Kantor sedang heboh dengan berbagai macam cerita tentang pelakor. Yang dibahas mulai dari para pesohor negeri, sampai ada beberapa yang diam-diam curhat tentang pengalamannya pribadi, sebagai korban ataupun sebagai pelaku. Well, memang, kadang manusia ngga bisa ditebak. Ada yang penampilannya santun tapi ternyata mantan pelakor. Ada yang kesehariannya ceria, selalu ketawa, ternyata dia korban pelakor, yang bahkan sampai saat ini masih galau berada di antara mempertahankan rumah tangganya atau disudahi saja.
“Kalau perebut cewek orang disebut apa ya?”, celetuk Ellie sambil memandangiku, kemudian bertopang dagu di atas meja sembari menyingkirkan mangkok bakmi nya yang sudah kosong.
“Ngga ada istilah kayak gitu!” kujawab ketus sambil tetap melahap nasi goreng teri medan, menu makan siangku hari ini.
“Ya kalau statusnya masih pacar sih biarin aja ditikung!” timpal Bara menambahi. “Dulu gue pernah tuh nikung cewek orang, tapi biasa aja.”
“Kalau ternyata pacarannya serius terus udah mau nikah, gimana?” balas Ellie kembali. “Tapi ternyata ada cowok lain yang juga mau nikahin cewek itu?”
“Ya tinggal ceweknya milih mau sama yang mana.”, kali ini Lily yang menjawab. Sementara aku tetap makan nasi gorengku dengan tenang, walau rasanya ingin ikut ngomong juga. Ya, rasanya agak kesal juga kali ini, ditambah Ellie dengan tiba-tiba menginjak pelan kakiku sambil berkata, “sayangnya cowok itu ga berani buat lebih serius lagi.”
“Tinggalin lah. Kalau udah ada niat mau nikah ya mesti serius. Kecuali kalau mau main-main.” jawab Lily lagi, yang disambut gumaman setuju dari Ellie. Issshh sialan. Apa sih maksudnya dia!?
Akhirnya makan siang pun berakhir, dengan perasaanku yang sedikit gondok, oke, nanti akan kujelaskan kenapa aku jadi kesal. Kami berempat, maksudku aku, Ellie, Bara dan Lily bergegas kembali ke kantor, hari ini sedang pakai mobil Bara. Sekarang sudah hampir jam dua siang, dan kemungkinan sampai kantor bisa jam tiga nanti hehehe. Rasanya ingin langsung pulang saja, merasakan nikmatnya bisa tidur sore, lalu bangun saat perut lapar di jam makan malam.
Sebenarnya aku sensitif pada pembicaraan dengan topik perselingkuhan, ketidak setiaan, pengkhianatan, penikungan, dan sebagainya. Karena kadang, apa yang orang lain tuduhkan tidak seperti apa yang terjadi pada kenyataannya kan. Maksudku, bisa saja seseorang menuduh si A sebagai perusak hubungan si B dan si C, tapi mana tau kalau si B ternyata sudah tidak cocok dengan si C, dan si B merasa lebih enjoy dengan si A.
Oke, aku bukannya mau membela para ‘perebut’ itu, karena aku pun tidak mau kalau sesuatu atau seseorang yang kumiliki direbut oleh orang lain. Tapi saat ini kondisinya adalah, akulah si ‘perebut’ itu. Well, kukoreksi sedikit. Aku bukan ‘perebut’ tapi hanya sedang menjalin hubungan dengan wanita yang sudah memiliki hubungan, di mana hal yang kusebut sebagai hubungan adalah hal yang sebenarnya bukan hubungan. Bingung kan.
Bagaimana kalau kubilang seperti ini : Aku bertemu orang yang tepat di waktu yang salah. Atau aku bertemu orang yang salah pada waktu yang tepat.
