Share

Keputusan Raja

Author: Arto Moro
last update Last Updated: 2025-02-06 21:47:27

“Kael!” suara seorang wanita menggema di seluruh koridor ruangan.

“Raja Kael! Apa yang sudah kudengar ini?! Kau ingin menikah dengan seorang dayang rendahan?” pekikan panik dan getaran suara yang menahan amarah, membuat seluruh dayang dan para kasim tidak ada yang berani mengangkat wajah mereka.

Kael menatap Ibu Suri dengan tenang.

“Keputusanku sudah bulat, Ibu.”

Ibu Suri menggenggam tangannya. “Kau sudah kehilangan akal sehatmu, Kael?! Seorang Raja tidak boleh bertindak gegabah hanya karena tertarik pada seorang perempuan! Kau bisa memilikinya, jadikan dia selir, tapi tidak menduduki kursi permaisuri,” tuturnya tidak terima dan masih berusaha mengubah pendirian anaknya.

Kael tetap tenang. “Aku tidak gegabah, Ibu. Aku tahu apa yang aku lakukan,” jawabnya tanpa ekspresi, membuat ibu Suri semakin frustasi.

Ibu Suri semakin mendekat, suaranya merendah tapi, penuh tekanan. “Kau masih ingat apa yang terjadi ketika ayahmu menikahi ibumu?”

“Seorang perempuan dari kalangan rendahan dijadikan permaisuri, dan apa yang terjadi setelah itu? Kekacauan! Para bangsawan tidak terima, kerajaan ini hampir terpecah belah! Dan sekarang kau ingin mengulang kembali sejarah kelam yang sudah dilakukan oleh raja terdahulu?” desis ibu Suri tidak terima.

Kael menghela nafas, tapi tidak menunjukkan tanda-tanda goyah. “Aku, berbeda dengan ayahku.”

Tatapan tajam dilayangkan oleh Ibu Suri yang merasa muak dengan jawabannya Kael. “Tidak! Kau hanya seorang pria muda yang terbawa emosi dan nafsu!”

“Lady Mirana adalah pilihan terbaik, dia dilahirkan dari rahim keturunan kerajaan yang bisa menguatkan tahtamu. Lady Mirana adalah wanita yang paling pantas untuk menjadi permaisurimu!”

“Ayahnya berasal dari keluarga bangsawan terhormat, bahkan kakeknya sampai sekarang menjabat sebagai menteri yang paling berpengaruh di negeri ini. Mereka memiliki pengaruh, dan akan memperkuat posisimu sebagai raja.” Ibu Suri sampai terengah untuk membuat Kael mengerti, betapa pentingnya sebuah keputusan yang dia buat.

Kael sedikit mengangkat dagunya. “Lady Mirana mungkin memiliki status. Tapi, dia tidak memiliki hati yang cukup kuat untuk menjadi permaisuriku. Pengetahuannya juga rendah,” jawab Kael tanpa beban.

Merah padam wajah Ibu Suri, dia tetap harus menjaga nada bicaranya. Tapi, tampaknya dia sudah tidak tahan lagi. Dia tidak sanggup hanya tersenyum sinis. Suara kembali memekik saat dia kembali marah pada Kael.

“Lantas kau pikir dayang rendahan itu memiliki pengetahuan dan hati yang kuat untuk menjadi seorang permaisuri?! Buka matamu, Kael! Buka pikiranmu! Negara akan hancur karena nafsumu!” pekik Ibu Suri tidak terima.

Ibu Suri menatap Kael tidak percaya. “Kau benar-benar sudah kehilangan akal sehatmu. Tapi, semua belum terlambat, batalkan semua, hem?! Dengarkan aku, aku mohon Raja! Dengarkan wanita tua ini!” Wanita itu sangat frustasi.

Kael berdiri dari singgasananya, mendekati Ibu Suri dengan langkah teratur. “Aku tidak akan mengubah keputusanku, Ibu.”

Kedua tangan Ibu Suri terkepal kuat, hingga tanpa sadar dia mematahkan beberapa kuku indahnya.. “Kau akan menyesal, Kael!”

Peringatan itu tidak berpengaruh apapun. Ia hanya menatap wanita itu dengan dingin, membiarkan langkah kakinya yang tenang menjadi jawabannya. Raja, telah meninggalkan Ibu Suri berlutut dan tidak mendapatkan apa yang dia inginkan.

