Home / Urban / Cinta Di Ujung Botol / Rio Dan Andini

Share

Cinta Di Ujung Botol
Cinta Di Ujung Botol
Author: Grafz23

Rio Dan Andini

Author: Grafz23
last update Last Updated: 2025-01-10 22:17:19

Hingar bingar musik di malam itu begitu menggelegar, memekak di telinga. Para wanita berpakaian seksi tengah bergoyang berpasangan sambil memegang minuman di tangan kanannya. Liuk tubuh seksi wanita berusia 21 tahun itu tengah menggoda mata seorang pria yang ada di hadapannya.

"Ayolah Rio, bawa saja dia ke atas," bisik Reynold 

"Kau gila Rey! malam ini aku harus pulang," timpal Rio

Pria 40 tahun itu hanya menggelengkan kepala mendengar celotehan sahabatnya, yang terus menggoda agar dia mau membawa wanita yang ada di hadapannya itu ke kamar hotel.

"Apakah kau tidak melihat sesuatu yang indah dalam diriku?" goda wanita yang ada di hadapan Rio sembari mendekatkan wajahnya.

"Siapa yang tidak suka dengan keindahan wajah yang kau miliki, Andini!" bisik Rio. Lalu dia meraih tubuhnya sambil mengikuti irama musik yang mengiringi.

Andini terlihat sangat menikmati malam itu, kebersamaanya dengan Rio selalu saja membuat Andini lupa diri bahkan hingga tak sadarkan diri. Tubuh kecil nya itu selalu saja terkulai lemas dalam pelukan pria yang selalu berusaha pergi di malam itu.

Reynold hanya bisa tersenyum melihat kemesraan keduanya, dia sadar jika ada sesuatu yang tersembunyi diantara keduanya.

"Rey, sepertinya cinta mereka semakin dalam," bisi Aurora, wanita yang sedang bersamanya di meja bar.

"Aku hanya kuatir jika apa yang kau lihat itu hanyalah fatamorgana sayang," timpal Reynold, menatap kemesraan keduanya.

Malam hampir berganti hari, keduanya masih saja asik berdansa sambil mengumbar kemesraan, hingga pada akhirnya Rio tak mampu lagi beranjak dari sisi Andini. 

"Aku pergi dulu Rey!" teriak Rio sambil menarik tangan Andini menuju lift yang berada di ujung lorong.

Andini langsung memeluk tubuh kekar Rio sambil mengecup bibirnya berkali-kali, tak sadar jika dia sedang berada di dalam sebuah elevator. Rio berusaha untuk tidak membalas kecupan darinya, namun apa daya, serangan Andini begitu gencar hingga dia tak sanggup lagi menahan dirinya untuk tidak melumat habis bibir tipisnya itu.

Gairah liar keduanya kini tak terbendung lagi, sesampainya di kamar. Andini langsung menanggalkan semua pakaiannya. 

"Bawa aku hingga ke puncak sayang!" bisiknya ke telinga Rio.

Keduanya memadu kasih hingga berkeringat basah, liarnya permainan Andini membuat Rio selalu saja kewalahan.

"Hmm....kau ini tidak pernah berubah sayang," Andini menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang.

"Nafsumu Andini!" ucap Rio Kesal, "kau memang gila! bahkan tidak cukup bermain sekali untuk memuaskan hasratmu," Rio mengambil celana pendek yang tercecer di lantai dengan raut wajah kesal.

Andini memang mudah sekali bergairah, apalagi jika alkohol telah masuk ke dalam tubuhnya, Dia selalu tak mampu menahan gejolak hasrat yang selalu ingin di puaskan oleh Rio. Dia kemudian beranjak dari atas tempat tidur mendekati pria pujaan hatinya yang sedang sibuk memainkan ponselnya.

"Apa kau harus pulang malam ini mas?" 

"Entahlah," jawab Rio cuek.

"Kau tersinggung?" Andini merapatkan tubuhnya.

"Tidak," dengan nada yang sama dia menjawab.

"Mas, lihat aku!" dia menaikkan nada bicaranya.

Perlahan Rio memutar kepalanya ke samping, menatap Andini dengan ekor matanya, namun kedua jari tangannya tetap menari di atas layar ponsel miliknya.

"Aku seharusnya kembali ke rumah, bukan bersamamu di sini," lalu dia kembali menatap layar ponselnya.