Jadi begini kalau kujelaskan, aku bertemu lalu aku jatuh cinta lalu aku merasa cintaku pun disambut olehnya, oleh si wanita itu, tapi sayangnya timing-nya sangat salah, sangat keliru, karena dia akan segera menikah. Dan penjelasan untuk pernyataanku yang kedua, aku merasa sudah cukup umur, sudah cukup mapan, sudah cukup dewasa, sudah menyiapkan mental untuk segera menikah tapi aku malah bertemu dengan wanita yang salah, karena dia juga sudah siap menikah, tapi bukan denganku. Tapi aku mencintainya, dan kupikir dia pun mencintaiku, ditambah juga tetap mencintai calon suaminya. I’ve never been so hard to myself…
***
Aku baru bangun 10 menit lalu, dan kepalaku masih terasa berat. Untungnya sekarang hari Sabtu, jadi bisa seharian malas-malasan di kamar, dan kebetulan Jakarta sedang hujan. Kuambil HP-ku dan kulihat sudah ada 15 missed calls dan puluhan pesan yang isinya sama semua : WAKE UP BABY! atau BABY WAKE UP! atau BABY PLEASE WAKE UP!! dan yang terakhir U MUST WAKE UP NOW OR I WILL RUN TO UR APARTMENT AND SMACK U DOWN TO GET U UP!!!!!!!!!!!!!!
Aku yang baru bangun jadi kesal sendiri bacanya, tapi sambil geli membayangkan wajahnya yang marah-marah sambil mengetik kata-kata kesal seperti itu. Huruf besar semua pakai tanda seru yang banyak. Ellie.
Sesuai feeling, tidak lama Ellie meneloponku lagi.
“UDAH JAM BERAPA INI KENAPA GA BANGUN-BANGUN??!!”, serunya begitu telepon kuangkat. Kulirik jam dinding di sebelah kanan, dan ternyata sudah jam 12 siang. Oke, pantas dia sudah ngamuk. Kayaknya aku punya janji sama Ellie.
“Sorry, baby…” , jawabku berusaha supaya dia melembut. “Aku baru bangun. Kan tadi malem, eh tadi pagi baru pulang jam empat. Jadi masih ngantuk banget.”
“Kan aku udah ingetin kalau hari ini kita harus ke acaranya Mbak Risa! Kamu ngeselin banget sih, aku udah beli dress sama sepatu baru padahal!”
Cerita sedikit, jadi Mbak Risa ini dulunya adalah senior Ellie di kantor. Dan Ellie sangat sangat mengagumi si Mbak Risa ini. Menurutnya, Mbak Risa itu bisa tetap cantik, langsing, seksi, dan tetap digilai para lelaki dari yang muda sampai yang tua padahal Mbak Risa umurnya sudah hampir 40 tahun. Jadi sebelum eranya Ellie sebagai The Hottest and The Most Desirable Woman di kantor, Mbak Risa ini juaranya.
Namanya Marisa, usia 38 tahun, sudah hidup menjanda selama lima tahun dan sudah punya tiga anak. Sekretaris paling senior, sekaligus sekretaris nya Bapak Presdir yang terhormat. tahunEntah sudah berapa lelaki di kantor yang dekat dengannya, ada yang mencoba serius, ada juga yang mencoba icip-icip saja. Kalau aku sih termasuk kategori yang icip-icip saja hahaha. Pernah beberapa kali dugem bareng sama dia, dapatlah sedikit peluk dan cium darinya.
Sampai setahun yang lalu, dia mengajukan pengunduran diri dengan alasan akan menikah kembali. Lalu Ellie datang, karena Risa senior maka dia jadi mentornya Ellie selama tiga bulan sebelum akhirnya Risa resign. Jadilah hari ini, hari pernikahannya. Makanya Ellie sangat ingin datang ke acaranya. Dan pasti karena aku ngga bangun-bangun daritadi, dia akan ngambek berhari-hari padaku.
“Ya udah nanti ke rumahnya aja, sekalian bawain kado aja…” cobaku lagi membujuknya. Sebenarnya acara resepsi pernikahannya itu sampai jam tiga sore nanti, tapi karena lokasinya di Bandung, jadi bisa kebayang kan kalau kami baru berangkat ke Bandung sekarang akan sampai di sana jam berapa nantinya.
“Lagian kamu ngapain sih baru pulang pagi-pagi gitu??” dia mulai marah-marah lagi. Jadi tadi malam selepas pulang kantor aku memang bersama Ellie, sempat makan malam dan nonton bioskop dulu. Dia juga memang sudah cerewet mengingatkan acaranya Risa, janjinya kami akan berangkat sekitar pukul delapan pagi, tapi setelah mengantarkan Ellie pulang, Bara meneleponku, mengajakku untuk party before your single life over alias ke club alias dugem alias clubbing.
