Home / Romansa / Cinta Dalam Sangkar Rahasia / perempuan yang menyimpan janji

Share

perempuan yang menyimpan janji

Author: Syahhsyy
last update Last Updated: 2025-07-03 17:31:31

Langkah kaki mereka menggema pelan di lorong sempit Via del Fiore yang basah oleh gerimis sisa malam. Averine berjalan setengah terburu, menyelipkan tangannya ke dalam mantel panjang sambil terus menatap papan nama tua yang mulai pudar di ujung jalan: Studio Benedetta.

Tanpa aba aba, pintu kayu tua itu terbuka pelan. Seorang perempuan paruh baya berdiri di ambang, tubuhnya kurus dengan wajah tirus penuh garis usia. Rambutnya digulung ke atas secara asal, apron penuhi cat sudah lama tak dicuci.

“Aku sudah menunggu, Akhirnya datang juga" ucapnya dingin sambil membuka pintu lebih lebar. "Masuk, sebelum angin dingin keburu masuk semuanya."

Averine dan Darian saling pandang sejenak, lalu melangkah masuk ke studio tua itu. Ruangan itu seolah membekukan waktu kanvas tergantung tak selesai, palet cat kering, meja kayu tua penuh kertas dan sisa abu rokok. Aroma minyak kayu dan terpentin memenuhi udara.

“Benedetta?” tanya Averine hati-hati.

“Ya. Dan kamu pasti Averine.”

Nada suara Benedet
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   Valente Bukan Sekadar Nama

    Sinar matahari menyelinap masuk lewat celah jendela besar galeri Valente yang masih dipenuhi debu renovasi. Lorong lorongnya mulai bersih, tapi aroma kayu dan cat baru masih kuat menguar. Averine berdiri di tengah ruangan utama, memandangi fondasi ruang yang kelak akan memajang karya Eira. Di tangannya, sebuah sketsa tua dari Camilla yang ia temukan semalam sketsa dua anak perempuan duduk berdampingan, dengan latar siluet gedung tua.Ia tahu, lukisan ini belum pernah dipamerkan. Bahkan tak ditemukan catatan penjualannya. Hanya goresan tangan Camilla di sudut kertas "Untuk masa depan yang belum kuizinkan hadir bersama."Langkah Darian terdengar di belakangnya. Ia membawa dua cangkir kopi dan tatapan yang sulit ditebak."Kamu masih di sini sejak subuh?" tanyanya lembut.Averine mengangguk pelan. "Ada sesuatu yang tak membiarkan aku tidur."Darian menyerahkan kopi, lalu berdiri di sampingnya. Keduanya diam sejenak, memandangi ruangan kosong dengan pikiran masing masing."Averine," Darian

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   Lukisan yang Tidak Pernah Dijual

    Pagi itu, galeri Valente belum dibuka untuk umum. Tapi keheningan ruang ruangnya sudah dipecah oleh bunyi langkah dan suara kain lap yang digosokkan ke bingkai kayu.Averine, masih mengenakan baju rumah dan rambut yang diikat seadanya, membungkuk di lantai belakang galeri, di mana tumpukan berkas lama dan kotak penyimpanan mulai dibuka kembali. Sejak surat Camilla ditemukan, tak ada yang bisa menghentikan dorongan untuk menggali lebih dalam.Eira datang sambil membawa dua gelas teh hangat. "Ini. Kamu bahkan belum minum apa pun sejak pagi."Averine mengangkat wajahnya dan menyambut gelas itu dengan senyum kecil. "Terima kasih. Maaf, aku cuma...""Ingin tahu lebih banyak," potong Eira, duduk di sampingnya. "Aku juga."Mereka duduk diam sejenak, hanya terdengar bunyi detik jam dinding dan pelan tumpukan kertas yang dibalik balik. Di antara catatan tua dan sketsa tak bernama, tiba tiba Eira menarik satu map besar berdebu dari bagian paling bawah. "Ini belum pernah kulihat sebelumnya..."

