Share

Bab 4. Bertemu Fatma.

Seminggu sudah Windy dan Juned berada di Jakarta. Alvin setiap hari datang dan mengajak mereka berkeliling kota Jakarta hingga mereka berdua tidak canggung lagi dengan keramaian kota Jakarta yang hiruk pikuk.

Hari ini adalah hari senin yang merupakan hari pertama kali mereka masuk kuliah. Dikampus mereka berpisah karena jurusan ilmu yang mereka tuntut berbeda. Windy memilih fakultas hukum dengan jurusan hukum pidana karena ia bercita-cita menjadi pengacara. Alvin memilih menjadi mahasiswa kedokteran karena profesi dokter adalah impiannya sejak kecil. Sedangkan Juned mengambil jurusan kontruksi bangunan karena ia ingin menjadi seorang kontraktor bangunan dikampungnya.

“Hati-hati ya Win, jaga hati, jangan sampai kepincut mahasiswa senior.” ucap Alvin ketika mereka akan berpisah menuju tempat ospek masing-masing.

“Kamu juga Al, jangan tergoda mahasiswi baru. Aku dengar mahasiswi kedokteran cantik-cantik lho.” jawab Windy sedikit resah.

“Tidak Windy, kita ada disini untuk mencapai cita-cita dan impian kita berdua. Kalau nanti kita sudah tamat kuliah kita akan bekerja dan menikah.” sahut Alvin sambil menggenggam tangan Windy yang digandengnya. Mereka berdua bertatapan dengan mesra dan saling menggenggam janji didada.

“Setelah selesai kita bertemu kembali disini, aku akan mengajakmu bertemu Mamaku.” kata Alvin sebagai kalimat terakhirnya sebelum berpisah.

Windy menganggukkan kepalanya dan melepaskan pegangan tangan Alvin dijarinya.

Lalu Windy dan Alvin berpisah disebuah persimpangan menuju gedung kampus mereka masing-masing dan siap mengikuti rangkaian acara maba atau mahasiswa baru.

****

Jam 02.25 siang menjelang sore mereka bertemu kembali dipersimpangan kampus tempat terakhir mereka berpisah tadi pagi. Sedikit kelelahan tapi penuh semangat meronai wajah kedua mahasiswa/i baru kampus yang cukup ternama itu.

“Udah lama sayang.” Alvin menyapa Windy yang ternyata telah lebih dahulu datang dan menunggu di bantaran tembok dekat taman yang menjadi pembatas antara kampusnya dengan kampus Alvin.

“Hampir setengah jam.” jawab Windy menoleh kepada Alvin dengan memberikan senyum terindahnya.

“Duuuh, jangan senyum gitu dong Win. Aku jadi kenyang.” ujar Alvin menggoda Windy hingga wajah gadis itu bersemu merah. Jemari tangannya menggapai ujung kerudung yang ia kenakan dan menutupi separo wajahnya.

“Ayolah kita langsung jalan, ntar keburu sore.” ajak Alvin tanpa canggung meraih tangan kanan Windy dan menggandengnya menuju parkiran mobil.

Beberapa saat kemudian mereka berdua sudah berada didalam mobil Pajero sport terbaru milik Alvin. Kendaraan mulus itu berjalan membelah keramaian kota Jakarta yang diselingi sedikit kemacetan.

Tak sampai satu jam kemudian Alvin membelokkan kendaraannya memasuki halaman sebuah gedung yang cukup besar dan megah. Didinding depan gedung itu terukir tulisan PT. FATMA ADVERTISING.

“Fatma...??”

“Advertising..?”

Windy mengerutkan dahinya ketika matanya menangkap dan membaca tulisan tersebut.

“Ayahmu bernama Januar, ia memiliki sebuah perusahaan periklanan yang cukup besar dan ternama di Jakarta. Ayahmu kemudian menghilang dan kabarnya telah menikahi seorang perempuan bekas pelayan dikantornya yang bernama Fatma.” Kata-kata Mak Farida terngiang kembali ditelinga Windy.

“Ya Allah, apakah ini suatu kebetulan ?” Desah Windy dalam hati.

“Ayo turun Win, kok bengong sih ? Jangan melamun dong, toh orang yang dilamunin ada disini kok. Hahha.” goda Alvin yang telah membukakan pintu mobil untuk Windy.

Windy tersentak dari lamunannya dan segera memasang wajah manis agar tidak membuat Alvin bertanya-tanya.

“Fatma itu nama Mamamu ya Al ?” tanya Windy ketika mereka berjalan bergandengan memasuki gedung itu. Beberapa karyawan dan karyawati terlihat mengangguk hormat kepada Alvin. Dan Alvin membalas anggukan mereka dengan ramah.

“Iya benar sayang. Dan mudah-mudahan Mamaku suatu hari nanti akan jadi Mama mertuamu.” jawab Alvin yang semakin membuat jantung Windy berdebar-debar.

“Duh, Alvin memang baik banget.” Desah hati Windy sambil melirik lelaki tampan disampingnya. Berbagai pemikiran berkecamuk dihati Windy. Nama Fatma yang ditulis didinding depan gedung itu benar-benar membuat hatinya menjadi kacau balau.