Jadi benar kan tentang hubungan yang kubilang sebenarnya bukan hubungan. Aku dan Ellie. Dia tidak pernah melarangku, tidak seperti kebanyakan pacar lain yang melarang ini itu, apalagi melakukan hal-hal yang mungkin bagi sebagian orang agak ‘liar’. Dia tidak mempermasalahkan kalau aku mabuk, aku pulang pagi, aku joget-joget di club entah sama wanita mana. Kadang dia ikut, kadang ada lelaki yang menghampirinya dan menawarinya minuman, mengajaknya kenalan lalu ngobrol, dan curangnya pasti aku langsung bertindak. Aku pasti mendatanginya sambil bilang, “Watchout. She’s my girl.”.
Mungkin baginya, hubungan kami ini bebas. Hubungan kami tanpa ikatan, mungkin hanya perasaan. Sedikit perasaannya, dan banyak perasaanku. Rasa cintaku. Tapi dia bisa dengan santainya mengatakan “I miss you…” atau “I wanna be with you…” atau datang tengah malam ke tempatku dan saat kutanya ada apa dia hanya memelukku dan bilang “cuma mau peluk aja.”.
“Ya udah kamu ke sini aja ya, Ell?” tawarku. “Daripada bete sendirian.”
“I’m mad at YOU!”
“Yeah, i know. And i know after you mad at me, you’ll miss me.”
“Apaan sih?! Ganjen banget jadi orang!”
Hehehe… Kapan sih kamu pernah serius marah sama aku, Ell? Marah pun hanya karena hal sepele, diajak makan juga sudah baikan lagi. Dipeluk atau dicium juga sudah luluh lagi. Oh Ellianne…
Sebelum berangkat tadi aku langsung menelepon Bara dan memintanya untuk mengikuti sandiwaraku kalau-kalau Ellie sampai menanyakan pada Bara kemana aku. Tentu saja karena aku dan Bara sudah seperti botol dan tutupnya, dia hanya oke oke saja. Jadi di sinilah aku, di depan rumah kosan Jessica, padahal 20 menit lalu aku masih mengecup bibir wanita yang kuyakini sebagai cinta sejatiku. Tak lama, muncullah Jessica yang seperti dugaanku hanya mengenakan tanktop hitam dan celana pendek berwarna pink. Rambut panjangnya nampak digulung berantakan. Dia menyambutku dengan memberikan senyuman yang malah tampak seperti ejekan. Aku pun mengikutinya masuk ke dalam kosannya ini, melihat pintu-pintu kamar yang sunyi dan sepi, hanya ada rak sepatu, tempat sampah atau keranjang baju kotor. Tidak ada pintu yang terbuka. Kamar Jessica teletak di lantai dua, dan posisi paling pojok. Di depan kamarnya ada rak sepatu berisi sandal, tempat sampah, dan dua pot tanaman. Begitu masuk ke kamarnya, isi kamarn
Di hari ketiga Yaya menginap di sini, akhirnya dia bertemu dengan Ellie. Entah kenapa keduanya memintaku untuk mempertemukan mereka. Padahal aku sebenarnya tidak mau mereka saling kenal, karena ya, tentu saja hubunganku dan Ellie tidak akan berlangsung lama lagi. Dan sepertinya Yaya pun menyukai Ellie, tidak seperti responnya terhadap seluruh wanita yang pernah kukenalkan dulu. Seandainya saja aku bisa mengenalkan Ellie sebagai calon kakak iparnya… Kukira Yaya akan menanyakan tentangku seperti kenapa bisa jadi pacarku atau hal-hal semacamnya, tapi ternyata Yaya malah lebih tertarik membicarakan hal-hal seperti parfum, baju, salon bahkan drama Korea dan berbagai hal yang biasanya dibicarakan teman wanita. Yaya malah mengajak Ellie menginap di tempatku dan menyuruhku tidur di sofa karena mereka mau bergadang untuk menonton film. “Adek aja deh yang tidur di sofa. Mas sama Mbak Ell tidur di kamar.” godaku pada Yaya yang sedang mencoba beberapa pakaian Ellie yang terlihat ‘mini’. “Eh en
