Home / Romansa / Cinta Dalam Riuh Salju / Bab 8: Bayangan dari Zürich

Share

Bab 8: Bayangan dari Zürich

Author: K.A. Helmy
last update Last Updated: 2025-06-11 20:37:02

Festival budaya usai dengan gemilang. Foto-foto Leo dan Amara menghiasi laman I*******m kampus, disertai komentar penuh pujian. Beberapa mahasiswa menyebut mereka pasangan serasi, meskipun tidak ada pernyataan resmi dari keduanya. Namun bagi orang-orang yang cukup peka, sorot mata mereka tak bisa menyembunyikan apa pun.

Amara merasa lega. Untuk pertama kalinya dalam waktu lama, ia merasa tidak harus menahan diri. Leo tidak hanya hadir secara fisik, tapi juga emosional. Ia tidak memaksa. Ia hanya… menemani. Dan itu cukup untuk membuat Amara mulai membuka satu pintu kecil dalam hatinya.

Tapi kebahagiaan seringkali berjalan beriringan dengan ujian.

Dua hari setelah festival, saat Amara tengah menyelesaikan revisi laporan acara di kafe langganannya, seseorang masuk dan membuat atmosfer berubah. Wanita itu tinggi, elegan, dengan mantel wol krem dan sepatu hak yang berkilau. Rambut pirangnya tersisir rapi, dan langkahnya penuh percaya diri.

Amara baru menyadari kehadirannya saat suara wanita itu memanggil pelayan dengan bahasa Jerman yang kaku—aksennya terdengar seperti Swiss. Ia duduk tak jauh dari Amara, dan untuk sesaat, mata mereka bertemu. Ada sesuatu dalam tatapan wanita itu yang membuat Amara merasa tidak nyaman—seperti sedang dinilai, atau lebih buruk lagi… dihakimi.

Tak lama, notifikasi masuk ke ponsel Amara.

Leo:

Ada di mana? Bisa kita ketemu sebentar?

Amara membalas cepat, memberitahu lokasinya. Lima belas menit kemudian, Leo muncul, mengenakan mantel biru tua, wajahnya cerah seperti biasa. Tapi ketika ia melihat siapa yang duduk tak jauh dari Amara, ekspresinya berubah seketika.

Wajahnya menegang.

Wanita itu bangkit. “Leo,” katanya, dengan senyum tipis.

Leo menarik napas. “Celine.”

Amara menatap keduanya bergantian. Detak jantungnya berdegup lebih cepat.

“Celine, ini Amara,” kata Leo, suaranya datar. “Amara, dia… teman lamaku dari Zürich.”

“Lebih dari sekadar teman, sebenarnya,” sela Celine sambil tersenyum ke arah Amara, lalu duduk kembali di kursinya. “Kami bertunangan selama hampir satu tahun. Sebelum Leo memutuskan pergi begitu saja.”

Suasana di kafe seketika membeku.

Amara menatap Leo, matanya meminta penjelasan.

Leo meremas jemarinya. “Aku akan jelaskan semuanya. Tapi tidak di sini.”

Celine tertawa pelan, suara tawanya tajam. “Tenang saja. Aku tidak datang untuk membuat drama. Aku hanya kebetulan sedang di Berlin. Dan ketika melihat foto-fotomu di festival, Leo… aku rasa aku punya hak untuk tahu siapa perempuan yang sekarang menggantikan posisiku.”

Amara bangkit berdiri. “Maaf, aku tidak tahu apa-apa soal ini. Dan sejujurnya, aku juga bukan siapa-siapa.”

Leo meraih lengannya. “Amara, jangan pergi.”

Amara menatapnya tajam. “Kamu bilang kamu jujur. Tapi kamu menyembunyikan hal sepenting ini?”

Leo hendak bicara, tapi Celine sudah lebih dulu berdiri. “Biar kuperjelas saja. Leo tidak pernah benar-benar menyelesaikan hubungan kami. Dia pergi ke Berlin tanpa penjelasan yang layak. Dan sekarang aku di sini, menagih jawaban.”

Amara menarik napas panjang. Matanya berkabut, tapi ia menolak menunjukkan kelemahannya di depan siapa pun. Ia melangkah keluar dari kafe dengan langkah lebar karena ingin segera pergi dari hadapan mereka dan Leo buru-buru mengejarnya.

