“Bitna, bagaimana jika istri Kenzo itu sudah ditemukan? Apa yang akan kamu lakukan?” Tiba-tiba Dalmi mengangkat topik pembicaraan itu lagi setelah mereka berada di dalam mobil menuju jalan pulang. “Eonni, kenapa? Kamu dari tadi terus mengatakan hal-hal yang jahat padaku,” tanya Bitna dengan nada lirih dan tatapan berkaca. “Aku hanya bertanya. Kamu fokus saja menyetir,” ucap Dalmi pada Bitna sekaligus Yohan yang sejak tadi terus menoleh ke belakang sesekali untuk melihat Bitna. “Sebenarnya apa yang kamu pikirkan?” tanya Yohan penasaran yang hanya menatap lurus ke jalanan. “Aku hanya berpikir… bagaimana jika Bitna itu anggota keluarga Kenzo atau bahkan istrinya yang menghilang.” Yohan segera mengerem mobilnya dengan mendadak. “Oppa!” seru Bitna. “Hei, Yohan. Apa kamu sudah kehilangan akal?” bentak Dalmi. Yohan menatap ke depan dimana lampu jalanan sedang merah. Ia bergantian menatap pada Dalmi dan Bitna yang sudah menghujaninya dengan tatapan tajam seolah siap memakannya.
"Ariana?!" Pria yang datang bersama seorang wanita itu menatap dengan mata melotot terkejut ke arah Bitna. “Arrgh, Ness! Sakit!” Ia lantas mengaduh dengan ekspresi kesakitan karena mendapatkan injakan yang cukup keras dari wanita di sampingnya. Pria tersebut menatap garang pada wanita yang dipanggil Ness itu sambil memegangi sebelah kakinya sehingga ia berdiri tak seimbang. Wanita tersebut yang semula memasang ekspresi terkejut segera menutupinya dengan senyuman. “Ken, gimana kabar lo?” Ia lantas berjalan ke arah Bitna sambil memanggil nama Kenzo akrab seolah mereka adalah sahabat dekat. “Nessa, long time no see! Gue baik-baik aja.” Kenzo juga tak kalah menyapa akrab wanita tersebut dan mereka berpelukan tanpa canggung di depan Bitna. Bitna diam karena tidak mengenali kedua tamu yang datang secara tiba-tiba ini dan tidak tahu harus kapan bergabung dengan percakapan mereka. Dan tampaknya, sedari awal mereka melihat dirinya seolah mengenalnya, bahkan pria itu memanggilnya denga
“Ngomong-ngomong, rumahmu sangat luas dan indah. Apa itu juga rumahmu bersama dengan istrimu?” tanya Bitna tanpa sadar mengeluarkan isi hati yang ingin ia sampaikan. “Iya,” jawab Kenzo membuat Bitna menoleh dan menatapnya sebentar. “Kedua temanmu sangat menyenangkan,” komentar Bitna memilih mengalihkan pembicaraan. “Mereka juga sudah menjadi temanmu sekarang,” timpal Kenzo. “Aku dan Ryan sudah berteman dari sejak kami kuliah. Sedangkan Vanessa, aku mengenalnya saat aku tidak sengaja bertemu dengannya di rumah sakit yang sama dengan tempat Ryan bekerja. Saat itu, dia bilang menyukai Ryan dan ingin meminta tolong padaku untuk mendekatkannya dengan Ryan.” Kenzo mulai berbicara kemudian menjeda kalimat selanjutnya yang akan ia katakan. “Sekarang Ryan sudah mengetahui perasaan Vanessa dan sepertinya si bodoh itu juga menyukainya, tapi tidak ada yang mengungkapkan perasaan lagi. Seperti Yohan dan Dalmi,” lanjut Kenzo sembari menoleh sebentar pada Bitna. Cerita yang dikatakan Kenz
“Ariana …” Bitna sejak tadi terus menggumamkan nama itu di mulutnya. Nama yang cukup asing baginya, tapi di saat bersamaan sangat melekat di ingatannya entah untuk alasan apa. Padahal ia sudah jelas mendengar dari Vanessa dan Ryan sendiri bahwa nama itu sama sekali tidak ada yang istimewa. Namun, begitu terdengar istimewa bagi dirinya. Tangan Bitna yang tengah menyentuh layar ponselnya dengan lincah, tidak biasanya membuka salah satu aplikasi media sosial yang hampir digunakan seluruh pengguna smartphone. Begitu aplikasi tersebut dibuka, banyak notifikasi yang memenuhinya karena salah satu foto dirinya yang diposting Dalmi. Mengabaikan semua notifikasi tersebut, jarinya segera menggeser ke kolom pencarian. Mengetikkan nama seseorang di sana lantas membuka akun bercentang biru yang ia cari. Hal pertama yang ia lihat adalah foto-fotonya. Bitna terus menggulir layar touchscreen ponselnya ke bawah dengan cukup cepat. Tidak ada yang istimewa dari sekitar 15 foto yang ia lihat sekilas.
