Share

Bab 3. Tinggallah kampung halaman.

Sebuah mobil Avanza memasuki halaman rumah. Juned bergegas memasukkan barang-barang kedalam bagasi mobil.

“Wiiiin...! Windy...!” Farida berteriak memanggil Windy dari halaman rumah.

“Bu, Windy pergi ya. Windy janji akan membawa ayah pulang.” ucap Windy kepada Hanum dari celah teralis besi.

Hanum termangu dibalik dinding besi itu. Ia tidak lagi beringas seperti tadi pagi. Matanya nanar memandang Windy yang juga memandang lembut kearahnya.

Hanum mendekati teralis besi dan mengulurkan tangannya keluar. Pandangan matanya mendadak sendu seolah ia tahu bahwa anak gadisnya akan pergi jauh.

Windy membiarkan tangan Hanum menyentuh pipinya. Selama hidupnya baru kali inilah Hanum bersikap demikian. Hanum seakan-akan sadar saat itu.

“Wiindyy...!” ujar Hanum terbata.

“Ibuuu !  Ibu sudah mengenali Windy ?” Teriak Windy senang.

“Windyyyy....!!” Dari halaman depan kembali terdengar suara panggilan Farida.

“Iyaa Maaak...!” Windy menyahuti panggilan itu.

“Windy pergi ya Buu..!” ujar Windy lalu mencium tangan Hanum yang terjulur keluar dari besi teralis. Windy tidak punya banyak waktu lagi untuk berbincang dengan Hanum.

Hanum hanya memandangi Windy bengong. Windy merasakan air hangat mulai berjatuhan dipipinya.

“Windyyyyy....!!” Sekarang suara panggilan Farida makin kuat dari halaman rumah. Windy segera melepaskan tangan Hanum dan menyeka air matanya. Dengan setengah berlari Windy bergegas masuk rumah dari pintu dapur dan keluar dari pintu utama.

“Mak, Windy berangkat ya..!” Windy menyalami Farida dan mencium punggung tangan wanita itu.

“Hati-hati jaga diri Windy. Ingat selalu pesan Mak.” Kata Farida dengan suara serak menahan tangis.

“Iya Mak.” sahut Windy lalu memeluk erat tubuh Farida. 

“Jaga diri Mak, juga Ibu. Mak jangan terlalu maksain kerja.” Kini gantian Windy yang menasehati Mak Farida.

Farida mengangguk dan mereka berangkulan serta bertangisan beberapa saat. Windy melepaskan rangkulannya dan memasuki mobil travel yang sudah agak lama menunggunya. Kendaraan itu segera bergerak meninggalkan halaman rumah dan kini mulai merangkak dijalan aspal. Windy dan Juned melambaikan tangan kepada Farida yang juga melambai ke arah mereka.

Mobil Avanza itu kini melaju kian cepat. Pepohonan seperti berlari berselisih jalan. Windy membuang pandangan matanya keluar jendela. Bukit barisan yang bergelombang seakan mengucapkan selamat jalan kepada dirinya. Ini adalah pertama kalinya Windy pergi meningggalkan kampung halamannya. Rasanya pasti sangatlah berat.

Setelah beberapa jam melewati perjalanan, mobil yang ditumpangi Windy sebentar lagi akan mencapai bibir kota Padang. Jalan yang berkelok diantara diperbukitan menyajikan pemandangan yang sangat menakjubkan. Air terjun Lembah Anai yang terdapat dipinggir jalan menandakan bahwa sekitar satu jam lagi mereka akan sampai dibandara Minang kabau.

Seperti perkiraan, satu jam kemudian mereka sudah sampai dibandara Minang Kabau. Juned dan Windy segera memasuki bandara karena dua jam lagi ia akan take off meninggalkan tanah Sumatera.

(Kamu sudah dimana Win ?) Sebuah pesan masuk keaplikasi whatsaap di ponsel Windy. Pesan itu dikirim oleh Alvin. Windy yang sudah berada diruang tunggu segera membaca pesan itu dan membalasnya.

(Kami sudah berada diruang tunggu dan sekitar satu jam lagi akan terbang) balas Windy.

(Oke, aku akan menunggu dipintu kedatangan) Alvin kembali membalas pesan Windy.

*

Alvin tidak sabar menunggu dipintu kedatangan bandara Soekarno Hatta Jakarta. Ia gelisah dan mondar-mandir. Sekali-kali ia melihat waktu yang ada disudut layar ponselnya. Pukul 16.25 wib. Pesawat yang ditumpangi Windy sebentar lagi akan segera mendarat.

Alangkah lega hati Alvin ketika petugas bandara mengumumkan bahwa nomor penerbangan yang ditumpangi Windy sudah mendarat dengan selamat.

Alvin kembali memandangi foto yang dikirim Windy ketika gadis itu sudah duduk di kabin pesawat.

“Gadis berbaju putih dan berjilbab biru.” gumam Alvin sendiri sambil tersenyum.

Penumpang pesawat mulai keluar melewati pintu kedatangan. Dari jauh Alvin melihat seorang gadis berbaju putih dan berjilbab biru berjalan disamping seorang pemuda yang memakai  jaket kulit warna coklat muda.

“Ooh, itu pasti mereka.” ujar Alvin terlihat girang.

