Share

Di Antara Dua Dunia.

Penulis: Pita
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-07 11:11:16

Hujan malam itu turun semakin deras, membasahi pekarangan Mansion mewah tempat Aluna tinggal sejak statusnya berubah menjadi "istri kontrak." Ia belum terbiasa dengan keheningan megah Mansion itu, belum terbiasa dengan ruang-ruang besar yang terasa kosong dan dingin seperti hati pria yang sekarang menjadi suaminya.

Di balik tirai kamarnya yang setengah terbuka, Aluna diam-diam memperhatikan Leonard. Lelaki itu berdiri di balkon kamarnya, mengenakan kemeja putih yang bagian atasnya terbuka. Rambutnya basah oleh rintik hujan, namun ia tak bergeming.

Ada kesepian dalam sosok pria itu yang tak bisa Aluna abaikan. Sesuatu yang selama ini ia tutupi dengan dinginnya sikap, dengan tatapan tajam dan kata-kata yang selalu terdengar menyakitkan.

Aluna menggenggam jemarinya yang dingin. Ia tahu ia tidak seharusnya peduli. Ini hanya pernikahan kontrak. Tidak ada cinta. Tidak ada keterikatan perasaan.

Namun... kenapa hatinya terasa sesak saat melihat lelaki itu tampak begitu rapuh, meski tak mengakuinya?

---

Pagi harinya, Aluna terbangun lebih awal dari biasanya. Ia turun ke dapur dan membantu para Maid untuk menyiapkan sarapan.

“Nona tak perlu repot-repot Kami bisa menyiapkannya sendiri,” ujar salah satu dari mereka, kikuk.

“Tapi aku ingin melakukan sesuatu di Mansion ini. Kalau hanya menjadi pajangan istri, aku takut kehilangan diriku sendiri.”

Kalimat itu membuat salah satu Maid itu tersenyum kecil. "Anda wanita yang baik, Nona."

Tak lama kemudian, Leonard turun. Ia sempat tertegun melihat meja makan yang lebih tertata dari biasanya, dengan aroma telur orak-arik dan sup kaldu.

Leonard tak mengucapkan sepatah kata pun saat ia duduk di meja makan. Hanya matanya yang menatap Aluna dengan tajam, penuh tanda tanya. Aluna merespons dengan senyum kecil dan sopan, seolah mengabaikan ketegangan yang menggantung di antara mereka.

“Selamat pagi,” ucap Aluna lembut.

Leonard tidak menjawab. Ia mengambil sendok dan mulai makan. Suara alat makan yang beradu dengan piring porselen menjadi satu-satunya suara yang terdengar di ruangan luas itu.

Aluna mencoba tetap tenang, meski hatinya berdebar keras. Ia tahu lelaki itu tak akan dengan mudah membuka hatinya. Ia tahu dirinya hanya bagian dari perjanjian kontrak yang membuatnya terikat tanpa cinta. Tapi, entah kenapa, ia tetap ingin mencoba membangun jembatan.

"Kalau makanannya kurang cocok, kamu bisa bilang," katanya hati-hati.

Leonard menoleh perlahan, menatapnya dengan ekspresi datar. “Aku tidak butuh istri yang sok perhatian. Cukup jalani peranmu, jangan lebih.”

Ucapan itu menusuk, tapi Aluna hanya tersenyum kecil. “Baik. Aku hanya mencoba bersikap sopan.”

---

Setelah sarapan, Leonard langsung berangkat kerja tanpa sepatah kata. Aluna berdiri di depan pintu, mengantarnya dengan pandangan kosong. Ketika mobil mewah itu melaju menjauh, ia baru menyadari satu hal:

> Ia hidup di dunia yang bukan miliknya.

Hari itu, Aluna memutuskan keluar Mansion. Ia kembali ke tempat adiknya dirawat.