“Amara, dengar aku dulu. Aku dan Celine sudah selesai. Sudah lama.”

“Tapi kamu tidak bilang,” katanya pelan. “Kamu membuatku percaya bahwa kamu tidak punya masa lalu yang akan datang mengejarmu. Ternyata aku salah.”

“Aku takut kehilanganmu,” kata Leo, matanya penuh penyesalan. “Setiap kali aku ingin menceritakan semuanya, aku takut itu akan membuatmu menjauh. Aku takut… kamu melihatku sebagai pria yang terlalu rumit untuk dicintai.”

Amara menggeleng. “Yang membuatku menjauh bukan masa lalumu. Tapi kebohonganmu.”

Lalu ia melangkah pergi, membiarkan Leo berdiri sendiri di tengah jalan yang dingin dan sepi.

Malam itu, salju turun lebih lebat dari biasanya. Dan untuk pertama kalinya sejak mengenal Leo, Amara merasa hatinya benar-benar beku. Dia mulai percaya pada sesuatu yang bahkan belum di ungkapkan dengan pasti. Amara tidak seharusnya menaruh harapan pada seseorang apalagi jika seseorang itu adalah Leo yang mungkin memiliki lebih banyak cerita masa lalu yang belum selesai.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Dalam Riuh Salju   Bab 88 - Luka yang Disembunyikan

    Suasana kampus seakan berubah menjadi arena bisikan. Di koridor panjang yang biasanya dipenuhi tawa, kini setiap langkah Elena diiringi lirikan dan bisik lirih yang menusuk. Sebagian menatapnya dengan penasaran, sebagian lain dengan sinis.“Katanya Axel meninggalkan gala demi dia…”“Celeste sampai memutuskan kontrak sponsor, loh…”“Gila, gadis itu berani banget menentang keluarga Celeste.”Elena mendengar semuanya, tapi ia berjalan tanpa memperlambat langkah. Buku catatan di tangannya menjadi tameng diam yang melindunginya dari suara-suara jahat itu. Ia tahu rumor itu bukan sekadar gosip, Celeste yang menyebarkannya.Celeste Van Heeren. Mahasiswi kaya raya pewaris yayasan donor kampus, pemil

  • Cinta Dalam Riuh Salju   Bab 87 - Di Balik Munich

    Langit Munich sore itu berwarna keperakan, seolah menyatu dengan gedung-gedung tua yang berjajar di sekitar aula konferensi internasional. Di dalam ruangan besar penuh peserta dari berbagai negara, Elena berdiri di atas panggung dengan jas putih, papan presentasi di belakangnya berisi data kompleks tentang sistem energi berkelanjutan yang dikembangkan dari sisa proyek Aetheris.Suara Elena lembut tapi tegas, seperti nada yang terlatih dari keberanian dan pengalaman. “Kami percaya bahwa sumber energi masa depan bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga tentang tanggung jawab moral pada bumi.”Kalimat itu menggema, memantul ke dinding marmer aula, membuat beberapa kepala menoleh kagum. Namun di antara kerumunan penonton, ada sepasang mata yang menatapnya dengan cara berbeda — bukan sekadar bangga, melainkan penuh perasaan yang sulit disembunyikan. Axel.Ia datang tanpa undangan resmi. Meninggalkan gala besar yang diselenggarakan oleh keluarga Celeste, dengan alasan mendadak pada sekretaris

  • Cinta Dalam Riuh Salju   Bab 86 - Keberangkatan

    Musim gugur Berlin datang perlahan, daun-daun mulai memudar menjadi kuning pucat, udara terasa lebih tajam, dan jalanan kampus dipenuhi aroma kopi yang menenangkan. Tapi di antara keseharian yang tampak biasa itu, ada sesuatu yang berubah.Nama Elenakini terpampang di papan pengumuman internasional: Finalist of Global Energy Future, Munich. representing Humboldt Universität zu Berlin.Sorak sorai terdengar di aula kampus pagi itu. Beberapa mahasiswa menyalaminya, dosen-dosen tersenyum bangga. Namun di balik senyum Elena, ada tatapan tenang yang tak banyak bicara. Ia tahu perjalanan ini bukan sekadar kompetisi. ini adalah ujian, baik bagi dirinya maupun bagi hubungan yang diam-diam ia jaga bersama Axel.Di bengkel laboratorium tem