“Cut …! Baik, kerja bagus semuanya.” Begitu sutradara mengatakan kalimat itu, semua kru yang bekerja termasuk Bitna berhenti dengan kegiatan pekerjaan mereka. “Terima kasih banyak.” Bitna menundukkan kepalanya beberapa kali pada para staff dan kru termasuk sutradara yang memimpin syuting iklan brand yang memakai jasa Bitna. “Kerja bagus.” Begitupun dengan mereka yang melakukan hal sama. “Anda semakin cantik saat di depan kamera. Pekerjaan yang sangat bagus.” Sutradara berbicara memuji Bitna saat Bitna menghampirinya. Bitna tertawa mendengar pujian tersebut. “Anda terlalu berlebihan memuji saya, ini semua berkat pencahayaan dan kameramen yang bagus mengambil angle,” jawab Bitna merendah. “Ini pujian yang tulus aku berikan.” Bitna tertawa diikuti oleh sang sutradara sendiri. “Saya akan menemui manajer saya, Tuan,” ucap Bitna mulai berpamitan setelah menyelesaikan basa basi itu. “Ok, besok kita akan melanjutkannya. Terima kasih atas kerja kerasnya.” Sutradara mengangguk. “
"Bitna." Disusul suara Kenzo yang tak lama terdengar dari belakangnya yang baru saja keluar dari ruangannya. “K-ken,” sahut Bitna sembari melepaskan masker dan kacamata yang ia gunakan. “Aku baru saja akan masuk ke dalam ruanganmu karena tidak ada siapa-siapa yang mengizinkan atau melarangku,” lanjutnya sebisa mungkin bersikap tenang sambil mensugesti dirinya sendiri bahwa Kenzo belum mengetahui jika dirinya sudah menguping pembicaraannya. Setelah mendengar apa yang dibicarakan oleh Kenzo, harus Bitna akui jika perasaannya sedikit kacau. Rasa ingin tahu sekaligus sungkan yang masih menghantuinya. Seharusnya ia marah pada Kenzo saat ini juga setelah mendengar pembicaraan mereka, tapi ia masih berharap Kenzo akan menjelaskannya sendiri tanpa diminta. Saat ia mengetahui dirinya mendengar pembicaraan mereka. Selain itu, harga diri dan imejnya sebagai seorang artis, melarang Bitna untuk menangis dan berlari begitu saja dengan memalukan. Di tempat ini dimana juga ada orang lain selai
Kenzo menatap intens wajah cantik Bitna yang tertidur pulas di dalam dekapan hangat dadanya. Tangannya tak henti mengelus untaian anak-anak rambut Bitna yang menjuntai menutupi pelipisnya. Senyum di wajahnya tak kunjung pudar, mengingat pembicaraan terakhir mereka. Ia tentu tidak bisa tersenyum atau bahkan tertawa saat ekspresi sedih itu ada di hadapannya. Setelah dipikirkan lebih dalam sekarang, Kenzo baru menyadari semuanya. Bahwa Bitna cemburu dengan Ariana, atau dirinya sendiri di masa lalu. Pada akhirnya, Ariana maupun Bitna sekali lagi jatuh cinta pada dirinya. Misi pertama yang sukses bagi Kenzo. Percakapannya dengan Chakra memang pantas membuat Bitna salah paham karena ia tidak mengetahui kebenarannya, tapi Kenzo tidak berniat untuk memberitahu Bitna semua kebenarannya. Namun, sekeras apapun dirinya menyembunyikan kebenaran dari Bitna, dia sendiri akan mengetahuinya cepat atau lambat. Dan ini terhitung terlalu cepat bagi Bitna mengetahui siapa sebenarnya dirinya karena posisi
“Kupikir aku yang akan pulang terlambat, ternyata kamu lebih lambat. Apa kamu bersenang-senang semalaman?” Kepulangan Bitna yang sangat berhati-hati pagi-pagi sekali, tidak membuat ia tidak ketahuan oleh Dalmi. Begitu ia masuk ke apartemen, Dalmi sudah menyambutnya di sofa. “Eonni, kamu sudah pulang?” tanya Bitna berbasa-basi. “Kalau aku belum pulang aku tidak akan ada di sini.” Bitna tertawa meringis mendengar jawaban Dalmi. “Aku akan bersiap-siap untuk bekerja,” ucap Bitna mengubah topik pembicaraan. “Santai saja, kita mulai jam 8 pagi. Ini masih jam 6 pagi,” timpal Dalmi yang membuat Bitna tak memiliki pilihan selain duduk bersama Dalmi, sesuai permintaannya secara tidak langsung. Sebelum duduk, Bitna mengambil botol air dingin di dalam kulkas, “Bagaimana dengan kencan kalian?” Begitu duduk, itu pertanyaan pertama Bitna. “Kamu selalu mengatakan itu kencan!” sahut Dalmi dengan nada kesal guna menutupi rasa malunya. “Karena kamu membuatku kesal, tadinya aku ingin memberi