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   surat Camilla yang hilang

    Langit Florence tampak kelabu pagi itu, seolah ikut menyembunyikan sesuatu yang tak ingin dilihat terlalu terang. Di dalam galeri Valente yang kini tampak lebih hidup dengan lukisan lukisan baru, Averine berjalan perlahan di antara lorong lorong sunyi. Ia tahu dirinya tengah mencari sesuatu atau mungkin, seseorang yang belum selesai bicara. Suara langkahnya menggema ringan di lantai marmer. Tak lama, Laura menyusul dari belakang, membawa kotak kayu kecil yang terlihat usang namun bersih. Di atasnya, terdapat ukiran sederhana: C.A. "Ini ditemukan tadi pagi saat tim membereskan loteng tua belakang studio Benedetta," ujar Laura pelan. "Terkunci, tapi tidak berat. Seperti hanya berisi kertas."Averine menyentuh permukaan kotak itu dengan jemarinya yang ragu. Ada semacam getar di dada yang tak bisa ia jelaskan seperti ketika seseorang berdiri di ambang rahasia yang bisa mengubah segalanya. Perlahan, ia membuka kuncinya yang sudah berkarat. Di dalamnya hanya ada satu benda: sebuah amplop

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   Dua Sisi, Satu Galeri

    Pagi itu mereka sarapan dalam diam. Bukan diam yang canggung, tapi seperti dua orang yang sedang mencerna hal besar yang tak bisa langsung dibicarakan. Sendok sesekali bersentuhan dengan piring. Aroma kopi mengisi ruang makan kecil itu.Darian memandangi Averine yang sibuk mengaduk kopinya tanpa minum. “Kamu kelihatan capek,” katanya, pelan.“Tidurku kepotong potong.” jawab Averine tanpa menoleh. “Kepalaku terasa penuh.”Ia berhenti mengaduk, akhirnya meneguk kopi itu. Masih terlalu pahit. Tapi ia butuh rasa yang nyata.“Aku pikir…” Darian ragu. “Kalau kamu memang niat temuin Eira, mungkin sekarang waktunya.”Averine meletakkan cangkir, menatap jendela. “Aku tahu.”Setelah mereka bereskan meja, Averine duduk di tepi ranjang. Ia menyalakan ponsel, membuka layar pesan. Jarinya sempat diam.Ia menulis: “Eira, aku tahu banyak hal tentang Camilla bikin kita sama sama capek. Bisa ketemu di Valente besok jam empat sore? Aku pengin ngobrol.”Ia tekan ‘kirim’. Hanya itu.Sore harinya, matahar

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   Tempat Kita Pulang

    Florence malam itu sepi, dan langitnya begitu jernih hingga bintang bintang tampak seperti titik titik ingatan yang tak pernah padam. Averine berdiri di balkon hotel, membiarkan angin membawa pikirannya menjauh dari segala dokumen, warisan, dan penghapusan.Di tangannya, secarik kertas adendum legal yang sudah ditandatangani. Nama Eira kini telah terdaftar secara resmi sebagai bagian dari sejarah Valente. Ia sudah menyegel masa lalu itu, tapi hatinya belum selesai bicara.Darian datang dari belakang, membawa dua gelas wine merah. Tanpa bicara, ia menyerahkan satu ke Averine. Mereka berdiri berdampingan, menikmati sunyi yang lebih bersahabat malam ini."Ayahku dulu selalu bilang bahwa diam adalah perlindungan," kata Averine, suaranya nyaris dibawa angin. "Tapi diam juga bisa jadi cara paling lembut untuk menghancurkan."Darian tak menjawab. Ia hanya memandang wajah Averine yang diterangi cahaya bulan."Aku tidak tahu kenapa aku masih bisa menangisi seseorang yang tak pernah benar benar

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   Nama yang ditiadakan

    Langit Florence tampak lebih bersih pagi itu, seolah semesta mencoba menghapus sisa mendung yang tertinggal. Tapi Averine tahu, tak semua hal bisa dibersihkan begitu saja terutama jejak yang sengaja dihapus oleh tangan manusia.Setelah malam sunyi yang dipenuhi bisikan dan diam, ia kembali duduk di ruang kerja peninggalan Camilla. Sisa sisa perenungannya dari pertemuan dengan Eira dan penemuan di studio Benedetta masih menyisakan gema. Lukisan tanpa nama itu burung yang saling berpaling namun terikat oleh satu garis halus masih terbayang dalam pikirannya.Saat Darian masuk dengan dua cangkir teh hangat, Averine masih memegang catatan catatan dari studio Benedetta. Di antara halaman jurnal, ia melihat satu nama yang berulang bukan Camilla, bukan Benedetta melainkan nama ayahnya.“Ayah selalu hadir di sekeliling luka, bukan untuk menyembuhkan... tapi menghilangkan,” gumamnya.“Apa kamu siap menanyakannya langsung?” tanya Darian, menyerahkan teh padanya.Averine menatapnya. “Aku harus. K

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status