“Dek,kakak datang…” ucapnya pelan sambil masuk ke kamar dimana adiknya terbaring lemah dengan wajah yang pucat.

adiknya tersenyum hangat. Meski tubuhnya lemah, sorot mata gadis muda itu masih penuh kasih. “kakak... Bagaimana kehidupan kakak?apa aku membuat hidup kakak tersiksa?"

Aluna duduk di sampingnya. “Baik,dek. kakak punya tempat tinggal, dan semuanya terpenuhi.kamu egga perlu khawatir.dan jangan pernah kamu berpikir kalau kamu membuat hidup kakak tersiksa.kamu adalah semangat kakak."Aluna berusaha keras menahan air matanya.ia tak ingin adiknya itu merasa sedih dan menyalahkan dirinya.

Senyuman adiknya meredup. “Tapi apakah hati kakak juga terpenuhi?”

Aluna terdiam. Ia memalingkan wajah, tak sanggup menjawab. Ia ingin menjawab ya, tapi... siapa yang bisa mencintai dalam kebohongan? Siapa yang bisa merasa bahagia dalam pernikahan yang bukan atas dasar cinta?

“aku tak minta banyak kak. aku hanya ingin kakak bahagia. Kalau pria itu menyakiti kakak, kakak bisa pergi.”

Aluna menggenggam tangan adiknya dengan erat. “kakak nggak bisa pergi, dek. Ada sesuatu yang harus kakak selesaikan. Ini bukan tentang cinta... ini tentang janji dan harga diri.”

Adiknya itu menatap Aluna dengan tatapan sedih.

"Maaf kak karena gara-gara aku,kakak berada di posisi ini.maafkan aku kak."

Aluna tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

"Ini bukan salah kamu dek,kakak lakuin ini semua karena kakak mau.kamu engga usah pikirin itu,kamu fokus aja sama kesembuhan kamu."

---

Malam harinya, Leonard kembali lebih larut dari biasanya. Aluna masih terjaga, duduk di ruang tamu dengan buku di pangkuannya. Ketika pintu terbuka, ia menoleh.

“Kamu belum tidur?” tanya Leonard sambil melepas jasnya.

“Aku ingin bicara.”

Leonard mengerutkan kening. “Tentang apa?”

“Apa aku boleh bekerja?” tanyanya langsung.

Leonard memandangnya dengan tatapan tajam. “Untuk apa? Kamu kekurangan uang? Kamu punya akses ke kartu keluarga Alvaro, Aluna.”

“Bukan soal uang,” jawab Aluna cepat. “Aku ingin punya tujuan. Aku ingin merasa berarti, bukan hanya sebagai boneka di Mansion besar ini.”

Hening.

Beberapa detik kemudian, Leonard menatapnya lebih dalam untuk pertama kalinya bukan dengan kemarahan, tapi dengan sesuatu yang sulit dijelaskan. “Lakukan apa yang kamu mau. Tapi ingat, kita masih dalam kontrak. Jangan pernah mempermalukan nama Alvaro.”

Aluna tersenyum tipis. “Aku tidak akan mempermalukan siapa pun, Leonard. Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri.”

Malam itu, setelah pembicaraan tentang pekerjaan, suasana kamar itu kembali sunyi. Aluna memilih menyibukkan diri di ruang kerjanya. Ya, Leonard memang memberinya satu ruangan pribadi. Tapi ruangan itu terasa seperti kotak kaca mewah, berisi barang-barang mahal, tapi dingin dan tak bernyawa.

Ia menatap layar laptop kosong. Jari-jarinya menggantung di atas keyboard, namun pikirannya melayang ke semua yang terjadi dalam beberapa hari terakhir.

"Apa aku terlalu naif berharap sesuatu dari pernikahan ini? Apakah aku hanya pion di permainan yang lebih besar?"

Pikiran itu membuat hatinya sesak. Namun sebelum air matanya jatuh, terdengar ketukan lembut di pintu. Aluna buru-buru menyeka sudut matanya.

"Masuk," ucapnya.

Pintu terbuka. Leonard berdiri di ambang dengan ekspresi yang... tidak seperti biasanya.