“Cantik sekali gadis itu.” Kembali Alvin bergumam dan matanya tidak lepas memandang Windy yang mulai mendekati pintu keluar kedatangan.

“Haai Windy..!!” Alvin melambaikan tangan dan menyeruak diantara para penjemput lainnya. 

“Alvin ?” tanya Windy memastikan kalau pemuda yang kini berada dihadapannya itu adalah Alvin kekasih cinta medsosnya.

“Iya, aku Alvin.” jawab Alvin sopan lalu menyalami Windy dan Juned.

Mereka bertiga bergerak meninggalkan lobi kedatangan dan Alvin telah mengambil alih beban ditangan Windy yaitu sebuah travel bag yang kini diseret Alvin dengan tangan kirinya.

“Kalian pasti capek dan haus. Kita minum dan makan dulu.” kata Alvin menawarkan.

“Penawaran ini yang paling kami tunggu-tunggu.” jawab Juned sekenanya namun mampu mencairkan kekakuan dan membuat mereka tertawa dan mulai akrab.

“Ayo, kita mampir di cafe dulu.” ajak Alvin lalu mengambil posisi didepan sedangkan Windy dan Juned mengikuti dari belakang.

Tak lama kemudian mereka sudah duduk disebuah cafe dan memesan minuman dan makanan kecil. Mereka sudah akrab dan bersenda gurau.

“Jadi ini adalah pertama kalinya kalian datang ke Jakarta ?” tanya Alvin setelah menyedot orange juice didepannya.

“Aku iya, tapi kalau Windy memang lahir di Jakarta.” sahut Juned yang duduk berhadapan dengan Alvin. 

“Ooh..” sahut Alvin menoleh kepada Windy yang duduk disebelahnya. Wajah Windy memerah seketika karena malu dipandangi Alvin agak lama.

“Ooh, Alvin lebih ganteng dari foto dan layar video call.” gumam Windy dalam hati. Ia kini benar-benar jatuh cinta kepada Alvin. Apalagi sikap Alvin yang ramah dan sopan, itu memberi nilai plus dimata Windy.

“Dimana kamu tinggal di Jakarta dulunya Win ? Masih ingat nggak ?” tanya Alvin kini mengalihkan pembicaraan kepada Windy.

“Di Buaran Jakarta Timur “ jawab Windy menyebutkan alamat yang ia ingat yang tertera di fotocopy sertipikat rumah atas nama Januar ayahnya.

“Ooh, dulunya rumahku juga di daerah Buaran. Tapi rumah itu sudah dijual saat aku masih berumur sekitar sepuluh tahun.” sahut Alvin seperti mengenang masa kecilnya.

“Ooh, kalau begitu aku bisa meminta tolong Alvin untuk menyelidiki rumah ayah.” bisik hati Windy.

“Ooh, ntar dulu Windy, sekarang terlalu cepat untuk menceritakan urusan pribadi nan penuh misi rahasia itu.” Suara dari sudut lain hati Windy memberi peringatan.

“Nah, kalau punya rumah disini ngapain ngekos. Kan lebih baik tinggal disana saja. Kebetulan kampusnya juga nggak jauh kok dari Buaran.” kata Alvin memberikan pendapat.

“Itu rumah orang tuaku dulu. Tapi sekarang sudah dijual.” sahut Windy.

“Ooh..” Alvin mengangguk-angguk.

“Baiklah, sekarang aku antar kalian ketempat kos yang sudah aku pesankan buat kalian. Ayoo..!” ajak Alvin setelah memastikan kalau semua sudah selesai makan dan minum.

Windy dan Juned kembali mengikuti Alvin menuju parkiran. Alvin menyalakan remote control lalu sebuah mobil mewah berbunyi dan mengedipkan lampu. Mereka menuju mobil mewah itu lalu Alvin dan Juned memasukkan barang bawaan mereka kedalam bagasi mobil.

“Ayo Win..!” ajak Alvin membuka pintu mobil dijok depan kepada Windy. Windy masuk dan duduk disamping Alvin yang siap untuk mengemudi. Juned duduk dijok belakang tepat dibelakang Windy.

Selama diperjalanan mereka mengobrol dan cepat akrab. Alvin ternyata memiliki kepribadian yang ramah dan menyenangkan. Ia tidak seperti orang  kaya yang biasanya kebanyakan sombong dan belagu.

“Aku sebenarnya pingin sekali tinggal didesa. Hawanya sangat sejuk dan nyaman. Kalau kita liburan kuliah nanti, boleh dong aku ikut pulang kekampung kalian.” kata Alvin.

“Ya boleh dong. Asal kamu tidak takut ngelihat sapi.” jawab Juned kembali ngasal.

Hahhahaha...

Mereka serempak tertawa dan melanjutkan obrolan lebih seru.

Tak terasa mereka sudah sampai dirumah kos yang dimaksud Alvin. Alvin mengajak Windy dan Juned turun lalu menemui ibu kos. Setelah berbincang sedikit lalu Windy dan Juned diantar ke kamar masing-masing. Alvin pamit dan berjanji akan datang kembali besok pagi. Ia tidak ingin mengganggu Windy dan Juned yang butuh istirahat setelah melalui perjalanan panjang.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status