Sama seperti sang Raja Kael tidak mau mendengarkannya, Ibu Suri pun tidak akan tinggal diam. Dia sendiri yang akan menangani masalah ini.

Sementara itu, di sebuah Pavilium. Arlena sedang merenung, ia teringat kembali apa yang raja katakan.

“Menjadi permaisuri, katanya,” gumam Arlena dengan lembut.

Keputusan Raja memang terlalu berlebihan. Dia merasa gentar tapi dia tidak akan membiarkan kesempatan ini pergi begitu saja. Arlena sadar, jika dirinya sendiri yang membawanya sampai sejauh ini.

Rencana demi rencana tersusun dalam pikirannya, entah akan terselamatkan atau justru akan mencelakai semua orang yang ada disekitarnya.

“Aku harus menemui kepala dapur,” gumamnya.

Dia ambil langkah lebar menuju ke pintu keluar. Tapi, saat baru akan mendekati pintu tersebut. Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dengan kasar.

Arlena melihat seorang wanita paruh baya dengan gaun ungu tua berjalan penuh otoritas masuk ke dalam ruangannya. Dia tau siapa wanita, wanita paling berkuasa yang sanggup merubah keputusan seorang raja.

Wanita ini bahkan tidak perlu izin siapapun untuk masuk ke ruangannya. Wajahnya penuh amarah, dan matanya menatap Arlena dengan tajam, tangannya terkepal kuat. Auranya jelas, seolah ingin menghabisi Arlena.

Dengan cepat Arlena segera membungkuk hormat, meskipun ia tahu kedatangan wanita itu bukan untuk berbasa-basi atau hanya sekedar menyapa.

“Jadi, kau yang membuat Raja kehilangan akal sehatnya,” suara Ibu Suri dingin, penuh penghinaan.

Masih dengan menundukkan kepalanya dan sangat gugup ia berusaha menjawab setenang mungkin. Karena seorang permaisuri tidak boleh takut akan apapun. “Saya tidak tahu apa maksud, Yang Mulia.”

Ibu Suri semakin mendekat, matanya menelusuri tubuh Arlena dari kepala hingga kaki dan akhirnya bertanya. “Seorang dayang rendahan sepertimu, berani-beraninya berpikir bisa menjadi permaisuri? Apa yang kamu lakukan hingga membuat Raja Kael begitu tergila-gila padamu?”

Arlena menahan senyum tipis, matanya terpejam seakan tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. “Yang Mulia Raja mengambil keputusan sendiri. Saya hanyalah seorang dayang yang mematuhi perintahnya.”

Tersulut sudah amarahnya saat mendengar ucapan Arlena, “Jangan bermain kata-kata denganku! Aku tahu apa yang kau rencanakan. Kau pikir dengan permaisuri menjadi, kamu bisa mengangkat derajatmu? Jangan bermimpi!”

Arlena menundukkan kepalanya sedikit, berpura-pura patuh. “Saya tidak pernah memiliki ambisi seperti itu, Yang Mulia. Saya hanya menjalankan perintah Raja. Tidak ada seorang pun yang bisa menolak keinginan Raja.”

“Omong kosong!” bentak Ibu Suri yang kehabisan kesabarannya. Baginya, wanita di hadapannya ini hanya memanfaatkan keadaan dan berlagak lemah. Walau memang benar, dugaannya memang benar, dia mulai menyadari jika dayang rendahan ini tidak sepolos wajahnya.

Arlena tersenyum samar. “Keputusan itu bukan di tangan saya, Yang Mulia Ibu Suri. Jika Raja menghendaki, siapa saya yang bisa menolaknya?”

Ibu Suri menggenggam tangan. Ia bisa merasakan ada sesuatu yang aneh dari gadis ini. Arlena tetap tenang, seolah sudah mengetahui semua kemungkinan. Ibu Suri semakin mendekat, suaranya berubah menjadi bisikan penuh ancaman.

“Dengar baik-baik, gadis kecil. Aku tidak peduli apa yang Raja pikirkan tentangmu. Aku tidak akan membiarkan seorang dayang rendahan seperti dirimu, duduk di singgasana permaisuri.”