Andini hanya bisa terdiam mendengar apa yang di utarakan olehnya, perlahan dia kembali ke atas ranjang lalu menutupi tubuhnya dengan selimut. Perlahan terdengar suara kecil meraung dari balik selimut, menarik perhatian Rio.

"Tidak usah menangis seperti itu, kau tau kan kalau malam ini aku harus menemui ibu yang sudah rela mengorbankan dirinya untuk menemuiku," Rio menarik nafas dalam-dalam, lalu beranjak dari sofa mendekati Andini.

"Ayolah Andini, jangan bersikap seperti bocah ingusan."

"Kamu memang brengsek Rio Dinata!" Andini menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya.

"Biarpun begitu, aku selalu membuatmu nyaman bukan?" goda Rio sambil mencubit hidung mancungnya.

"Kamu memang bukan pria romantis, tapi kenapa aku selalu saja lemah ketika kamu katakan hal itu kepadaku, padahal wajahmu tak mempesona sama sekali!" sambil memalingkan wajahnya.

Rio hanya bisa terdiam sambil tersenyum, dia sadar jika wanita seperti Andini hanya bisa memberikan cinta semu terhadapnya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Di Ujung Botol   Jatuhnya Karnosa

    Tubuh Penatua Hildra terikat di kursi besi, luka tembak menghiasi bahunya. Nafasnya berat, namun bibirnya tetap menyunggingkan senyuman kecil. Di hadapannya berdiri Rio, Zaria, dan Neya, dengan sorot mata menusuk dan penuh tekanan."Sudah cukup permainan ini," ucap Rio, nadanya datar namun tajam. "Katakan siapa pemimpin terakhir Vox... atau kau mati di tempat."Hildra terkekeh, napasnya tersendat namun nada suaranya tetap mencemooh."Kalian pikir ini semua tentang kami, para penatua? Tentang Randu? Kalian bahkan belum menyentuh intinya."Rio mengepalkan rahangnya, matanya membakar."Katakan siapa!!""Namanya... Noctare," jawab Hildra akhirnya, menatap lurus ke arah Rio. "Dia bukan bagian dari struktur Vox. Dia adalah Vox. Dia hidup di dalam jaringan. Di dalam data. Sistem yang Damien sembunyikan... bahkan dari kalian."Nadia menyela melalui earpiece. "Rio, aku menemukan serpihan log di jaringan Arca Vault. Nama 'Noctare' muncul sebagai root user yang menyatu dengan sistem Vireo."Rio

  • Cinta Di Ujung Botol   Infiltrasi Rio

    Lampu-lampu mendadak meredup.Salah satu operator segera berdiri dari meja konsol."Rio! Sistem kita disusupi!"Zaria dan Rio langsung berlari ke pusat komando. "Sumber serangan dari jaringan luar—paket data disisipkan lewat satelit lokal," lapor teknisi. "Mereka tahu Krest ada di sini."Tiba-tiba—DUAR!!Sebuah ledakan mengguncang sayap timur markas. Debu dan percikan api meletup dari ventilasi atas. Alarm meraung panjang."Mereka mencoba menghancurkan ruangan isolasi!" teriak Zaria.Rio mencabut pistolnya dan berlari ke lorong bawah tanah, diikuti Zaria dan dua pengawal. Suara tembakan dan ledakan beruntun terdengar dari ujung bunker.Di ruang sel...Asap memenuhi ruangan. Dua penjaga sudah tergeletak tak bernyawa. Di tengah kabut api, siluet seseorang berdiri memegangi tubuh Panglima Krest yang setengah pingsan."Jangan bergerak!" bentak Rio, mengangkat senjatanya.Namun si penyusup malah menoleh—wajahnya tersembunyi di balik helm hitam bertanda tengkorak perak: salah satu unit elit

  • Cinta Di Ujung Botol   Siapa Dalang Semua ini

    RUANG INTEL – BAWAH TANAH PELABUHAN KARNOSA – 08:05Ruang interogasi yang redup. Hanya satu lampu di atas meja baja yang menyala. Dindingnya beton dingin. Di tengah ruangan, Viktor Zien duduk dengan tangan terborgol di kursi baja, tubuhnya setengah roboh, namun sorot matanya masih tajam.Di balik kaca satu arah, Rio, Zaria, dan Matilda mengamati."Kau yakin ingin menginterogasinya sendiri, Rio?" tanya Zaria.Rio tidak menjawab. Dia membuka pintu interogasi dan masuk perlahan. Pintu menutup otomatis di belakangnya. Sunyi."Selamat pagi, Viktor. Sudah sarapan dengan ketakutan?" Rio menarik kursi, duduk di hadapan musuhnya.Viktor tertawa pendek. "Kau terlihat mirip Damien... Terlalu sentimental. Itu akan membunuhmu suatu saat."Rio mencondongkan tubuhnya. "Yang akan terbunuh sekarang bukan aku. Tapi ratusan penduduk jika kau tidak bicara.""Apa yang kau mau dengar, anak kecil? Lokasi Randu? Sudah telat. Dia bukan lagi sekadar manusia. Dia bagian dari Vireo—satu-satunya suar yang tersisa