"Aku akan pergi ke luar kota besok pagi. Urusan bisnis. Tiga hari."

“Oh…” Aluna bangkit berdiri. “Kalau begitu, semoga perjalananmu lancar.”

Leonard tak langsung menjawab. Matanya menyapu seisi ruangan, lalu berhenti di meja tempat Aluna duduk.

“Kamu akan tetap tinggal di Mansion ini?” tanyanya tiba-tiba.

Aluna mengangguk. “Tentu. Kenapa?”

Leonard tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya berkata, “Kalau ada apa-apa, hubungi sekretarisku. Jangan mencoba menyelesaikan semuanya sendiri.”

Aluna nyaris tersenyum. Bukan karena kalimat itu terdengar manis tapi karena, untuk pertama kalinya, ada nada kekhawatiran tipis dalam suaranya.

“Baik. Terima kasih,” jawabnya pelan.

Leonard mengangguk, lalu pergi tanpa menoleh lagi.

---

Keesokan harinya, Leonard benar-benar pergi. Suara mobil yang menjauh meninggalkan kesunyian yang lebih pekat dari biasanya. Aluna menatap jendela kamar, lalu memantapkan hati untuk memulai harinya sendiri.

Dia membuka laptop dan mulai menulis lamaran kerja. Meski ia istri dari CEO ternama, ia tahu status itu tak bisa dijadikan sandaran untuk hidup. Ia ingin menjadi pribadi yang berguna. Yang berdiri dengan kakinya sendiri.

Siangnya, ia pergi ke sebuah toko buku tua. Tempat itu menyimpan banyak kenangan. Ia suka tempat itu karena tenang, dan pemiliknya mengenalnya sejak kecil.

“Aluna?” seru pemilik toko, Ibu Mita, terkejut. “Sudah lama sekali! Kau… terlihat berbeda.”

Aluna tersenyum. “Banyak hal yang berubah, Bu.”

Mereka berbincang sebentar sebelum akhirnya Aluna duduk di pojok toko, membaca beberapa buku lama. Ia menemukan kedamaian yang tak ia temukan di mansion mewahnya. Di sana, ia bukan istri Leonard Alvaro. Ia hanya seorang perempuan biasa yang mencintai kata-kata.

Namun saat ia hendak pulang, sebuah mobil hitam berhenti di depan toko. Dari dalamnya keluar seorang pria berpakaian formal.

“Bu Aluna?”

Ia mengangguk, sedikit waspada.

“Saya sekretaris pribadi Tuan Leonard. Saya diminta untuk memastikan keamanan Ibu selama beliau berada di luar kota.”

Aluna menatap pria itu cukup lama. “Jadi dia benar-benar memperhatikanku... meski dari jauh?.”

---

Malam pun tiba. Aluna duduk sendiri di balkon lantai dua. Angin malam menyapu rambutnya yang panjang, dan langit malam begitu tenang.

“Kenapa kamu mulai terlihat seperti pria yang peduli, Leonard?” batinnya.

“Padahal kamu yang mengatakan pernikahan ini hanya formalitas?”

Di tengah pikirannya, ponselnya berdering. Nama Leonard muncul di layar. Ia sempat ragu, namun akhirnya mengangkat.

“Halo?”

“Halo. Sekretarisku bilang kamu keluar rumah hari ini.”

Aluna menghela napas. “Aku cuma ke toko buku. nggak jauh, hanya beberapa menit dari sini.”

Hening beberapa detik.

“Apa kamu baik-baik saja?”

Pertanyaan itu... membuat Aluna tercekat. Ia tak menyangka pria itu akan menanyakannya.

“Aku baik-baik saja. Terima kasih sudah menanyakan itu,” jawabnya akhirnya.

“Oke.Sampai jumpa tiga hari lagi.”

Klik.

Sambungan terputus, namun hati Aluna... justru terhubung semakin kuat.

Ia tahu ia tak boleh berharap. Tapi bagaimana jika tanpa disadari pria itu juga mulai membuka sedikit ruang di hatinya?