“Jika kau tahu apa yang baik untukmu, mundurlah sekarang! Sebelum aku sendiri yang menyingkirkanmu. Pergi dan menghilanglah, aku akan memfasilitasi semuanya, masa depanmu akan terjamin, aman dan hidupmu tenang, jika kau patuh padaku!”

Namun, bukan Arlena namanya jiika dia mau patuh begitu saja. Dia semakin membungkuk hormat dan bersikap anggun, selayaknya gadis bangsawan. “Seperti yang saya katakan, Yang Mulia. Tidak ada seorang pun yang bisa menolak keinginan Raja.”

Pecah sudah amarah Ibu Suri. “Dasar gadis sombong!”

Dengan cepat, Ibu Suri mengangkat tangannya, hendak menampar wajah Arlena.

Namun sebelum tangan menyentuh pipi Arlena, suara tegas dan keras menghentikannya dan membuatnya terlonjak kaget.

“Berhenti! Atau aku seret ke penjara!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Dalam Kekuasaan    Hari Pendaftaran

    Pagi datang perlahan, menembus kaca jendela dengan sinar keemasan yang lembut. Arlena membuka matanya, duduk diam di ranjang dengan pikiran masih melayang ke malam sebelumnya. Tatapan Kael... entah kenapa membuat dadanya sesak, tapi juga hangat di waktu yang sama. “Kenapa sih bisa serumit ini?” gumamnya sambil menarik nafas panjang. Di luar, persiapan untuk seleksi permaisuri sudah mulai terasa riuh. Para pelayan lalu lalang, membawa daftar nama, mengatur undangan, bahkan taman depan istana mulai dihias dengan bunga dan pita emas. Rasanya seperti pesta besar sedang direncanakan. Di ruangan lain, Lady Mirana sedang duduk di depan meja riasnya, dengan wajah penuh percaya diri. “Aku harus terlihat mempesona. Tidak boleh ada yang lebih mencolok dariku,” katanya sambil melirik pantulan dirinya di cermin. “Aku akan jadi permaisuri. Dan itu tak bisa diganggu gugat.” Tak lama, pintu diketuk. Pelayan masuk dan membisikkan bahwa Menteri Keuangan menunggu di halaman belakang. Mirana

  • Cinta Dalam Kekuasaan    Sarkastik

    Di ruang belakang sebuah penginapan tua yang biasa dikunjungi pedagang dan petualang, Lior duduk sendirian. Wajahnya lelah, pakaiannya masih berdebu, dan cangkir tehnya sudah dingin sejak tadi. Tangannya menopang dagu, dan matanya menatap kosong ke arah lantai kayu yang berderit setiap kali seseorang lewat. Ia belum kembali ke istana, memilih diam sejenak, jauh dari keramaian dan sorotan mata para bangsawan. Pintu berderit pelan. Seorang pria masuk, mengenakan jubah lusuh, duduk di depannya tanpa diundang. Ia adalah pria yang pernah menyelamatkan Lior dari sergapan beberapa hari lalu. “Kau selalu muncul tanpa aba-aba,” gumam Lior tanpa mengangkat kepala. “Aku hanya muncul saat kau butuh bantuan. Seperti sekarang.” Pria itu menyeringai, suaranya tenang namun menusuk. “Kau terlihat seperti baru saja kehilangan arah.” “Bukan arah,” balas Lior pelan. “Tapi kepercayaan. Semuanya mulai terasa kacau. Yang baik ternyata menyimpan niat jahat, yang tampak jahat kadang justru satu-satunya ya

  • Cinta Dalam Kekuasaan    Pra Seleksi

    Istana kerajaan mulai berubah wajah. Sejak pengumuman resmi tentang seleksi permaisuri, segala sudut tampak dipoles ulang. Kain-kain sutra baru tergantung di lorong utama, patung-patung dibersihkan hingga mengilap, dan taman kerajaan dipenuhi bunga-bunga yang baru mekar dari penjuru negeri. Istana tidak lagi hanya menjadi pusat pemerintahan, tapi kini juga menjadi pusat harapan, ambisi, dan permainan yang penuh intrik. Pelayan-pelayan sibuk menyiapkan aula utama untuk menyambut hari pendaftaran. Sebuah meja panjang berlapis kain beludru merah dipasang di depan aula, di mana para calon akan datang membawa dokumen, silsilah keluarga, serta surat rekomendasi dari bangsawan atau pejabat tinggi. Di belakang meja itu akan duduk tiga orang pejabat yang ditunjuk langsung oleh Ibu Suri—dua di antaranya dikenal sangat loyal kepada beliau, dan satu orang lagi adalah sekutu Menteri Keuangan. Brosur kecil mulai tersebar di kalangan para keluarga bangsawan. Di dalamnya tertera syarat-syarat uta

