LOGIN"Ayah ….""Ssst."Steven keluar dari kamar dan menutup pintu."Ibu masih tidur." Steven menggendong putrinya dan pergi ke kamar sebelah.Alfredo sudah bangun dan anak laki-laki sedang menggosok giginya sendiri di kamar mandi.Steven membaringkan Bella di tempat tidur. "Ayah akan mengambilkanmu gaun. Ganti bajumu, lalu sikat gigi dan cuci muka. Nanti, Ayah akan mengantarmu dan kakakmu ke bawah untuk sarapan."Bella duduk di tempat tidur, kakinya menjuntai. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya yang cerah. "Ibu bagaimana?"Steven mengusap kepala putrinya. "Ibu bekerja terlalu larut tadi malam dan perlu tidur nyenyak hari ini. Ayo kita turun untuk sarapan, lalu kita siapkan bekal untuk dibawa pulang.""Ayah, bagaimana bisa Ayah membiarkan Ibu bekerja selarut itu?" Anak perempuan itu mengernyit pada Steven. "Ibu seharusnya nggak bekerja sekeras itu!"Steven tersenyum tidak berdaya. "Iya, Ayah yang salah. Ayah akan menjaga Ibu dengan baik mulai sekarang dan nggak akan membiarkannya bekerja selar
Vanesa bertanya lagi, "Kamu sudah mandi?""Aku mandi di kamar sebelah."Steven pun segera melepas pakaiannya ....Vanesa sontak terkesiap dan dia segera mengalihkan pandangannya.Steven melangkah ke dalam bak mandi dan memeluk Vanesa.Air memercik ke mana-mana, disertai desahan lembut seorang wanita ...."Steven .... Umph!"Steven mencengkeram pinggang ramping Vanesa dengan tangan besarnya dan menciumnya dengan penuh gairah.Suara Vanesa benar-benar tertelan oleh ciuman Steven. Keduanya berpelukan erat, suhu tubuh mereka bahkan lebih panas daripada air di bak mandi."Vanesa, sekarang giliran kita."Steven menindih Vanesa ke tepi bak mandi dan memeluknya dari belakang.Dada Steven yang terasa panas membara itu menekan punggung Vanesa yang ramping dan indah, napasnya yang panas menyapu telinga wanita itu. "Malam ini aku akan membuktikan kekuatanku padamu, oke?"Vanesa menggigit bibirnya erat-erat, matanya yang setengah tertutup dipenuhi air mata.Steven menundukkan kepalanya, melumat bib
Setelah hampir lima tahun berpisah, Steven akhirnya bersatu kembali dengan Vanesa.Gerakan Steven sangat lembut, dia memuaskan Vanesa lebih dulu. Steven juga tidak berlama-lama dan segera mencapai kepuasannya.Total sesi mereka tidak lebih dari setengah jam ….Vanesa agak terkejut.Ini jelas-jelas tidak mencerminkan kemampuan Steven.Wanita pada umumnya sensitif, terutama karena Steven selalu sangat tegas dalam masalah ini.Malam ini, meski Steven bilang tidak tahan lagi, dia sebenarnya masih menahan diri."Steven, kamu kenapa sih?""Nggak apa-apa." Steven mencium Vanesa dan bertanya, "Apa kamu lelah? Apa badanmu ada terasa nggak enak?""Aku baik-baik saja." Vanesa berhenti sejenak, lalu menambahkan, "Hanya setengah jam, seharusnya nggak melelahkan, 'kan?"Steven hanya terdiam.Pria paling terusik dengan pertanyaan seperti ini."Vanesa, jangan memprovokasiku.""Enggak, aku hanya agak kaget dan nostalgik. Tapi, kalau dipikir-pikir lagi, wajar juga sih. Lima tahun sudah berlalu dan usiam
Vanesa mengangkat tangannya untuk menggosok lehernya dan memejamkan matanya....Steven pergi ke kamar tamu di lantai tiga untuk mandi air dingin.Steven menundukkan kepalanya seraya air dingin mengguyurnya, sorot tatapannya yang dalam memperlihatkan rasa menahan diri.Butuh waktu sepuluh menit penuh hingga hasratnya yang bergelora berangsur-angsur mereda.Ketika dia kembali ke kamar tidur utama di lantai dua, Vanesa juga keluar dari kamar mandi.Wanita itu baru saja mandi dan mengenakan gaun sutra putih. Tubuhnya tampak anggun dan kulitnya yang halus tampak seperti salju di bawah cahaya. Sungguh memikat.Gejala penolakan ringan yang sebelumnya muncul di kulit Vanesa setelah transplantasi telah benar-benar menghilang.Kulit putih mulus Vanesa yang dulu sekarang sudah kembali.Saking putihnya sampai terlihat bersinar.Vanesa menatap Steven dan meliriknya. "Kamu mandi air dingin lagi?"Steven berdeham. "Rasanya panas sekali, jadi mandi air dingin lebih nyaman.""Steven." Vanesa berjalan
Setelah makan malam, Emran dan Alya pergi bersama Ricky.Vanesa dan Steven berdiri di luar pintu masuk, menyaksikan mobil itu menghilang di kejauhan.Malam tampak kabur.Vanesa menghela napas.Steven merangkul pinggang ramping Vanesa dan mengecup lembut puncak kepala wanita itu. "Ada apa?""Apa malam ini Emran ada memberitahumu sesuatu?""Nggak, kami juga aslinya nggak sedekat itu," jawab Steven dengan suara rendah. "Kamu tahu kan dia pernah mencoba merebutmu dariku. Aku ini tipe yang menyimpan dendam."Vanesa meliriknya dan berkata, "Dasar kekanak-kanakan."Steven terkekeh pelan, "Sudah jam sembilan, bagaimana kalau kita naik ke atas dan menidurkan anak-anak?"Vanesa mengangguk.Keduanya masuk ke dalam rumah bersama-sama....Di kamar anak-anak, pembacaan buku cerita dengan suara yang rendah dan berat seperti alunan selo itu pun terhenti.Steven menutup buku cerita dan melihat ke sampingnya.Vanesa dan kedua anak mereka sudah tertidur.Steven menaruh buku ceritanya ke atas meja, lalu
"Aku tahu Ibu begitu menderita," kata Ricky. "Aku nggak menyalahkan Ibu karena pergi bermain sendirian, aku hanya khawatir apa dia bisa mengurus dirinya sendiri dengan baik.""Dia pasti akan menjaga dirinya sendiri dengan baik. Lagi pula, ayahmu sudah pergi menemuinya dan aku yakin mereka akan segera kembali."Ricky mengatupkan bibirnya dan tampak ragu sejenak sebelum berkata, "Kira-kira kenapa Ayah begitu membenci Ibu?""Maaf, sebenarnya Bibi juga nggak tahu, tapi menurut Bibi ada kesalahpahaman di antara mereka." Vanesa berkata dengan lembut, "Tapi, ini masalah antar orang dewasa dan mereka harus dibiarkan menyelesaikannya sendiri. Tapi, apa pun yang terjadi pada akhirnya, mereka akan selalu menjadi orang tuamu yang paling mencintaimu."...Tiga hari kemudian, Emran memberikan kabar.Alya telah ditemukan.Emran tidak mengatakan apa-apa di telepon, dia hanya mengatakan akan membawa Alya pulang dalam beberapa hari.Ricky ingin melihat Alya.Jadi, Emran mengirimkan sebuah foto kepada an