Di luar sana, dunia Leonard keras dan penuh ambisi. Di dalam Mansion, Aluna berjuang mempertahankan martabat dan harga dirinya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta Di Balik Tanda Tangan   bab 54 Saat hati bicara

    Sudah tiga hari sejak malam itu.Mansion terasa berbeda sepi, dingin, seperti kehilangan jiwanya.Langkah kaki Aluna dan Leonard jarang bersinggungan; mereka hidup di rumah yang sama, tapi seolah berada di dua dunia yang terpisah.Andrew bisa merasakan ketegangan itu setiap kali ia melintas di antara keduanya.Leonard lebih banyak mengurung diri di ruang kerja, sementara Aluna lebih sering duduk di taman belakang, menatap kolam tanpa benar-benar melihat apa pun.---Pagi itu Aluna duduk di bangku taman dengan selimut di pangkuannya, memegang secangkir teh yang sudah mulai dingin.Ia tahu Leonard memperhatikannya dari jendela lantai dua ia bisa merasakannya. Tapi tidak ada yang mencoba bicara.Hingga akhirnya, langkah berat terdengar mendekat.Suara yang selama ini ia hindari.“Boleh aku duduk?” tanya Leonard pelan.Suara itu terdengar hati-hati, seolah ia takut mengusik.Aluna tidak menjawab. Ia hanya menatap lurus ke depan, tapi tidak menolak.Leonard duduk di sampingnya, menyisakan

  • Cinta Di Balik Tanda Tangan   bab 53 luka lama yang terungkap

    Hujan turun sejak subuh, menutupi seluruh halaman Mansion dengan kabut tipis.Di balik kaca besar ruang kerja, Leonard berdiri diam, memandangi tetesan air yang berlarian di permukaan jendela.Sementara pikirannya berlari ke masa lalu ke satu luka yang selama ini ia simpan rapat, bahkan dari dirinya sendiri.Pintu ruang kerja terbuka pelan.Andrew masuk dengan langkah ragu, membawa beberapa dokumen di tangannya, Tapi ekspresinya menunjukkan sesuatu yang lebih dari sekadar urusan pekerjaan.“Tuan, saya… menemukan sesuatu.”Leonard menoleh, wajahnya datar. “Tentang apa?”Andrew menatap Leonard sejenak sebelum meletakkan amplop kecil di meja. “Tentang keluarga Nona Aluna.”Wajah Leonard berubah.“Apa maksudmu?”“Rumah sakit yang merawat adik Nona Aluna beberapa waktu lalu tempat itu…” Andrew berhenti, seolah takut melanjutkan. “Tempat itu dulu pernah menerima donasi besar dari perusahaan anda. Donasi yang… anda tanda tangani sendiri, lima tahun lalu.”Ruangan mendadak hening.Leonard men

  • Cinta Di Balik Tanda Tangan   bab 52 Tawa yang hilang.

    Sudah tiga hari sejak malam itu malam di mana batas antara kewajiban dan perasaan akhirnya lenyap. Tapi yang tersisa justru keheningan.Bukan keheningan canggung, tapi keheningan yang menggantung di antara dua hati yang sama-sama takut.Leonard kembali bersikap seperti semula dingin, teratur, seolah tak ada yang pernah terjadi di antara mereka.Setiap pagi, ia berangkat lebih awal, pulang lebih malam, dan menghabiskan waktu di ruang kerja tanpa banyak bicara.Sementara Aluna… hanya bisa pura-pura tidak peduli.Ia tertawa di depan Andrew, menghabiskan waktu di taman, bahkan mencoba membuat sarapan untuk semua orang di mansion sesuatu yang jarang ia lakukan. Tapi di balik semua itu, ada rasa hampa yang tak bisa ia sembunyikan.Tawa yang dulu muncul tanpa sadar saat melihat Leonard tersenyum kecil… kini hilang entah ke mana.---Pagi itu, Andrew memperhatikan Aluna dari jauh.Ia melihat gadis itu duduk di teras belakang, menatap kolam kecil sambil memegang cangkir teh yang sudah dingin.