“Hai Al, apa kabar ?” Seorang gadis cantik nan seksi menyapa Alvin yang tengah berjalan menggandeng Windy kekasihnya. Dilihat dari dandanannya yang sempurna pastilah gadis itu seorang model atau artis. Windy merapikan pakaiannya yang terbuat dari bahan murah. Sungguh berbeda dengan pakaian yang dikenakan si gadis cantik yang kini menghadang langkah mereka.

“Hai Selova, kabarku baik.” Jawab Alvin menyambut uluran tangan gadis yang ternyata bernama Selova.

“Kenalin, ini Windy pacarku.” ujar Alvin tanpa sungkan kemudian meraih tangan Windy dan menyodorkannya ke tangan gadis cantik yang ia panggil Selova itu.

Selova agak membuang muka dan ogah-ogahan menerima salaman dari Windy, seakan ia akan menyentuh seonggok najis.

“Selova !” ujarnya singkat tanpa memandang ke arah Windy. Gadis itu malah menatap Alvin yang pura-pura tidak melihat tatapan Selova.

“Nggak salah nih Al, gadis kampung ini pacarmu?" Tanpa basa-basi Selova bicara dihadapan Windy sambil buru-buru menarik tangannya yang masih bersalaman dengan Windy.

“Ooh, justru aku lebih suka gadis kampung yang hatinya masih bersih.” jawab Alvin lembut disertai senyuman tapi jelas menusuk jantung Selova.

Selova mendengus tidak suka dengan kalimat Alvin. Ia merasa diremehkan.

“Oke Selova, kami jalan dulu.” Alvin kembali menggandeng Windy dan meninggalkan Selova yang menghentakkan kakinya dengan perasaan kesal.

Tuk tuk tuk... Suara langkah kaki mereka membentur lantai gedung mewah itu. Alvin membawa Windy menuju sebuah pintu yang bertuliskan tulisan ‘Direktris’.

Tok tok tok...

Alvin mengetuk pintu.

“Masuk..!” Terdengar suara perintah dari dalam ruangan itu.

“ Mama..!” sapa Alvin kepada seorang wanita yang duduk dibelakang sebuah meja dan menghadap kepintu. Ruangan itu cukup luas dengan dekorasi yang mewah. Beberapa contoh iklan dipajang didinding ruangan itu. Sebuah layar televisi besar juga tersangkut didinding dengan susunan yang rapi dan memanjakan pandangan.

“Oh, kamu Al. Bagaimana hari pertama kuliahmu ?” sahut wanita yang bertitel seorang direktris itu sambil mengangkat dagu memandang Alvin dan Windy yang masih berdiri dihadapan meja kerjanya.

“Duduk Win !” Alvin menarik sebuah kursi dihadapan meja dan mempersilahkan Windy duduk sementara Alvinpun ikut duduk dikursi sebelah Windy.

“Kenalin Ma, ini Windy !” ujar Alvin dan Windy langsung mengulurkan tangannya untuk menyalami wanita yang dipanggil Mama oleh Alvin tersebut.

“Ooh..!” Wanita itu menyambut tangan Windy dan menyebutkan namanya.

“Saya Fatma Mamanya Alvin.” sahut Wanita itu dengan nada datar dan matanya menatap penampilan Windy.

Windy jadi risih oleh tatapan Fatma, namun ia berusaha bersikap wajar dan sopan.

Windy menarik kembali tangannya dan menunduk salah tingkah.

“Teman kuliahmu Al ?” tanya Fatma kepada Alvin tanpa terlalu menggubris keberadaan Windy diantara mereka.

“Iya Maa.. daaan...”

“Oh, jadi dia yang akan melamar jadi cleaning service disini..? Boleh... Boleh..!” Belum sempat Alvin melanjutkan kalimatnya Fatma sudah memotong dan menatap Windy sambil mengangguk-angguk tersenyum dengan pandangan menyeleksi.

“Baik, aku akan menerimamu bekerja disini karena kamu adalah teman anakku. Kamu bisa langsung bekerja besok tanpa harus mengikuti tes. Tapi ingat ! jangan karena mentang-mentang kamu temannya Alvin kamu bisa bekerja seenaknya.” papar Fatma tanpa memberi kesempatan kepada Alvin yang sudah membuka mulut untuk menyanggah perkataan Fatma.

Windy berfikiran cepat. Ia merasa punya kesempatan untuk lebih leluasa menyelidiki Fatma dan mencari ayahnya.

“Iya Nyonya, saya akan bekerja sebaik mungkin.” sahut Windy cepat sebelum Alvin membuka mulutnya untuk bicara.

“Taapiii...”

Taak...! Windy segera menginjak kaki Alvin agar lelaki itu tidak melanjutkan perkataannya.

“Wiiin...!” Alvin menatap Windy tidak mengerti namun Windy tidak mengindahkannya.

Windy lebih membayangkan wajah Hanum ibunya dikampung. Gadis itu sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan Januar ayahnya dan membawanya pulang agar ibunya bisa sembuh. Penawaran kerja dari Fatma adalah jalan terang untuk menembus misinya itu. 

Windy tersenyum sendiri.

“Aku sudah datang Fatma..!!” desis Windy dalam hati sambil menatap lekat-lekat wajah wanita yang terlihat angkuh dihadapannya itu.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status