  • Cinta Dalam Riuh Salju   Bab 85 -Tatapan di Balik Sorotan

    Sinar lampu studio memantul di kaca gedung Fakultas Teknik Berlin saat Axel keluar dari ruang rapat yayasan. Langkahnya berat, pikirannya berisik. Di tangannya masih tergenggam proposal riset yang baru saja disetujui Celeste, proyek “Neural Quantum Core,” yang sebenarnya adalah modifikasi dari rancangan awal Elena.Ia tahu Celeste tidak mencuri secara langsung. Ia hanya “menyesuaikan arah proyek yayasan.” Namun di balik kata-kata manis itu, Axel bisa merasakan aroma manipulasi yang halus tapi tajam.“Bagus sekali idemu, Axel,” ucap Celeste tadi di ruang rapat, dengan senyum yang kini terus terngiang di kepalanya. “Tapi agar proyek ini layak didanai, aku rasa kita harus menyesuaikannya sedikit… kau tahu, demi nama baik yayasan.”“Menyesuaikan,” pikir Axel kesal. Itu bukan penyesuaian, itu pengambilalihan.Hari mulai sore ketika ia berjalan melintasi taman kampus. Dari kejauhan, ia melihat Elena sedang duduk di bawah pohon maple, laptop terbuka di pangkuannya, dikelilingi tumpukan kerta

  • Cinta Dalam Riuh Salju   Bab 84 - Meja Makan dan Panggung Kekuasaan

    Dua minggu berlalu sejak pesta di rumah keluarga Reinhardt, dan gosip tentang kedekatan Axel dan Celeste belum juga mereda. Bahkan kini media kampus menulis artikel opini tentang “Dua Otak Brilian yang Akan Mengubah Dunia Sains Jerman.”Judul itu, disertai foto mereka berdua sedang duduk dalam seminar, menjadi perbincangan hangat di kantin dan aula fakultas.Namun di tengah semua hiruk pikuk itu, Elena memilih diam bukan karena kalah, melainkan karena ia sedang menyusun langkahnya sendiri.Ia tidak membalas dengan komentar, tidak mencari pembelaan, tidak membuat drama. Ia justru memusatkan energinya pada kompetisi nasional “Future Energy Challenge” ajang prestisius tempat mahasiswa seluruh Jerman mempresentasikan riset energi bersih. Proyek yang ia kembangkan bersama tim kecilnya, Aurora Cell, merupakan teknologi penyimpanan energi berbasis fotosintesis buatan.Namun siapa sangka, dewan juri kompetisi itu kini disponsori oleh Yayasan Reinhardt tempat Celeste duduk sebagai dewan kehorm

  • Cinta Dalam Riuh Salju   Bab 83 - Bayang kedua

    Sejak konferensi di Zurich, nama Celeste makin sering terdengar di lorong kampus. Ia bukan sekadar mahasiswi baru biasa, ia adalah pewaris yayasan riset terbesar di Berlin, cucu dari industrialis legendaris Jürgen Reinhardt. Kehadirannya membawa aura yang membuat banyak orang ingin dekat, tapi juga hati-hati untuk tidak menyinggungnya.Dan tentu saja, gosip paling hangat yang beredar di antara mahasiswa adalah kedekatannya dengan Axel mahasiswa paling jenius sekaligus paling tertutup di fakultas teknik.Axel tak pernah benar-benar mencari perhatian. Namun sejak Celeste mulai sering muncul dalam acara riset, atau sekadar “menitipkan berkas” ke laboratorium tempat Axel bekerja, gosip itu tumbuh dengan cepat. Ia tahu bagaimana media sosial kampus bekerja, satu foto, satu senyum, bisa memicu badai yang sulit dikendalikan.Namun masalahnya, keluarga Axel memiliki hubungan lama dengan keluarga Celeste. Ibu Axel, Irene Krauss pernah bekerja sama dengan keluarga Reinhardt dalam proyek pengemba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status