  • Cinta Di Balik Tanda Tangan   bab 51 Pertaruhan Rasa.

    Dari balik jendela besar ruang kerjanya Leonard menatap derasnya air hujan yang jatuh. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, sesuatu yang sulit ia kendalikan perasaan yang kini tumbuh semakin dalam pada Aluna.Perasaan yang seharusnya tidak ada sejak awal.Ia menegakkan tubuhnya, menarik napasnya panjang, dan mencoba kembali fokus pada dokumen di meja. Tapi setiap kali menatap tinta hitam di atas kertas, pikirannya justru kembali pada wajah Aluna senyum hangatnya pagi tadi, tawa kecilnya saat menggoda Andrew, bahkan cara ia memandang dunia dengan berani meski hidupnya penuh luka.Sial, pikirnya.Ia sudah terlalu jauh."Apa yang harus aku lakukan?sulit untuk menahan perasaan ini terlalu lama."gumam Leonard sembari terus menghela nafasnya.---Sementara itu, di kamar, Aluna duduk di tepi ranjang sambil menatap ke arah pintu yang tertutup rapat. Hujan di luar seperti menggambarkan isi hatinya yang kacau.Sejak beberapa hari terakhir, perhatian Leonard terasa berbeda lebih lembut, lebih

  • Cinta Di Balik Tanda Tangan   bab 50 Awal perubahan.

    Pagi itu berbeda.Bukan karena matahari lebih cerah dari biasanya, tapi karena ada sesuatu, sesuatu yang membuat Aluna sadar bahwa hari-hari mereka tak lagi sama.Ia menatap dirinya di cermin, rambutnya tergerai lembut di bahu, wajahnya tampak sedikit lebih segar. Tapi yang paling terasa adalah hatinya tidak lagi sesesak dulu.Entah sejak kapan, rasa takut dan canggung yang dulu selalu muncul setiap kali melihat Leonard, perlahan menghilang.Mungkin karena kini, di antara mereka sudah tidak lagi ada jarak yang begitu tebal.Mungkin karena semalam, lewat tatapan dan kejujuran yang tak terucap, mereka sama-sama tahu: ada sesuatu yang berubah.---Leonard menunggu di ruang makan.Ia jarang terlihat santai pagi-pagi begini, tapi hari itu ia hanya duduk sambil membaca koran, tanpa ekspresi tegang yang biasa menghiasi wajahnya.Begitu Aluna datang, ia menurunkan korannya pelan dan tersenyum.“Pagi,” sapanya lembut, berbeda dari biasanya.“Pagi juga,” jawab Aluna, agak kikuk tapi berusaha te

  • Cinta Di Balik Tanda Tangan   bab 49 Rasa yang tak bisa ditolak.

    Pagi datang dengan cahaya lembut yang menembus tirai kamar.Aluna membuka matanya perlahan ia menyadari udara di ruangan itu terasa lebih hangat dari biasanya. Ia menoleh ke samping dan Leonard masih tertidur di sofa kecil di ujung kamar, dengan posisi tubuh setengah miring, kemejanya sedikit kusut.Ia tidak tahu sejak kapan pria itu tertidur di sana.Yang ia tahu, semalam hujan tak berhenti, dan mereka berdua berbicara di balkon sampai larut. Tentang masa lalu, tentang ketakutan, dan sedikit… tentang perasaan.Aluna tersenyum kecil. Ada sesuatu yang berubah dalam dirinya.Dulu, hanya melihat wajah Leonard saja bisa membuatnya merasa gugup karena jarak yang tak terjangkau. Sekarang, hanya dengan memandangnya, dadanya terasa tenang tapi sekaligus berdebar.Ia berusaha menepis perasaan itu, tapi hati tak bisa dibohongi.Rasa itu ada, dan semakin hari semakin sulit diabaikan.---Leonard perlahan membuka matanya ia menatap langit-langit sebentar sebelum menyadari Aluna memperhatikannya.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status