalau dilihat lebih dekat, senyumannya justru penuh jarak.Dia kembali memberi isyarat tangan. 'Kalau begitu, mungkin kamu cuma butuh seorang pengasuh yang sabar dan nggak banyak nuntut.'Ian langsung terdiam. Dia ingin membantah, tetapi anehnya tak tahu harus mengatakan apa.

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 21

    Aria sebenarnya sudah bisa menebak maksud Ian. Namun, membeli unit di sebelah adalah hak Ian dan Aria tak bisa mengusir orang seenaknya. Jadi, yang bisa dia lakukan hanyalah mengabaikan Ian sepenuhnya.Sejak hari itu, Ian selalu datang tepat pukul 7.30 pagi dan mengetuk pintu. Dia selalu membawa sarapan yang tampak mewah dan dibuat dengan sangat hati-hati. Sekilas saja Aria sudah tahu itu pasti dipesan dari hotel mahal di sekitar."Aku tahu kamu lebih suka makanan yang ringan, jadi aku minta mereka jangan pakai terlalu banyak minyak. Bubur seafood ini pakai bahan-bahan premium. Coba deh," kata Ian, menatapnya penuh harap, bahkan terlihat gugup.Dia sudah terlalu sering ditolak oleh Aria. Sampai-sampai sekarang, bahkan untuk sekadar memberi sarapan pun dia harus ekstra hati-hati.Seperti yang bisa diduga, kali ini pun Aria tidak menerima pemberiannya.[ Jangan buang waktumu untukku lagi. ]Aria mengetikkan kalimat itu di ponsel, lalu menunjuk ke arah makanan dalam kotak termos itu, memb

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 20

    Aria mengalami luka yang cukup parah akibat pukulan itu, tetapi untungnya tidak ada yang fatal. Selama dia beristirahat dan merawat diri dengan baik, kondisinya bisa pulih.Sejak kejadian itu, Ian menjadi jauh lebih serius dalam menjaga keselamatan Aria. Dia bukan hanya menugaskan beberapa pengawal untuk secara diam-diam melindungi Aria, tetapi juga hampir setiap hari berjaga di sekitar Restoran Ariel, khawatir akan terjadi sesuatu lagi.Aria sudah mencoba membujuknya agar tidak perlu serepot itu. Namun, Ian seolah-olah menjadi terobsesi dengan keselamatannya. Apa pun yang Aria katakan, dia tetap keras kepala. Akhirnya, Aria pun malas berdebat lagi dan membiarkannya sesuka hati.Setelah Letty ditangkap, Ian terus berkoordinasi dengan pengacara untuk mengikuti perkembangan kasusnya. Dia berjanji pada Aria, "Aku pasti akan memastikan Letty membayar harga paling mahal atas semua yang dia lakukan."Aria hanya bisa menghela napas. Dia tahu Ian pasti merasa bersalah padanya. Namun, masalahny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status