  • Cinta Dalam Kekuasaan    Kedatangan Ibu Suri

    Malam itu, langit istana diselimuti awan tebal. Angin bertiup pelan, membawa aroma bunga dari taman dalam. Raja Kael duduk sendiri di balkon kamarnya, memandangi halaman luas kerajaan yang tampak tenang namun penuh ketegangan. Suara ketukan pelan di pintu membuyarkan lamunannya. "Masuk," ucapnya tanpa menoleh. Dayang Ibu Suri masuk dan membungkuk sopan. "Paduka Ibu Suri memohon audiensi malam ini. Beliau menunggu di taman dalam." Kael mengangguk pelan. "Aku akan datang." Beberapa saat kemudian, Kael berjalan melewati lorong-lorong istana, lalu tiba di taman dalam. Ibu Suri sudah duduk di kursi batu di bawah pohon magnolia tua. Cahaya lentera di sekelilingnya memantulkan bayangan lembut di wajah beliau. “Kael,” sapanya dengan suara tenang namun tajam. “Aku mendengar kau belum memberikan tanggapan apapun pada usulan para menteri.” “Apa mereka datang padamu?” tanya Kael langsung. “Mereka khawatir. Dan sejujurnya, begitu juga aku,” jawab Ibu Suri, menatapnya dalam. “Kau Raja

  • Cinta Dalam Kekuasaan    Rahasia Panjang

    Malam makin pekat, kabut turun pelan menyelimuti jalanan berbatu yang mereka lewati. Langkah Arlena dan Rion semakin cepat ketika suara langkah kuda terdengar dari arah belakang, jauh tapi ritmenya konstan. Rion langsung menarik Arlena ke sisi jalan dan bersembunyi di balik dinding rumah tua yang sudah hampir roboh. “Kita sedang dibuntuti,” bisik Rion, matanya tajam menatap dari celah bayangan. Arlena mengangguk pelan. Jantungnya berdegup keras, tapi dia menahannya, tak ingin terlihat panik. Kuda itu lewat, penunggangnya memakai jubah gelap, tak memperhatikan sekitar. Setelah yakin aman, mereka melanjutkan perjalanan. Tujuan Arlena malam itu adalah rumah seorang tukang catat tua yang konon pernah membantu Ayahnya dulu—pria itu menyimpan banyak dokumen tentang sejarah lama kerajaan, termasuk aktivitas tersembunyi para klan. Namun, saat mereka sampai di rumah itu, suasana terasa aneh. Pintu depan tidak terkunci, dan ketika Rion mendorongnya perlahan, mereka mendapati isi rumah ber

  • Cinta Dalam Kekuasaan    Perjalanan Sulit

    Lior kembali ke istana dalam keadaan lelah, namun dia tetap menjaga sikapnya saat berjalan menuju ruang kerja Raja Kael. Setelah mendapatkan izin masuk, dia langsung memberi hormat. Raja Kael menatap tajam. “Bagaimana?” Lior menghela napas. "Saya sudah menemukan jejaknya, Yang Mulia.Tetapi masalahnya lebih rumit dari yang kita duga. Ada lebih banyak pihak yang terlibat, dan mereka tidak akan membiarkan kita menemukan kebenaran dengan mudah." Raja Kael menyandarkan punggung ke kursi. “Jadi kamu belum mendapatkan informasi lengkap?” "Saya hanya menemukan potongan-potongan informasi, tetapi belum cukup untuk mengambil kesimpulan. Saya ingin meminta izin untuk melanjutkan perjalanan. Saya berjanji akan kembali setelah menemukan jawaban yang kami butuhkan." Raja Kael menatap Lior dengan ekspresi sulit ditebak, lalu mengangguk pelan. "Baiklah. Aku memberi izin, tapi tetap berhati-hati. Musuh kita bergerak dalam bayangan." Lior memberi hormat sebelum meninggalkan ruangan dengan l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status