Aku sudah berbaikan lagi dengan Ellie. Kami menjalani hari-hari kami seperti biasa. Tiga hari ini kami susah bertemu karena Ellie di luar menemani si bos dan pulangnya langsung diantarkan ke apartemennya oleh supir kantor. Jadi, Rabu malam ini Ellie sengaja minta diantarkan ke tempatku karena dia akan menginap di sini. Aku yang sudah pulang dari pukul enam sore langsung bersih-bersih semua ruangan, terutama kamar tidur dan kamar mandi. Bel pintu depanku berbunyi. Hmm tumben sekali Ellie menekan bel dulu, biasanya dia langsung masuk, apa dia ingin aku menyambutnya dengan sebuah pelukan? Dengan semangat aku menuju pintu depan, sudah kubayangkan aku akan memeluknya, membawanya masuk lalu menciumnya. Tapi aku kaget sekali begitu kubuka pintu, ternyata bukan Ellie yang ada di sana. Yaya-lah yang berdiri di sana. Iya, Yaya adikku. Adik bungsuku. “Mas Gamma!!” Yaya menubruk untuk memelukku. “Adek kok di sini?” aku bing
Sesampainya di restoran sushi tujuan kami, aku dan Ellie masih diam-diaman. Ellie duduk sebelah Lily, dan di hadapannya adalah Bara, sedangkan aku duduk di sebelah Bara sehingga aku berhadapan dengan Lily. Sebenarnya aku tidak terlalu lapar dan aku juga tidak terlalu suka sushi. Ellie bilang sih ini restoran sushi yang paling enak karena rasanya otentik, mirip sushi yang biasa dia makan langsung di Jepang saat kuliah dulu. Dengan seenaknya, Ellie dan Lily memesan porsi yang cukup banyak. Aku tahu kalau Bara juga tidak terlalu suka sushi, makanya kami berpandangan dan merasa kesal karena kalau dua wanita ini kekenyangan, maka kami yang akan disuruh menghabiskan makanan mereka. “Enak kan?” tanya Ellie pada Lily sambil mengunyah makanannya. Entah kenapa dia lahap sekali kalau makan sushi. “Iya, enak!” Lily menjawab, tak kalah lahap makannya. “Gue sukanya sushi asli begini nih, kalau yang rasanya udah nyesuaiin lidah Indonesia, gue m
“Hah nemuin apa?” aku mengulang pertanyaannya. Takutnya aku salah dengar. “Bekas kondom Pak, di tempat sampah Bapak.” Ternyata aku memang tidak salah dengar. Bekas kondom yang menjadi perkara. Aku sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Mbak Ira ini pasti akan mengancamku, memerasku agar dia tidak buka mulut mengenai penemuannya ini. Nyatanya dia masih berdiri di depanku, tersenyum penuh arti. “Mau berapa?” tanyaku langsung to the point. “Satu juta, Pak.” Jawab Mbak Ira dengan sangat lancar. Hari ini aku sudah merasa sangat lelah, sehingga aku malas berdebat dengannya. Kuambil dompetku, kebetulan aku baru saja mengambil uang cash dan langsung kukeluarkan sepuluh lembar uang Rp 100.000. Tanpa ragu dan malu-malu, si Mbak Ira itu langsung mengambil uang tersebut dan tersenyum senang. “Terima kasih ya Pak Gamma…” serunya, dapat terlihat jelas matanya berbinar memandangi kertas merah itu. “Ini untuk b
Ellie menipuku tentang meeting itu. Selain karena ternyata meeting-nya pukul dua siang, yang kebagian tugas presentasi pun memang bukan aku, melainkan Anita dari divisi SDM. Dia benar-benar hanya mencari alasan supaya aku datang ke kantor hari ini. Sekarang Ellie sudah kembali ke ruangannya dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Aku pun ingin mengecek pending job-ku selama aku cuti kemarin, tapi kondisi mejaku berantakan sekali. Ya, tadi ada Ellie di atas meja ini, dengan berbagai posisi. Kami merasa sudah gila karena melakukannya seperti di film-film cabul dewasa. Ah kalau kuingat tadi rasanya aku jadi tegang lagi. Bukan pertama kalinya kami berbuat mesum di kantor, tapi yang tadi adalah yang paling gila yang pernah kami lakukan. Ellie mendominasi dan mengontrolku untuk melakukan ini dan itu. [I still want you. More. Come here.]. Aku mengiriminya pesan. [Aku masih banyak kerjaan. Laper juga belum sempat lunch.] [Mine getting h