  • Cinta Di Ujung Botol   Game Of War

    MALAM ITU – DI TEPI PANTAI VLAMIERERio duduk sendirian di atas batu karang, sebatang rokok menyala di jarinya. Pandangannya kosong menatap langit malam yang kelam, hanya bintang-bintang redup yang menyaksikan pergulatan batinnya. Desir angin membawa aroma laut dan kenangan pahit tentang Kayla... tentang Damien... tentang semua yang telah pergi.Langkah tertatih menghampirinya. Andini muncul dari balik bayang-bayang mercusuar, bertumpu pada tongkat penyanggah di tangan kirinya."Apa kau butuh seseorang untuk diajak bicara?" tanyanya lembut.Rio menoleh, buru-buru memadamkan rokoknya, lalu membantu Andini duduk di sampingnya."Kau seharusnya istirahat, sayang," ucapnya, mengusap rambut Andini dengan lembut.Andini tersenyum tipis. "Dan kau seharusnya berhenti menyiksa tubuhmu sendiri, Rio. Luka itu belum sembuh."Rio menghela napas dalam, menatap ombak yang bergulung malas."Aku hanya ingin semuanya selesai. Aku rindu hidup normal... seperti dulu. Seperti malam itu—saat pertama kali ak

  • Cinta Di Ujung Botol   Bantuan Misterius

    Zaria menarik tubuh Rio keluar dari reservoir yang masih diselimuti asap pekat. Napasnya memburu."Nyaris saja kau jadi abu, Rio," desis Zaria, menggandengnya menjauh dari puing dan api."Rio, bagaimana kondisimu sekarang?" suara Nadia terdengar panik dari earpiece."Aku baik-baik saja, Nadia. Bagaimana dengan Matilda dan tim lainnya?" sahut Rio cepat, meski suaranya terdengar serak dan penuh beban."Mereka berhasil keluar... tapi—" sambungan mendadak terputus."Nadia? Halo?! Nadia!" Rio memukul-mukul earpiece, tapi hanya suara statik yang menjawab.Ia menahan nyeri di dadanya, bangkit dengan susah payah. Bersama Zaria, mereka menuju kendaraan tempur yang tersembunyi di lorong gorong-gorong."Kita harus ke Arca Vault. Sekarang," ucap Rio, melepas jaketnya. Luka besar di dada kirinya menganga, darah masih menetes.Zaria melirik, rautnya menegang melihat tubuh Rio penuh debu, keringat, dan luka. Tapi ia tak berkata apa pun, hanya menginjak pedal gas lebih dalam.Saat mereka sampai, pint

  • Cinta Di Ujung Botol   Jebakan Randu

    Rio, Alinda, Neya, dan Sera melesat dengan kendaraan lapis baja menuju pusat kota Karnosa. Ledakan, sirine, dan asap pekat menyambut mereka dari kejauhan. Kota yang dulunya lebih damai dari Velmora, kini justru tampak seperti zona perang."Ini lebih parah dari yang kubayangkan..." gumam Rio dari kursi belakang, matanya menatap puing-puing bangunan dan lampu jalan yang padam."Randu sudah menghancurkan semuanya," ucap Alinda sambil mengeratkan pegangan setir, melintasi jalanan yang dipenuhi reruntuhan. Gedung walikota jadi tujuan mereka—sebagian atapnya tampak hangus, entah akibat serangan fisik atau digital.Sebuah pesan masuk ke tablet Rio.Matilda:“Rio, pasukan utama Vox sudah tumbang. Tapi aku dapat laporan: Randu terdeteksi di perbatasan Karnosa.”Beberapa detik kemudian, pesan lain menyusul.Pemimpin Fraksi Utara:“Benteng Vox sudah kami hancurkan. Tapi Randu dikabarkan berada di Velmora, bersama para pejabat dan Penatua lama.”Belum sempat Rio mencerna, notifikasi lain kembali

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status