RUANG PERSIAPAN – 06:10Zaria mengenakan rompi pelindung dan menyiapkan amunisi. Di sebelahnya, Sera mengecek dua granat EMP. Rio memandangi ponsel yang kini hanya menampilkan satu pesan dari Andini terakhir kali: “Jika aku hilang… jangan selamatkan aku karena marah. Tapi karena kau tahu aku akan tetap memilihmu, bahkan di akhir hidupku.”Rio mengatup ponsel itu dan memasukkannya ke dada rompi. “Waktunya membalas semua yang telah dia rampas.”MARKAS RANDU — SAAT ITU JUGARandu berdiri di depan ruangan isolasi, menatap Andini yang masih terikat dengan infus menancap di lengan. “Rio akan datang menjemputmu. Dan ketika dia melangkah masuk… dunia yang dia bangun akan runtuh,” gumam Randu sambil menyalakan sistem penghancur diri bertahap.Di layar hologram, tertera:VIREO CORE BACKDOOR: READY.PROJECT IMMOLATE: 84%...RELEASE ON IMPACT.Randu tersenyum kecil. “Kau akan jadi alasan bagi dia untuk mengalah..”TUNNEL 09-K — BAWAH DISTRIK VELMORA SELATAN — 01:34Udara pengap dan bau logam berk
MARKAS SEMENTARA — MERCUSUAR VLAMIERE — 04:30Langit belum sepenuhnya terang. Udara masih sarat bau mesiu dan arang. Tapi malam itu bukan lagi milik kegelapan. Itu malam untuk menyusun kematian bagi musuh terakhir: Randu.Rio berdiri di depan meja strategi, dikelilingi oleh para pemimpin fraksi. Di dinding terpampang peta digital Velmora dan Karnosa, dengan markas inti Randu di Distrik Zenith menjadi titik merah paling menyala.Zaria duduk bersila, menajamkan belatinya. Di sudut ruangan, Leon dan Isabel memeriksa peluncur roket mini. Neya membolak-balik daftar infiltrator yang masih hidup. Semua sunyi. Sampai Rio bersuara:"Kita tidak sedang mempersiapkan perang… tapi kita sedang menuntut hutang."Semua mata menatapnya."Randu telah membakar sejarah kita, membantai rakyat kita, dan mengorbankan Damien demi ambisi lamanya. Tapi dia lupa satu hal…"Rio mengepalkan tinjunya, menunjuk ke layar yang menampilkan markas Randu."Aku masih hidup. Dan aku masih memiliki kalian."Zaria berdiri.
Distrik Cestova bukan hanya miskin—ia nyaris dilupakan sejarah.Terletak di dataran rendah Sorena, dikelilingi rawa, dan terjepit di antara dua tembok industri yang dibangun oleh pemerintahan lama, distrik ini selama bertahun-tahun hanya dikenal sebagai "wilayah beku"—tak berdaya, tanpa sinyal, dan dipenuhi kelaparan.Namun bagi Rio, Cestova adalah awal.Beberapa bulan sebelum konflik meledak, ia diam-diam menanam bibit perubahan di sini.Ia mendirikan koperasi kecil. Mendistribusikan alat pengolahan limbah. Mengirim tim pengajar dari Arca Vault. Dan lebih dari semua itu—ia menanamkan percaya diri pada warga.Dan hari ini, ia kembali. Bukan sebagai pemimpin perang.Tapi sebagai janji yang ditepati. Kendaraan lapis baja Rio melaju pelan melewati gerbang barat Cestova. Tidak ada drone. Tidak ada pasukan Vox. Tapi sunyi itu bukan karena damai. “Pusat distribusi VIREO Core di bawah tanah diaktifkan semalam,” ucap Zaria dari kursi samping, memantau data. “Sistem memperlambat sinyal dan men
Tubuh Penatua Hildra terikat di kursi besi, luka tembak menghiasi bahunya. Nafasnya berat, namun bibirnya tetap menyunggingkan senyuman kecil. Di hadapannya berdiri Rio, Zaria, dan Neya, dengan sorot mata menusuk dan penuh tekanan."Sudah cukup permainan ini," ucap Rio, nadanya datar namun tajam. "Katakan siapa pemimpin terakhir Vox... atau kau mati di tempat."Hildra terkekeh, napasnya tersendat namun nada suaranya tetap mencemooh."Kalian pikir ini semua tentang kami, para penatua? Tentang Randu? Kalian bahkan belum menyentuh intinya."Rio mengepalkan rahangnya, matanya membakar."Katakan siapa!!""Namanya... Noctare," jawab Hildra akhirnya, menatap lurus ke arah Rio. "Dia bukan bagian dari struktur Vox. Dia adalah Vox. Dia hidup di dalam jaringan. Di dalam data. Sistem yang Damien sembunyikan... bahkan dari kalian."Nadia menyela melalui earpiece. "Rio, aku menemukan serpihan log di jaringan Arca Vault. Nama 'Noctare' muncul sebagai root user yang menyatu dengan sistem Vireo."Rio
Lampu-lampu mendadak meredup.Salah satu operator segera berdiri dari meja konsol."Rio! Sistem kita disusupi!"Zaria dan Rio langsung berlari ke pusat komando. "Sumber serangan dari jaringan luar—paket data disisipkan lewat satelit lokal," lapor teknisi. "Mereka tahu Krest ada di sini."Tiba-tiba—DUAR!!Sebuah ledakan mengguncang sayap timur markas. Debu dan percikan api meletup dari ventilasi atas. Alarm meraung panjang."Mereka mencoba menghancurkan ruangan isolasi!" teriak Zaria.Rio mencabut pistolnya dan berlari ke lorong bawah tanah, diikuti Zaria dan dua pengawal. Suara tembakan dan ledakan beruntun terdengar dari ujung bunker.Di ruang sel...Asap memenuhi ruangan. Dua penjaga sudah tergeletak tak bernyawa. Di tengah kabut api, siluet seseorang berdiri memegangi tubuh Panglima Krest yang setengah pingsan."Jangan bergerak!" bentak Rio, mengangkat senjatanya.Namun si penyusup malah menoleh—wajahnya tersembunyi di balik helm hitam bertanda tengkorak perak: salah satu unit elit
RUANG INTEL – BAWAH TANAH PELABUHAN KARNOSA – 08:05Ruang interogasi yang redup. Hanya satu lampu di atas meja baja yang menyala. Dindingnya beton dingin. Di tengah ruangan, Viktor Zien duduk dengan tangan terborgol di kursi baja, tubuhnya setengah roboh, namun sorot matanya masih tajam.Di balik kaca satu arah, Rio, Zaria, dan Matilda mengamati."Kau yakin ingin menginterogasinya sendiri, Rio?" tanya Zaria.Rio tidak menjawab. Dia membuka pintu interogasi dan masuk perlahan. Pintu menutup otomatis di belakangnya. Sunyi."Selamat pagi, Viktor. Sudah sarapan dengan ketakutan?" Rio menarik kursi, duduk di hadapan musuhnya.Viktor tertawa pendek. "Kau terlihat mirip Damien... Terlalu sentimental. Itu akan membunuhmu suatu saat."Rio mencondongkan tubuhnya. "Yang akan terbunuh sekarang bukan aku. Tapi ratusan penduduk jika kau tidak bicara.""Apa yang kau mau dengar, anak kecil? Lokasi Randu? Sudah telat. Dia bukan lagi sekadar manusia. Dia bagian dari Vireo—satu-satunya suar yang tersisa